Home Forums Forum Masalah Tauhid dimana Allah

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • Author
    Posts
  • #188003557
    Ahmad
    Member

    asslm.
    Habib Mundzir yg dirhmti Allah,
    alfaqir ada baca dri diskusi org2 di facebook,yg mana mereka itu adalh golongn yg mngku salafy.
    sy minta pnjlsn dr Habib.

    \"[i]jarak antara kursyi Allah dan Arsy sejarak 700 tahun perjalanan, dan jarak antara arsy Allah dengan air sejarak itu pula. Besarnya langit dan bumi dibanding kursyi Allah bagaikan sebuah cincin dilempar ke padang pasir. Dan berbagai sifat yg telah dijelaskan Nabi. Lalu…kenapa bisa mereka mengatakan Allah tidak berada …di atas arsy? Sedangkan tentang hal ini telah dijelaskan dan kita tinggal BERIMAN!!!,,ebagaimana Hadits riwayat Abu Dz…ar hadits ini merupakan hadits Shahih beliau bertanya kepada Rasulullah:

    \"Ya, Rasulullah ayat apa yang paling besar dan paling agung didalam Al-Qur\’an ? Rasulullah menjawab :Ayat kursi , perbandingan 7langit dengan kursi seperti satu gelang yang dilemparkan ditengah-tengah bumi ini dan perumpamaan keutamaan arsy Allah dengan kursi seperti perumpamaan bumi ini dengan gelang besi itu

    (lihat surat Al-Baqarah ayat 255) yang dimaksud dengan kursi menurut penafsiran yang shahih dari Ibnu Abbas bahwa kursi itu adalah tempat kedua Kaki Allah/tempat Allah meletakkan kedua Kaki-Nya dan Arsy(tempat Allah bersemayam) tidak ada yang mampu mengukurnya kecuali Allah sendiri.

    Hadits lain:
    Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi dari Hamad bin Salamah dari \’Ashim dari Zirr dari Abdullah bin Mas\’ud beliau berkata :

    \"Antara langit yang paling bawah dengan langit berikutnya jaraknya 500 tahun, dan antara setiap langit jaraknya 500 tahun, antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500 tahun dan antara kursi dan samudra air jaraknya 500 tahun sedangkan Arsy\" berada diatas samudra air itu, dan Allah berada diatas Arsy tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah suatu apapun dari perbuatan kamu sekalian\"

    dan diriwayatkan dengan lafadzh seperti ini oleh Al-Mas\’udi dari \’ashim dari Abu Wa\’il dari Abdullah bin Mas\’ud demikian dinyatakan oleh Imam Adz-Dzahabi lalu katanya ; atsar tersebut diriwayatkan melalui beberapa jalan dan beliau menshahihkan hadits ini begitu pula Ibnu Qayyim dalam kitabnya(ijtima aljuyus Alislamiyah hal 100) dan Alhaitsami (1/65) dan Imam Thabrani beliau berkata :Bahwa rijal yang meriwayatkannya shahih/terpercaya (ibid, hal 379)

    Ibnu Hatim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda:

    \"Aku diidzinkan untuk memberitahukan kepada kamu tentang malaikat yang memikul Arsy bahwa jarak antara daun telinga dan lehernya adalah sejauh 700 tahun perjalanan burung terbang (hadits shahih riwayat Imam Abu Dawud dan Syaikh Nashiruddin Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih Abu Dawud dan Silisilah Hadits Shahih di juz pertama)

    Hadits ini menunjukkan bahwa Arsy merupakan makhluk Allah yang terbesar dimana Arsy ini akan dijunjung oleh beberapa malaikat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika beliau menafsirkan surat Al Haaqqah ayat 17;

    \"Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arsy Rabbmu diatas mereka\"

    Diriwayatkan dari sa\’ad bin Jubair bahwa jumlah malaikat pemikul Arsy adalah delapan shaf demikian pula berita yang diterima dari Ibnu Abbas. Dan dalam satu shaf tidak terkira jumlahnya. (Tafsir Ibnu Katsir 4/796)\"

    dan Habib dsitu mngtkan bhwa arsy itu adlh t4 kaki allah,apkh benar bib.
    mohon maaf bib,sya org sangat awam.
    mhon pnjlsnnya,

    #188003560
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,

    Saudaraku yg kumuliakan,
    ayat ayat dan hadits itu disebut mutasyabih, tidak jelas maknanya karena banyak ayat lain yg bertentangan, dan mustahil ayat bertentangan satu sama lain.

    mereka mengatakan 500 tahun, 700 tahun dlsb, kita bertanya : 500 tahun yg mana?, dalam Alqur\’an surat Al Ma\’arij Allah swt berfirman : Naiknya para malaikat itu kepada Nya dalam satu hari dg perhitungan 50.000 tahun.

    dalam ayat lain Allah mengatakan 1 hari dilangit adalah 1000 tahun,

    lalu 500 tahun itu yg mana ?, apa yg 1 harinya 50.000 tahun X 365 hari X 500?
    atau 1000 tahun X 365 hari X 500 ?

    jika Allah swt ada di Arsy maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?

    berikut penjelasan saya secara mendetail yg membungkam semua pemahaman mereka, dg dalil Aqur\’an, hadits hadits shahih dan syarah fatwa para sahabat dan para Imam mengenai ayat mutasyabih, saya nukilkan dari buku saya kenalilah akidahmu edisi 2.

    II.1. AYAT TASYBIH
    Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin yang melenceng dari kebenaran dan makin banyak muncul masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yang sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada di langit, mempunyai tangan, wajah dll, yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid Ilahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat – ayat dan hadits tersebut.

    Sebagaimana makna Istiwa, yang sebagian kaum muslimin sesat sangat gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT”. Entah darimana pula mereka menemukan makna kalimat Istiwa adalah semayam, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat – ayat dan nash hadits lain.

    Bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada? Dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah Swt turun kelangit yang terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits No.758, sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir dan waktu sepertiga malam terakhir terus bergeser ke arah bumi bagian lainnya.

    Maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari bumi di langit yang terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka. Jelaslah bahwa hujjah yang mengatakan Allah ada di Arsy telah bertentangan dengan hadits qudsiy diatas, yang berarti Allah itu tetap di langit yang terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits qudsiy mengatakan Allah di langit yang terendah.

    Berkata Hujjatul Islam Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab : [b][i]”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tidak diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”. [/i][/b]
    Demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yang menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yang beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang – orang yang tidak baik yang mempermasalahkan masalah ini.

    Lalu bagaimana dengan firman Nya :[b] ”Mereka yang berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka”[/b] (QS. Al Fath : 10),
    dan disaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yang turut berbai’at pada sahabat.

    Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman :[b] ”Barangsiapa memusuhi wali-Ku sungguh Ku-umumkan perang kepadanya, tiadalah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan hal – hal yang fardhu, dan Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan hal – hal yang sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka Aku menjadi telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yang ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada-Ku niscaya Ku-beri permintaannya….”[/b] (Shahih Bukhari hadits No.6137)

    Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas – jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yang taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya.

    Masalah ayat atau hadist tasybih (kesaruan makna) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
    1. Pendapat Tafwidh Ma’attanzih
    2. Pendapat Ta’wil

    III.1.1 Madzhab Tafwidh Ma’attanzih
    Madzhab Tafwidh Ma’a Tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kepada Allah swt, dengan I’tiqad Tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)
    Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu’minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga dipegang oleh Imam Abu Hanifah (imam hanafi).

    Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan seperti para Imam yang memegang madzhab tafwidh ma\’attanzih

    II.1.2 Madzhab Takwil
    Madzhab Takwil yaitu menakwilkan ayat atau hadist tasybih sesuai dengan ke-Esaan dan Keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Nawawi dll. (Syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)

    Pendapat ini berlandaskan dalam Alqur’an dan hadits hadits shahih, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam – imam ahlussunnah waljamaah.

    Seperti ayat : ”Nasuullaha fanasiahum” mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka, (QS. At-taubah : 67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum” sungguh kami telah lupa pada kalian, (QS. Assajdah : 14).

    Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dengan sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah Tuhanmu itu lupa” (QS. Maryam : 64)

    Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk-Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba-Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits No.2569)

    Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?

    Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Nawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit pada Allah adalah hamba-Nya, dan kemuliaan serta kedekatan-Nya pada hamba-Nya itu. ”Wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan-Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala Shahih Muslim Juz 16 hal 125)

    Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yang berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy).

    Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan-Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa – apa yang mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas Tuhan sekalian alam” . (QS. Asshaffat : 180-182). Walillahittaufiq

    Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

    Wallahu a\’lam

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Tauhid’ is closed to new topics and replies.