Home Forums Forum Masalah Fiqih H1N1, Zakat, Jodoh dan Tahqiq Re:H1N1, Zakat, Jodoh dan Tahqiq

#163106582
Munzir Almusawa
Participant

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kemuliaan Ramadhan, Kesucian Nuzulul Qur\’an, Cahaya Keagungan Lailatul Qadr, Keluhuran Badr Alkubra, dan Ijabah pada hari hari shiyam dan qiyam semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
1. dalam madzhab syafii zakat diberikan di wilayahnya, jika sudah tidak ada lagi yg mustahiq barulah diberikan pada wilayah lain yg terdapat padanya mustahiq, namun di aab saudi pun banyak fuqara dan masakin yg ada disana walau bukan warga negara arab saudi, namun jika sudah tidak ada yg mustahiq maka dipindahkan ke wilayah lain oleh amil zakat.

mewakilkan zakat atau diwakilkan boleh saja, namun mengikuti aturan waktu sang wajib zakat, jika sang wajib zakat di arab saudi maka waktu ramadhan disesuaikan dg nya,

jika terjadi kesalahan maka zakatnya tetap sah namun terkena dosa.

2. semampunya hindari suntikan itu, namun jika tak bisa dihindari maka selama negara muslimin lainnya masih memperbolehkan maka masih diperbolehkan kita melakukannya walau hal itu menjadi syubhat, karena masih terdapat ikhtilaf dan belum menjadi Jumhur (kesepakatan fatwa ulama seluruh negara mayoritas muslimin).

3. penafsiran itu bukan sebagaimana terjemahannya, ada dua penafsiran dalam hal ini, yg pertama adalah makna kalimat Alkhabiitsaat bukanlah wanita jahat, tapi perbuatan jahat.
Alkhabiitiin adalah orang jahat dari pria dan wanita.

dan Alkhabiitsuun adalah orang orang jahat pria dan wanita
lilkhabiitsaat adalah selalu pada perbuatan buruk dan ucapan buruk.

maka makna ayat ini adalah : ucapan ucapan dan perbuatan jahat itu adalah untuk orang orang yg jahat (bukan orang yg baik), dan memang orang orang jahat itu adalah selalu pada perbuatan jahat dan fitnah.

Atthayyibaat Litthayyibiin : perbuatan baik dan ucapan baik adalah bagi orang orang baik pria dan wanita.

watthayyibuuna litthayyibaat : dan orang orang baik pria atau wanita itu adalah selalu pada perbuatan baik dan benar,

yg dimaksud dalam ayat ini adalah fitnah pada Ummulmukminiin Aisyah ra yg tertinggal dalam suatu perjalanan hingga ia diantar oleh shafwan ra, dan mereka difitnah telah selingkuh oleh Abdullah bin Ubay dan Himnah Binti Jahsy Al Asadiyah, maka Allah swt menjelaskan ucapan buruk dan fitnah itu adalah justru pada orang jahat semacam abdullah bin Ubay dan Himnah, dan mereka berdua memang tergolong orang yg jahat dan selalu berbicara fitnah dan buruk,

sedangkan perbuatan baik dan jujur adalah pada fihak Aisyah ra dan Shafwan, keduanya memang orang orang baik dan selalu dalam kebaikan.

diteruskan kalimat ayat tsb : MEREKA TIDAK TERMASUK APA APA YG MEREKA FITNAHKAN, BAGI MEREKA PENGAMPUNAN DAN RIZKI MULIA. (QS Annur 26).

jadi yg dimaksud bukan seperti yg anda sampaikan, tapi ayat ini membela Ummulmukminin aisyah ra dan Shafwan ra yg difitnah oleh abdullah bin Ubay dan himnah.
demikian pada Tafsir Ibn Abbas, Tafsir attabari, Tafsir Ibn Katsir dll. pada QS Annur 26).

dan ayat ini juga sekaligus peringatan bahwa seyogyanya orang yg baik selalu berusaha berbuat dan berucap baik, karena ucapan buruk dan perbuatan buruk itu bukan untuk mereka, tapi untuk orang yg tidak baik.

penafsiran kedua adalah bahwa yg dimaksud adalah orang muslim layaknya menikah dg muslim, dan orang non muslim menikah dg non muslim.

4. Tahqiq adalah penjelasan dan memperjelas, bisa dikatakan bahwa misalnya : Ahmad sudah belajar madzhab syafii secara tahqiq, berarti yg dimaksud ia telah mendalaminya dg seksama.
bisa pula sebagaimana buku yg ditahqiq/diperjelas hal hal yg kurang jelas padanya.

namun umumnya Tahqiq yg ini adalah dari orang yg lebih tinggi ilmunya dari penulis, atau sebanding.

jika anda katakan masa kini ada Tahqiq terhadap Ihya ulumuddin, bisa saja dari fihak orang baik yg ingin memperjelas apa apa yg didustakan sebagian orang jahil atas ihya;ulumuddin dg memperjelas dalil dalilnya.

namun jika isi tahqiq itu justru menjatuhkan dan mengatakan bahwa Ihya adalah sesat atau banyak peneyelewengan, maka tentunya ia jahil, karena Ihya adalah karangan Hujjatul Islam Al Imam Ghazali, dan Hujjatul Islam berarti pakar hadits yg telah mencapai hafalan 300 ribu hadits lebih berikut sanad dan hukum matannya.

maka jika ada yg menentangnya apakah ia sebanding dg penulis..?

cuma mungkin Imam Ghazali tidak menuliskan rujukan sanad hadits hadits yg disebutnya, itu bukan kekurangan atau cela pada bukunya, namun menunjukkan luasnya pemahamannya akan ilmu hadits, dan dimasa itu raja raja pakar hadits masih banyak. dan mungkin imam ghazali tidak mengira bukunya akan berkelanjutan hingga 1000 tahun, maka ia dimasanya tak merasa perlu menyebutkan sanadnya.

misalnya begini, masa sekarang anda menulis buku, anda menulis diantara tulisan anda, bahwa Allah berfirman bahwa Dialah Raja dihari kiamat (Maliki Yaumiddin), tentunya anda tak merasa perlu menyebutkan itu adalah pada Alqur\’an surat alfatihah ayat sekian,,, karena anda merasa semua orang sudah tahu bahwa itu adalah dari Alqur\’an.,

sebagaimana para ulama besar masa kini pun jika menyebut firman Allah ia jarang menyebut pada ayat berapa dan surat mana, karena ia hafal Alqur;an, dan ia merasa tak perlu menyebut lagi suratnya dan ayatnya demi menyingkat waktu. namun jika ditanya ia mampu mempertanggungjawabkannya.

namun jika anda lihat orang yg hafal hanya beberapa ayat di alqur;an saja, maka ia akan repot menyebutkan suratnya dan no ayatnya, karena takut tidak dipercaya oleh yg diceramahinya, ini menandakan ia justru sedikit hafalannya, karena menghabiskan waktu untuk menyebut ayat dan suratnya, namun para ulama yg banyak hafalan alqur\’annya dan hafalan haditsnya, akan mengalir dari mulutnya ucapan ucapan yg jika ditanya bahkan disidang asal usul ucapannya maka ia akan sanggup mempertanggungjawabkan bahwa semua ucapannya itu berdasarkan Alqur;an dan hadits shahih.

berbeda jika penulis menulis buku tentang hadits, misalnya shahih Bukhari, maka Imam Bukhari menulis sanadnya, dan kejelasannya, karena memang bukunya menulis masalah hadits, tentu ia akan dan perlu untuk memperjelasnya,

berbeda dg Ihya ulumuddin yg merupakan buku tasawwuf, bukan buku yg membahas hukum hadits, maka beliau mengalir dg hadits dan ucapan yg sering tak menyebut hukum dan sanadnya.

ringkasnya jika ada yg menyangkal ihya, maka mestilah ia sederajat Hujjatul Islam Al Imam Ghazali, yaitu hafal 300 ribu hadits lebih berikut hukum matannya. dan itu mustahil saat ini, karena hadits yg ada masa kini hanya sekitar 80 ribu hadits saja.

salam rindu abadi tuk anda, semoga kita selalu dalam keluhuran dunia dan akhirat.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a\’lam