Home › Forums › Forum Masalah Umum › Pertanyaan seputar Sholat dan Thoharoh › Re:Pertanyaan seputar Sholat dan Thoharoh
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Cahaya Rahmat Nya swt semoga selalu menerangi hari hari anda dengan kebahagiaan,
Saudaraku yg kumuliakan,
1. Jumhur ulama syafii mengatakan bahwa ucapan \"Assalaamualaikum\" adalah pada posisi wajah ke kiblat, lalu \"warahmatullah\", adalah menghadap ke kanan, demikian wajah kembali ke kiblat lalu mengucap yg sama.
2. Shalawat pada Nabi saw wajib di tahiyyat akhir, demikian dalam Madzhab Syafii, Hambali dan Maliki, dan menurut mereka jika tidak maka batal shalatnya (Syarah nawawi ala shahih Muslim).
mengenai shalawat pada keluarga Nabi saw ikhtilaf dalam madzhah syafii, sebagian mengelompokkannya dalam rukun shalat maka wajib, sebagian mengatakannya sunnah (syarh Alwajiiz dan Raudhatutthalibin)
3. mengenai Qunut maka keduanya teriwayatkan, yaitu dengan Jamak dan dengan tunggal,
mengenai salam pada Nabi saw keduanya teriwayatkan, sebagian sahabat mengubah salam pada nabi saw setelah wafat beliau saw, yaitu : assalamualannabiyyi warahmatullahi wabarakatuh,
namun sebagian sahabat lain tetap bertahan, mereka berlandaskan hadits riwayat shahih Bukhari Rasul saw bersabda : Shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalat. dan Imam SYafii berpegang pada pendapat ini.
4. sepanjang yg saya ketahui bahwa itu ada pada haji saja, sedangkan dalam shalat adalah yg rukun dan yg sunnah.
hukum dalam islam terbagi 5 :
wajib : jika dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan mendapat dosa
sunnah : jika dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa
Mubah : jika dikerjakan tak dapat pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa
makruh : jika ditinggalkan mendapat pahala, jika dilakukan tidak berdosa
haram : jika dilakukan terkena dosa, jika ditinggalkan mendapat pahala.
5. ada pendapat pada fuqaha diluar madzhab syafii yg mengatakan gerakan jari telunjuk adalah menulis lafadh Allah, namun hal itu ada juga dilakukan oleh para Kyai dari madzhab syafii
ikhtilaf ulama dalam posisi jari jari kanan saat tasyahhud, dan pendapat yg lebih kuat dalam madzhab syafii adalah menggenggamnya, hingga saat mengangkat telunjuk maka jari jari lain tidak banyak bergerak lagi.
6. posisi tangan menggenggam punggung tangan kiri, dengan Ibu Jari diatas dan keempat jari lainnya dibawah dalam posisi menggenggam tangan kiri, demikian dalam madzhab syafii
7. Najis yg kering tetap najis, namun tidak menajiskan benda lainnya yg menyentuhnya jika sama sama kering, misal najis air seni dilantai sudah kering, lalu kita duduk diatasnya atau menginjaknya, selama kulit kita dan baju kita kering dan lantai itu kering maka pakaian/kulit kita tetap suci, demikian dalam pendapat seluruh madzhab.
najis tidak menjadi suci kecuali dengan dialirkan padanya air, demikian pendapat terkuat dalam madzhab syafii, maka sebaiknya tetap menggunakan alas kaki jika kaki basah, dan shalat diatas sajadah agar selalu terjaga dari kawasan yg bernajis, namun selama ia kering maka tak menajiskan sebagaimana penjelasan saya diatas.
karena hal itu bukan hal yg membatalkan wudhu, tidak ada Nash hadits yg menjelaskan Rasul saw berwudhu setelah menyentuh najis, karena hadits shahih merujuk hanya pada 4 hal yg membatalkan wudhu, yaitu
1. bersentuhan pria dan wanita yg keduanya sudah dewasa dan bukan muhrim,
2. telapak tangan menyentuh Qubul atau dubur manusia (jika dubur binatang makla tidak, jika menyentuh qubul dan dubur manusia bukan dg telapak tangan maka tidak batal.
3. haidh atau nifas
4. hilangnya akal dengan tidur, pingsan atau lainnya
demikian dalam madzhab syafii.
imam Hambali berlandaskan bahwa sentuhan pria dan wanita non muhrim yg dewasa tidak membatalkan wudhu, namun landasan Imam Hambali untuk hal ini adalah hadits dhoif.
debu untuk tayammum dan penghilang najis mughaladhah adalah debu yg berasal dari tanah atau batu, tidak sah dari kayu atau arang atau lainnya seperti tulang dll.
betul, tanah waqaf tak dibenarkan untuk bertayammum atau diambil.
jika sentuhan kering dg kering maka tidak menajiskan,
mengenai debu, mesti ada dimanapun., karpet, tembok, mestilah ada debu, wakau tak terlihat mata, maka dalam tayammum hal ini bisa diperbuat, namun mengenai najis mughaladhah maka tak bisa kecuali dg tanah, maka hendaknya dirumah rumah muslimin menyimpan sedikit tanah untuk menyucikan najis besar, yaitu anjing dan babi, dan tidak sah dg air semata, demikian dalam madzhab syafii
babi Najis pada seluruh madzhab, mengenai anjing maka banyak perbedaan pendapat diluar madzhab syafii dan saya belum sempat menelaahnya kembali.
mengenai rukhshah, saran saya begini, anda bermadzhablah dengan madzhab mayoritas, jika syafii maka bertahanlah pada syafii, jika mayoritas madzhab lain maka jangan bersikeras pada madzhab syafii, ikutilah madzhab mayoritas di wilayah setempat, karena kesemuanya adalah benar, kesemuanya adalah sunnah, namun madzhab adalah demi teraturnya perbedaan yg ada.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a\’lam