Home › Forums › Forum Masalah Umum › Abdurohim Mohon Bantuan Habib
- This topic has 3 replies, 3 voices, and was last updated 16 years, 2 months ago by Munzir Almusawa.
-
AuthorPosts
-
September 19, 2008 at 4:09 pm #124359799Yovin NianusParticipant
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh,
Mohon maaf Ya Habib ana butuh bantuan Habib, adapun kronologisnya sbb :
Kebetulan ana ikut milis Taqlim Kantor tempat ana bekerja dengan niat untuk menjalin ukhuwah, adapun waktu itu dibahas soal sholat tarawih dan dari tanggapan para anggota milis ini sepertinya mencerminkan paham wahabi. Untuk itu maka ana kirimkan ke milis ini penjelasan / tanggapan Habib perihal shalat tarawih yg diposting per tgl 29/09/2007 dgn link :[color=#0000FF] http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=7919&lang=id#7919.%5B/color%5D, dengan harapan agar anggota milis tsb terhindar dari paham wahabi yang meracuni banyak orang.
Adapun pengasuh milis tsb memberikan jawaban/tanggapan, untuk itu ana mohon bantuan tanggapan Habib terkait jawaban / tanggapan pengasuh milis tsb yang InsyaAlloh dapat menjadi manfaat bagi para anggota milis tsb.
Demikian Habib yang ana Muliakan, Semoga Allah memberikan anugerah kemudahan pada Hb Munzir Almusawa untuk terus menjadi Khadim Nabinya saw, memberikan padanya kesehatan Jasmani dan Rohani, dan selalu membimbingnya di Jalan yang di Ridhoi Allah swt, dan juga melimpahkan Anugerah Agung pada para aktifis Majelis Rasulullah khususnya, dan semua Pecinta Rasulullah saw pada umumnya, Amin.
Wassalamu\’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh,
Abdurohim
Berikut kutipan email nya :
—– Original Message —–
From: Wido Q Supraha
To: taqlim-intern@googlegroups.com
Sent: Thursday, September 04, 2008 11:25 PM
Subject: RE: Sholat Tarawih di contohkan oleh Rosullullah saw.Jazakallah atas kiriman artikelnya, namun setelah saya membacanya, sebenarnya membuat kajian yang begitu ilmiah dari seorang syaikhul hadits menjadi tidak menarik ketika dijawab dengan beberapa justifikasi sederhana oleh Al Habib Munzir Al Musawwa. Ada baiknya, kalau boleh saya memberikan pendapat, agar mendapatkan pandangan yang cukup seimbang, dapat juga berguru kepada kakak beliau, yakni Al Habib Nabiel Fu’ad Al Musawwa Al Quraisyi, yang lulus dari fakultas syari’ah Universitas Madinah Al Munawwarah, yang kehidupannya sangat zuhud dan wara’.
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Al Habib Munzir, saya hendak memberikan komentar ilmiah akan beberapa justifikasi beliau, sbb. :
– Wahabi
Memberikan sebutan dan cap kepada saudara muslim bukanlah akhlak yang terpuji, terlebih ketika istilah itu adalah istilah yang dikenal untuk memojokkan saudaranya sendiri sesama muslim. Masa dan waktu telah membuktikan kepada kita bahwa istilah wahabi yang digunakan oleh para da’i telah berhasil membuat permusuhan di antara kaum muslimin, memecahkan barisan, dan merusak ukhuwwah, dan tanpa sadar para da’i tersebut telah terperangkap dengan jebakan-jebakan istilah yang telah dibuat oleh para musuh-musuh Islam.
Saya kira kita perlu membahas hal ini, agar kita tidak terkesan taklid (mengikut seseorang dengan kebutaan).
Wahabi seharusnya ditranslasikan menjadi wahhabi. Adapun yang mereka maksud dengan istilah ini adalah istilah kepada setiap mukmin yang hendak mengesakan Allah (muwahhid), dengan mengambil nisbat kepada salah satu juru da’wah utama di beberapa ratus tahun lalu, yakni Muhammad bin Abdul Wahhab (namanya Muhammad, nama orang tuanya Abdul Wahhab). Seharusnya, jika memang yang dimaksud oleh para pembuat justifikasi adalah juru da’wah tersebut (yang bernama Muhammad), maka seyogyanya disebut Muhammadi, bukan Wahhabi, karena menisbatkan kepada namanya, bukan nama orang tuanya. Namun, dengan izin Allah, ternyata dipakai nama wahhabi, meskipun tidak tepat, dan menunjukkan ketidakmengertian orang-orang yang senang dengan justifikasi ini, justeru ini adalah nisbat kepada Al Wahhab (Nama Allah Yang Maha Pemberi), bagian dari Asmaul Husna. Maka semoga mereka yang menisbatkan diri dengan Al Wahhab, memiliki tauhid yang tangguh dan meneguhkannya untuk berda’wah kepada tauhid. Dan semoga para pemberi justifikasi, mendapatkan hidayah dari Allah untuk menyadari kekeliruannya.
– Al Albani sebagai Muhaddits
Tidak mau mengakuinya beliau (Al Habib) terhadap Syaikh Al Albani, sebagai sebuah fenomena di abad ini, adalah sebuah hal yang tentu mengecewakan, dan terkesan bahwa beliau tidak mengerti tentang siapa itu muhaddits. Keilmuan Syaikh Al Albani di dalam dunia hadits setahu saya sangat dihormati oleh para pecinta hadits, dan para ahli hadits lainnya.
Karena keahliannya itu pula, Syaikh Al Albani pernah mengajar di Universitas Islam Madinah tentang Hadits dan ‘Ulumul Hadits, pernah menjadi anggota Majelis Tinggi Universitas tersebut, dan bahkan pernah ditawari untuk menjadi Direktur Pasca Sarjana Dirasah Islamiyah Universitas Yordania. Sebuah penghargaan tertinggi dari Kerajaan Saudi Arabia pun pernah disematkan kepada beliau. Dan yang menarik, hasil-hasil penelitian beliau di bidang Hadits saat ini sangat digemari dan dijadikan rujukan oleh banyak pihak, seperti misalkan Silsilah Hadits Shahih, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, dan lain-lainnya. Nah yang menjadi mustahil, ketika beliau (Al Habib) memberikan syarat-syarat tersendiri yang tidak mungkin tercapai, seperti harus bertemu rijalussanad, perawi hadits, harus bersanad dengan imam Bukhori, dan kemudian membuat justifikasi bahwa beliau bertentangan dengan mazhab yang empat. Tentu saja, sangat disayangkan, muncul justifikasi seperti ini.
– Tarawih tidak pernah ada di zaman Nabi SAW
Tarawih adalah sebuah istilah baru, maknanya secara bahasa adalah rahah ba’da rahah, istirahat setelah istirahat, jadi tarawih sebenarnya adalah sebuah rangkaian yang penuh dengan rekreasi istirahat, baik shalat yang nikmat sehingga bermakna istirahat, juga setelah shalat yang sebaiknya beristirahat dahulu agar dapat melanjutkan ‘istirahat’ yang nikmat.
Dengan demikian, sesungguhnya kita bukan sedang membahas tarawih, akan tetapi Qiyamullail, yang waktunya adalah mulai Isya’ hingga Fajar [1]. Kebetulan di zaman ‘Umar, qiyam di bulan Ramadhan disebut dengan Tarawih. Sehingga, kalau yang dimaksud istilah tarawih maka beliau (Al Habib) benar menyatakan tak pernah ada di zaman Nabi SAW, namun jika yang dimaksud adalah istilah qiyam, maka sesungguhnya akan selalu ada, baik Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Namun kemudian, ketika beliau (Al Habib) menyinggung istilah Witir, maka perlu pula kita bahas akan hal ini.
– Bukan Tarawih, melainkan Witir
Jika yang dimaksud beliau (Al Habib) adalah kata witir dalam pengertiannya sebagai rangkaian shalat qiyam, maka seharusnya tidak dibenturkan dengan istilah tarawih, namun akan tetapi jika yang dimaksud beliau adalah witir dalam pengertian kelanjutan shalat sunnah sebagai penutup setelah qiyamnya sendiri, maka akan menjadi mustahil menyebutkan Rasul SAW shalat malam hanya witir saja, tanpa didahului oleh qiyam [2]. (Qiyam dalam pembahasan ini bisa dibaca : Tahajjud).
Karena dalam hal ini kita perlu memaklumi, bahwa witir secara bahasa, kadangkala dikonotasikan dengan rangkaian shalat malam yang berarti di dalamnya ada qiyam (tahajjud) dan diakhiri dengan shalat yang ganjil sebagai penutup, sebagaimana yang tersirat dalam banyak hadits Rasulullah terkait hal ini.
[1] Diriwayatkan dari 8 orang sahabat. Contoh perawinya, Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibn Majah
[2] Rasulullah bersabda, “Jadikanlah akhir shalat kalian pada malam hari adalah witir.” Sehingga tidak bisa dijustifikasi, pasti yang dilakukan Rasulullah adalah shalat witir saja.
Wassalam,
Abu ‘Abdurrahman
September 20, 2008 at 3:09 am #124359834Munzir AlmusawaParticipantAlaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kemuliaan Ramadhan,kesucian Rahmat, pengampunan, pembebasan dari neraka dan Cahaya Lailatulqadar semoga menerangi hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
tidak perlu berdebat dg mereka, saya akan jawab dg singkat saja, setelah saya membaca tanggapan ini jelas sudah penulis tak mengerti ilmu hadits dan bahasa.1. kakak kandung saya setahu saya, tidak pernah kuliah di Madinah, dan bukan berarti beliau itu rendah ilmu, karena belajar dimana saja bisa menjadi ulama syariah.
2. \"wahabi\" adalah istilah saja dalam bahasa arab, bisa istilah untuk pengikut madzhab Imam Malik dg gelar Maliki, atau Hanafi, atau orang yaman dg gelar Yamaniy, maka pengikut Ibn Ibn Abdulwahhab digelari Wahabi, itu bukan penghinaan,
dan tak bisa dikatakan bahwa itu berarti pengikut ibn abdulwahhab itu suci tauhidnya, justru mereka yg membuat perpecahan dan kerusakan pada akidah ahlussunnah waljamaah, jika gelar wahhabi berarti mereka suci tauhidnya, bagaimana dg Jahannamiy..?, Jahannamiy adalah gelar ahli sorga yg masuk terlambat ke sorga, mereka keluar dari neraka jahannam namun sudah dimaafkan Allah dan digelari Jahannamiyun (Shahih Bukhari Bab Tauhid).
namun bagi orang yg tak memahami bahasa arab mereka menganggapnya hinaan.
mengenai witir, boleh sampai 11 rakaat, dan sebagian ulama mengatakan 11 rakaat itu adalah witir, serbagian ada yg mengatakan adalah tahajjud, namun tak ada satu imam pun yg mengakui itu adalah tarawih.
mengenai muhaddits, silahkan belajar dulu ilmu hadits, Musthalah hadits, jelas sudah bahwa seseorang disebut muhaddits itu bukan dosen atau yg sudah menulis 1000 buku, tapi Muhaddits adalah orang yg meriwayatkan hadits dan mengumpulkannya dan menuliskannya, orang yg membaca buku hadits bukan muhaddits.
albani bukan muhaddits, ia tak meriwayatkan satu hadits pun karena tak jumpa dg rawi hadits, hanya menukil nukil saja, dan dalam derajat ahli hadits tak bisa berfatwa hadits dg nukil nukil tanpa dasar ilmu hadits yg kuat,
seorang pakar hadits adalah yg telah hafal 100 ribu hadits dg sanad dan hukum matannya, ia digelari ALhafidh, maka jika kita dengar ada gelar alhafidh dalam buku hadits itu bukan hafal alqur;an, tapi hafal 100 ribu hadits dg sanad dan hukum matannya, dan diatasnya ada gelar Alhujjah., maka jika kita dengar ada gelar Hujjatul Islam, maka ia telah hafal 300 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, silahkan rujuk seluruh buku ilmu hadits, diantaranya Tadzkiratul Huffadh, Thabaqatul Huffadh, hasyiah luqatuddurar bi syarah nukhbatul fikar oleh Hujjatul Islam Al Imam ibn hajar asqalaniy,
namun kesemuanya belum ada buku terjemahnya.
saran saya anda tak perlu berdebat, carilah guru yg berilmu dan jangan memusuhi mereka yg masih belum mau mengikuti fatwa para ahli hadits., merekapun saudara kita, boleh keluarkan bayan dan penjelasan, namun bukan permusuhan,
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a\’lam
September 27, 2008 at 8:09 am #124360081msultonParticipantSiapa Pencetus Gelar/Julukan ‘Wahhaby’?
Saya terkejut dan merasa kegelian dengan cara argumentasi beberapa teman Wahaby dalam membela sekte karya Muhammad bin Abdul Wahab itu, terkhusus dalam masalah pengistilahan kata Wahabi-y, Wahhabi-y atau Wahabisme buat kaum yang selama ini mengatasnamakan dirinya sebagai Salafi-y. Sebagian ‘pura-pura’ merasa bangga dengan sebutan Wahhaby tadi, dengan alasan bahwa karena kata itu diambil dari salah satu nama Allah (al-Wahhab = Maha Pemberi anugerah).
Padahal semua tahu bahwa Wahhaby bukan diambil dari nama mulia nan agung itu, melainkan dari Ibn Abdul Wahhab, nama orang biasa yang hidup di dataran jazirah Arab yang kering nan tandus. Dari sini jelas sekali bahwa Wahhaby dari nama Allah sangat tidak beralasan dan cenderung dibuat-buat.
Berbeda dengan kaum Wahhaby lain yang tanpa basa-basi dan jelas-tegas menolak penisbatan kata Wahhaby kepada mereka, tanpa pura-pura merasa bangga. Sayangnya, lagi-lagi mereka terjerumus ke dalam kesesatan cara berpikir (versi mereka) yang selama ini mereka sendiri mengakui bahwa hal itu sesat, berargumen dengan bersandar pada pendapat para orientalis yang kafir. (Lihat blog: http://abusalma.wordpress.com/2007/11/07/siapa-pencetus-pertama-istilah-wahhabi/, karya Jalal Abu Alrub) Coba jika ternyata yang anti Wahhaby menulis artikel yang bersandar kepada buku-buku dan karya tulis yang ditulis oleh kaum Orientalis, pasti mereka akan menyatakan bahwa itu adalah kesesatan dan tidak dapat dipercaya. Jangankan dalam kasus semacam itu, dalam kasus kritisi fatwa si Utsaimin tentang “Bumi sebagai Pusat Tata Surya” yang terdapat dalam blog Wahaby lain, teman-teman yang tidak setuju dengan fatwa tersebut dianggap sebagai “bodoh tentang ajaran Islam” atau “Taklid Buta kepada Ilmuwan Barat yang Kafir”. Apakah dalam penamaan istilah Wahhaby pemilik blog itu tidak takild pada ucapan para orientalis yang kafir? Saya hanya menukil saja ayat yang berbunyi: “Kabura Maqtan ‘Indallahi an Taquluu ma laa Taf’aluun” (Murka besar Allah sewaktu kalian berbicara namun tidak kalian kerjakan). Apa yang dilakukan penulis dalam masalah pencetus julukan Wahaby tadi (yang menuduh kaum Orientalis) tidak lebih hanya pelaksanaan istilah “Maling teriak maling”, pencuri (Wahaby) yang menuduh dan meneriaki pencuri lain (orientalis) untuk usaha pembersihan diri.
Pertama kali pribadi yang menyebut ajaran sekte sempalan yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan sebutan Wahhaby adalah saudara tua sekandungnya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab yang selalu mencoba meluruskan pemahaman adiknya yang salah-kaprah tentang Islam dan ajaran Salaf Saleh. Sebuah surat (risalah) panjang beliau tulis untuk adiknya yang kemudian dibukukan (baca: dicetak) dengan judul:
“الصواعق الإلهية في مذهب الوهابية”
(Petir-petir Ilahi pada Mazhab al-Wahabiyah)Kitab tersebut beberapa kali di cetak di Turkia, Pakistan dan beberapa negara lain, terakhir dicetak beberapa percetakan di Beirut-Lebanon. Tentu, kitab semacam ini tidak akan pernah kita temukan di toko-toko buku di Arab Saudi yang mazhab resminya adalah Wahhabiyah, karena akan merusak status quonya.
Dari sini jelas sekali bahwa penamaan sekte sempalan ajaran Muhammad bin Abdul Wahab sebagai “Wahaby” bukan pihak di luar Islam atau di luar mazhab Hambali, tetapi dari saudara tua Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab. Di awal-awal risalah tersebut Syeikh Sulaiman menyatakan alasannya kenapa menyebutnya dengan ‘Wahhabiyah’ dan bukan ‘Muhammadiyah’? Beliau memaparkan bahwa, memang secara kaidah harusnya menyebutnya dengan ‘Muhamadiyah’ yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, bukan Wahhabiyah. Akan tetapi, beliau khawatir jika ajaran sesat adiknya itu diberi nama ‘Muhamadiyah’ -yang berarti senama dengan nama Rasululah yang sakral itu- dan jika ajaran itu menyebar dan tentu akan mendapat tantangan sehingga ajaran itu menjadi bahan cemooh dari banyak pihak, maka beliau khawatir nama Muhamadiyah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertangungjawab. Atas dasar itu, beliau merelakan penamaan ‘Wahhaby’ (yang beliau juga bin Abdul Wahhab) sebagai nama sekte sempalan ajaran adiknya, dinisbahkan kepada ayahandanya. Setelah dicetuskan istilah tersebut oleh Syeikh Sulaiman, para ulama lainpun mengikuti pengistilahan tersebut. Maka dari itu, setelah itu bermunculanlah beberapa kitab dan risalah yang ditulis oleh banyak ulama dari manca negara-negara Tim-Teng yang mengkritisi sekte sempalan Muhammad bin Abdul Wahab yang dikenal dengan Wahhaby tersebut. Sejak saat itu, sekte sempalan itu disebut WAHHABI. Jadi apa yang dilakukan Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab dengan memberikan julukan “Wahhaby” untuk sekte karya adiknya itu dikarenakan beliau melaksanakan kaidah “Taqdimul Qobih ‘alal Aqbah” (mendahulukan yang jelek dari yang lebih jelek). Bagaimana tidak, karena penisbatan kepada ayahnya untuk sekte itu merupakan suatu yang jelek (buruk), namun di sisi lain, jika dinamakan dengan nama adiknya maka ia merasa khawatir nama yang mirip dengan nama Rasulullah itu kelak akan dijadikan bahan ejekan orang. Dia berpikir, daripada nama Rasulullah dijadikan bahan cemoohan maka lebih baik nama ayahnya saja yang dijadikan nama sekte adiknya tersebut, karena setiap sekte harus dinamai dan umumnya penamaan setiap sekte dinisbahkan kepada pendirinya. Atas dasar itulah akhirnya beliau menamainya dengan “Wahabisme”.
Adapun letak kesesatan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab versi kakaknya, Sulaiman bin Abdul Wahab, adalah terletak pada pengkafiran (Takfir) sekte tersebut terhadap kelompok muslim lain di luar sektenya. Dalam risalah karya Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab hal itu telah disinggung. Di sini, kita akan nukilkan -dari kitab lain yang juga menyingung tentang- penggalan diskusi antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan kakaknya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab, seorang yang lebih alim dari berbagai bidang ilmu keagamaan (terkhusus masalah mazhab Hambali) dibanding adiknya. Syeikh Sulaiman pernah bertanya kepada Muhammad bin Abdul Wahab dengan pertanyaan:
“Berkata saudara yang lebih besar dan lebih alim, Sulaiman bin Abdul Wahab, kepada saudaranya (adiknya): “Wahai Muhammad bin Abdul Wahab, ada berapa rukun Islam itu?” Ia menjawab: “Ada lima.” Lantas Sulaiman berkata: “Engkau telah menjadikannya enam. Yang keenam adalah; barangsiapa yang tidak mengikutimu maka ia bukan muslim. Ini adalah rukun Islam keenam menurutmu”.” (Lihat kitab ad-Da’awi al-Munawi’in li Da’wah as-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, I’dad: Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdul Lathif, Darul Wathan li an-Nasyr as-Saudiyah, cetakan pertama, tahun 1412)Sekarang yang menjadi problem buat kaum Wahhaby dan mereka harus segera mereka menjawabnya adalah:
1- Masihkah kalian akan mengaku dan bangga bahwa Wahhaby berasal dari salah satu nama Allah, Al-Wahhab? Tidak ada bukti otentik atas kebanggan tersebut kecuali karena untuk menutupi rasa malu saja.
2- Masihkah kalian menganggap bahwa Wahhaby adalah julukan yang diberikan oleh kaum non-muslim untuk pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab?
3- Masihkah kalian berargumen dengan argumen para orientalis dalam menetapkan tuduhan kalian, sedang kalian melupakan tokoh mazhab Hambali Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, sudara tua Muhammad bin Abdul Wahhab?
4- Kenapa kalian berargumen dengan buku-buku karya orientalis padahal jika itu dilakukan oleh orang lain (selain kelompok kalian) maka dengan serta merta kalian akan mengatakan itu merupakan kesesatan? Mana konsistensi kalian terhadap pendapat dan ucapan kalian sendiri?
5- Masihkah kalian menginkari akan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab tentang pengkafiran terhadap kelompok lain, padahal banyak bukti yang membuktikan hal tersebut? Dalam tulisan yang akan datang akan sebutkan sedikit demi sedikit pengkafiran tersebut.Sumber salafyindonesia.wordpress.com
September 28, 2008 at 5:09 pm #124360100Munzir AlmusawaParticipantsemoga Allah melimpahkan hidayah, dan mengembalikan jiwa muslimin yg terjebak dalam kesesatan untuk kembali kepada akidah yg suci dan benar, amiin
-
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Umum’ is closed to new topics and replies.