Home › Forums › Forum Masalah Fiqih › salahkah saya? › Re:salahkah saya?
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Anugerah dan Cahaya Rahmat Nya semoga selalu menerangi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
1. mengenai ayat pada surat Abasa, bahwa Rasul saw menegur Ibn Ummi maktum ra yg buta, perbuatan itu tidak salah, karena Ibn Ummi maktum salah besar telah memutus pembicaraan Nabi saw, dan itu adalah dosa besar bagi Ibn Ummi Maktum ra, karena ucapan ucapan Rasul saw adalah ajaran Allah swt.
namun Ibn Ummi Maktum tak bisa disalahkan, karena ia buta, dan tidak tahu,
Rasul saw sangat besar keinginan beliau saw menerangkan islam pada pembesar pembesar Qureisy, dan muncullah ibn Ummi maktum memotong pembicaraan beliau saw.
Rasul saw cemberut pada Ibn Ummi Maktum ra, namun perbuatan Rasul saw benar dan sama sekali tidak menghina Ibn Ummi Maktum ra, karena Rasul saw tahu bahwa Ibn Ummi Maktum ra ini buta, tak akan tersinggung dengan cemberut beliau saw, karena ia tak melihat.
maka Rasul saw cemberut padanya, tanpa menghinanya atau menegurnya satu hurufpun atas kesalahannya, dan jika ia tidak buta maka Rasul saw tak akan cemberut padanya karena akan menyakiti hatinya.
maka pembesar pembesar Qureisy merasa sombong atas kejadian itu, mereka merasa mereka sangat dihargai oleh Nabi saw, dan ternyata itu membuat mereka semakin sombong,
maka Allah turunkan ayat, dan teguran Allah swt pada Nabi saw adalah diperuntukkan bukan untuk Nabi saw, tapi agar diketahui oleh pembesar pembesar Quraisy bahwa orang buta dimuliakan oleh Allah swt lebih dari mereka, bahwa orang buta yg niat beriman itu diketahui dan dibela oleh Allah swt daripada mereka yg kufur.
banyak ayat Alqur\’an yg turun seakan bicara pada Nabi saw, namun bukan pada Nabi saw, seperti pada surat Al Fajr 17-20), bahwa Allah swt berfirman : \"Kalian ini tidak mengayomi anak yatim, dan kalian tidak mengajak orang memperhatikan orang miskin, dan kalian memakan dan memperebutkan harta waris dengan keinginan besar, dan kalian mencintai harta dengan cinta yg besar\".
tentunya \"Kalian\" dalam ayat ini bukan untuk sang Nabi saw, namun untuk orang orang fasiq, karena Rasul saw justru dikenal dengan gelar ayah orang yatim, karena sangat menyantuni yatim, dan beliau saw selalu mengajak orang yg membantu fuqara dst..
namun ayat itu turun bukan untuk sang Nabi saw, tapi untuk orang fasiq tsb.
—
mengenai hadits itu, tidak bertentangan maksudnya, ia satu makna, kedua tangan sejajar dengan telinga, dan kedua tangan sejajar dengan pundak, keduanya bermakna dg makna yg sama, karena yg dimaksud adalah kedua telapak tangan sejajar dengan telinga dan antara pergelangan hingga siku sejajar dengan bahu.
kedua riwayat tak bertentangan, karena telapak tangan juga disebut tangan, dan antara pergelangan hingga siku juga disebut tangan,
maka dua riwayat itu justru saling memperjelas posisi takbiratul ihram, oleh sebab itu dibutuhkan mustalah hadits, yg diajarkan oleh para ustad dan ulama, tak cukup hanya belajar dikertas buku sebagaimana mereka membaca injilnya, cukup dengan melihat buku maka selesailah dan lengkaplah agamanya,
dalam islam mestilah dengan bimbingan guru, melihat saudara muslimnya shalat, melihat ibadah lainnya,
kenapa harus demikian?, karena inilah kesempurnaan islam, tak bisa memisahkan diri sendiri,
oleh sebab itu Rasul saw bersabda : \"Shalatlah sebagaimana kalian lihat aku shalat\" (Shahih Bukhari).
karena jika tidak melihat, maka orang akan bingung bagaimana cara duduk tahiyyat, takbiratul ihram, i\’tidal dlsb.
mengenai doa iftitah atau lainnya yg berbeda beda, itu menunjukkan islam itu sempurna, boleh memilih doa yg ia suka, namun adapula hal hal yg satu riwayat, menunjukkan tak bisa memilih semaunya.
ada yg bisa ia pilih, ada yg sudah baku, ada yg wajib, ada yg sunnah, ada yg makruh, ada yg haram, inilah kesempurnaan syariah islam.
silahkan teruskan saudaraku.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a\’lam