Home › Forums › Forum Masalah Umum › Hayatu Muhammad
- This topic has 7 replies, 7 voices, and was last updated 17 years, 6 months ago by MuhammadSulton.
-
AuthorPosts
-
October 2, 2007 at 5:10 pm #82558616KabutParticipant
Assalamualaikum.. Ya habibiy. Semoga antum selalu diberikan kesehatan oleh Allah untuk terus menegakkan panji Rasul Pilihan, Muhammad SAW. Bib, ana ingin tanya tentang kitab \’hayatu Muhammad\’ karya Muhammad Husain Haikal. Ana punya bukunya yang terjemahan Ali Audah, menurut antum karangan beliau itu sesuai dengan ahlussunnah? Ana baru baca mukaddimahnya, jadi ana ingin tanya dulu ke antum. Syukran yaa habibiy
October 3, 2007 at 1:10 am #82558646Munzir AlmusawaParticipantAlaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Cahaya Keberkahan Lailatul Qadr semoga selalu menerangi hari hari anda dengan kebahagiaan,
Saudaraku yg kumuliakan,
saya pernah dengar akan buku itu, namun saya belum pernah menelaahnya dengan seksama, maka saya belum berani memastikan kebenaran atau kesalahannya, [b]barangkali teman teman kita ada yg bisa membantu?[/b]Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a\’lam
October 4, 2007 at 10:10 am #82558719isniParticipantsptnya hrs tau dulu siapa penerjemahnya… (ribetnya belajar dari buku, bisa banyak diskon alias sensor klo penerjemahnya wahabi he he.. memang jauh lebih mudah belajar dari Guru :D)
berikut secuplik referensi tentang Ali Audah sang penerjemah
Arsip majalah Berita Buku, Januari 1996).
Oleh Budiman S. Hartoyo
……Cut to save bandwith….
Ia adalah Ali Audah, yang 15 Juli lalu (1995) genap berusia 71 tahun. Niscaya tak seorang pun peminat sastra Indonesia modern yang tak mengenal namanya, baik sebagai sastrawan, maupun penerjemah. Karya terjemahan unggulannya yang belum lama ini terbit ialah Abu Bakar as-Siddiq, Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi – alihbahasa dari karya wartawan dan sastrawan Mesir terkenal, Dr. Muhammad Husain Haekal (Litera AntarNusa, Bogor-Jakarta, 1995, 391 halaman).Sebelumnya, ia meluncurkan buku Qur’an, Terjemahan dan Tafsirnya karya mufasir terkenal, Abdullah Yusuf Ali, dua jilid (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, masing-masing 750 halaman) hasil terjemahannya. Salah satu karya masterpiece-nya ialah Konkordansi Qur’an, Panduan Kata dalam Mencari Ayat Qur’an (Litera AntarNusa, Bogor-Jakarta, 1991, 861 halaman). …. cut
Dari tangannya juga telah lahir karya terjemahan yang mendapat pujian banyak kalangan, dan juga laku di pasaran buku, yaitu Sejarah Hidup Muhammad, juga karya Muhammad Husain Haikal (Litera AntarNusa, Bogor-Jakarta, 1992, 697 halaman). Pertama kali terbit pada 1992, buku itu sudah dicetak ulang sampai 15 kali. Pada 1995 ini mungkin sudah dicetak ulang lagi beberapa kali.
…….
Berikut wawancara Berita Buku dengan Ali Audah di rumahnyaBagaimana sesungguhnya terjemahan yang bagus?
Terjemahan yang bagus ialah yang tidak verbatim atau harfiah, tapi juga tidak parafrase atau terlalu bebas. Tengah-tengahlah, sehingga kita tahu bahwa ini terjemahan, dan tanpa mengurangi gaya asli pengarang. Malah gaya asli si pengarang bisa kita ambil. Orang yang tidak tahu mengira, bahwa \"gaya\" ini harfiah. Tidak. Jadi, terjemahan yang baik itu begitu. Terjemahan yang verbatim atau harfiah, jelas tidak bagus. Kita sering baca terjemahan seperti itu, tapi nggak ngerti apa maksudnya. Sedang terjemahan yang parafrase, kadang-kadang dilakukan karena si penerjemah tidak bisa menangkap pikiran si pengarang, tidak bisa menangkap bahasanya, kemudian dia tulis pikiran dia sendiri.
Kalau terjemahan itu kita cocokkan dengan aslinya, tidak bisa dilacak. Penerjemah itu bikin kalimat sendiri, paragraf sendiri, dan seterusnya. Ini sangat berbahaya, karena konsep, pikiran dan gaya – bahkan nuansa pikiran pengarang – tidak bisa ditangkap dan diungkapkan. Dalam terjemahan seperti ini, mungkin si penerjemah tidak bisa menangkap bahasa atau pikiran si pengarang. Kalau penerjemah mengalami kesulitan dan tidak bisa mengatasi, ia harus menyertakan catatan kaki, misalnya begini, \"Kalimat atau alinea yang ini sulit diterjemahkan, dan inilah terjemahan yang paling mendekati.\"
Seorang penerjemah tidak bisa menerjemahkan karya ilmiah atau agama hanya dengan mengandalkan ensiklopaedi atau kamus. Ia juga harus menggunakan buku-buku referensi. Kalau tidak, saya khawatir terjemahan itu meleset. Untuk menerjemahkan buku sejarah, dia harus membaca pula buku sejarah karya pengarang lain. Kalau menerjemahkan buku biografi, ia harus membaca biografi lain. Dia tidak bisa ingin cepat-cepat selesai menerjemahkan hingga terburu-buru. Sedang untuk menerjemahkan novel, harus dilihat pula latar belakang budayanya.
Bagaimana komentar Anda mengenai terjemahan buku-buku agama yang kebanyakan terlalu harfiah?
Sekarang ini sudah mulai banyak terjemahan buku-buku agama dari Bahasa Arab yang lebih maju. Sudah umayan bagus dibanding terjemahan di tahun-tahun 1940 atau 1950-an dulu. Dulu, mungkin para penerjemah sangat berhati-hati karena masalah agama dianggapnya sangat sakral, sehingga terjemahannya harfiah sekali. Mereka mengikuti saja gaya atau ungkapan Bahasa Arab. Kalimat Bahasa Arab itu kan mula-mula dinafikan atau negatif, baru kemudian anak kalimatnya positif. Nah, penerjemah mengikuti saja hingga terjemahannya terasa aneh.
Sekarang sudah banyak terjemahan yang agak baik. Cuma masih ada yang saya sesalkan, misalnya, masih ada penerjemah yang melompati kalimat atau alinea tertentu. Entah sengaja atau tidak, tapi kadang-kadang kalau ada kalimat yang sukar lalu dilompati atau ditinggalkan begitu saja. Saya tidak ingat buku apa, tapi ada. Saya tidak tahu apa sebabnya. Kalau ada kesulitan seperti ini, mestinya penerjemah memberi pengantar atau catatan kaki. Ini bukan kritik, hanya sekedar perbandingan saja.
….Cut.Bagaimana kegiatan terjemahan di Indonesia dibanding negeri lain?
Di negeri maju terjemahan itu sangat penting. Itu sebabnya Almarhum Soetan Takdir Alisjahbana tak jemu-jemunya menganjurkan \"pengambil-alihan\" ilmu pengetahuan melalui terjemahan berbagai buku ilmu pengetahuan. Menurut majalah Pasific Friends, Jepang merupakan \"kerajaan terjemahan\", traslation empire. Hampir semua buku yang terbit di dunia, bahkan belum beredar, sudah diterjemahkan di Jepang. Yang mereka terjemahkan buku-buku mengenai berbagai ilmu pengetahuan, dalam disiplin ilmu apa saja.
Pentingnya terjemahan bahkan sudah terbukti ketika peradaban Islam menjadi jembatan bagi masyarakat Barat untuk mengenal peradaban Yunani melalui terjemahan buku-buku filsafat, sastra dan kedokteran. Itu terjadi kira-kira di abad ke-11 atau 12 Masehi, atau abad ke-5 atau ke-6 Hijri. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut laporan Unesco (1970), Indonesia menempati peringkat kedua dari bawah, di atas Kamboja atau Vietnam. Nomor satu adalah Jerman, yang di tahun 1970 dalam setahun menerbitkan 5.000 buku, sementara Indonesia cuma 200-an. Untuk Asia, Jepang berada di peringkat paling atas.
Bagaimana agar peringkat Indonesia naik?
Bagaimana bisa menaikkan peringkat, kalau honorarium untuk karya terjemahan masih terlalu kecil? Karena ya itu tadi, ada anggapan bahwa karya terjemahan itu \"kelas dua\" setelah karya asli. Kadang-kadang naskah dibeli begitu saja, misalnya Rp 3.000 per halaman. Sebaiknya jangan dibayar dengan cara seperti itu, tapi dengan membayar royalti seperti halnya membayar pengarang yang menulis karya asli. Kalau pun dibayar dengan royalti, di sini juga masih dibedakan antara karya asli dan terjemahan. Jumlahnya pun kurang dari separo dari karya asli. Karena itu semangat menerjemahkan sangat rendah. Itu pertama.
Kedua, penguasaan bahasa asing di kalangan para pengarang kita juga sangat kurang. Mungkin mereka lancar ketika berbicara, tapi begitu menerjemahkan mereka kurang mampu. Padahal mereka itu rata-rata para sarjana yang boleh dibilang berbobot. Apalagi kalau terjemahan itu harus memenuhi persyaratan seperti yang saya uraikan tadi. Sebaiknya terjemahan itu dari tangan pertama, dari bahasa aslinya. Menerjemahkan tidak cukup hanya dengan kamus, bahkan tidak cukup hanya dengan satu kamus. Sebenarnya siapa pun bisa menerjemahkan. Saya tidak setuju dengan pendapat bahwa untuk menerjemahkan diperlukan bakat. Tidak. Menerjemahkan bisa dilakukan dengan latihan.
Buku-buku berbahasa Arab sebenarnya masih banyak yang sangat perlu diterjemahkan. Ada berpuluh-puluh. Tapi, saya sudah tidak mampu menanganinya, sementara untuk mencari penerjemah yang baik sangat susah. Selama ini ada penerjemah, tapi hanya melayani selera penerbit, atau menerjemahkan buku-buku agama saja. …
….
Suka duka dalam menerjemahkan tentu ada. Kadang-kadang untuk menerjemahkan satu kata atau satu kalimat – supaya tepat dan pas betul – bisa makan waktu sapai satu-dua jam. Saya harus mencari, mencocokkan dan membandingkannya di berbagai kamus, ensiklopedi, atau buku-buku referensi lain. Kalau masih buntu juga, biasanya saya tinggalkan dulu, lalu saya membaca buku lain. Hal ini bisa kita maklumi, sebab para pengarang Arab modern tidak mau menggunakan bahasa asing. Mereka tetap menggunakan Bahasa Arab, biarpun untuk istilah-istilah teknologi.
….lengkap: http://budimanshartoyo.blogspot.com/2007/01/ali-audah-sastrawan-yang-tidak-makan.html
October 4, 2007 at 5:10 pm #82558744khunthaiParticipantAssalamu\’alaikum wrwb.
Buku ini tebal, tapi enak dibaca. Sekali kita membaca tak terasa akan terus menerus membacanya.Sangat realistis, tidak percaya pada hal-hal yang bersifat ghaib/mukjizat. Misalnya, Isra\’ mi\’raj dikatakan hanya ruh saja. Penyampaian wahyu pertama di gua hira berupa mimpi (kalau tak salah ingat). Pembelahan dada Nabi saw di waktu kecil, diceritakan dalam bentuk lain, dll.
Sebagai cerita maulid berbasis sejarah.. buku ini enak dibaca, dengan mengingat (kelemahan) hal2 di atas. Kejadian2 sebelum kelahiran Nabi saw, peristiwa kelahiran, masa kecil, dst, masa perang2.. sampai wafatnya, diceritakan secara runtut dan realistis. Mengabaikan peristiwa2 ajaib/ghaib dan mukjizat2 Nabi di masa hidupnya (selain al Qur\’an). Mungkin ini karena pengarangnya yang sarjana jebolan Perancis.
Dan dengan cara yang sama (logis realistis), penulis membantah tuduhan2 jahil para missionaris nasrani di dalam cerita Nabi saw tersebut.
Ada kok di web, edisi lengkapnya: [url]http://media.isnet.org/islam/Haekal/Haekal.html[/url]
Mohon maaf kalau ada kesalahan.
Moga manfaat.October 5, 2007 at 7:10 am #82558797AZIS NURYADINParticipantSaya melihat bahwa Hayyatu Muhammad karya M. Husain Haikal ini agak kurang cocok dengan Ahlus Sunnah wal Jam\’ah. Ya diantaranya seperti yang sudah disebutkan, bahwa Isra` Mi\’raj hanya dengan ruh saja, dan banyak juga hal-hal lain yang kurang cocok, tapi ga 100%.
Kalau Anda memang ingin membaca siroh nabawiyah, saya sarankan Anda untuk membaca Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa\’id Ramadhan Al-Buthy, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc, terbitan Robbani Press. Kayaknya itu lebih aman. Disitu juga dijelaskan mengenai perang antara Sayyidina Ali dan Muawiyyah, bahwa kedua belah pihak berperang berdaasrkan ijtihad, jadi keduanya berada pada kebenaran. Jadi, adalah salah jika ada yang berkata bahwa Muawiyyah adalah pemberontak. Dan kalau tidak salah ingat, dalam buku tersebut tidak ada dikatakan bahwa Abu Thalib itu masuk neraka sebagaimana yang sering dikatakan oleh orang-orang yang menyebut kelompok mereka sebagai Salafi. Dan menariknya lagi, dalam buku itu dijelaskan mengenai pelajaran, ibroh, atau pun hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin..Atau kunjungi saja hotarticle.org pada kategori Sejarah. Atau mungkin ada saran yang lain?
Wassalam
October 8, 2007 at 5:10 pm #82558947jambheParticipantAss..Wr.Wb
Semoga keberkahan selalu tercurah kpd guru kita Hb.Munzir dan seluruh jamaah majelis Rasulullah SAWmenurut ana untuk saudara Ipoenk….
sebelum antum membaca buku2 tentang agama Islam yang terjemahan Indonesia lebih baik baca dulu buku \"KENALILAH AQIDAHMU\", buku yang di tulis langsung oleh guru kita Al-Habib Munzir Al-Musawa.Hal ini ana sarankan krn banyak buku agama Islam yang telah diperjualbelikan di pasaran tetapi disalah tafsirkan kandungan maknanya oleh orang2 yang memang ingin merusak aqidah ummat islam baik dengan sengaja maupun tidak sengaja.
namun apabila kita sudah faham betul dengan aqidah kita,aqidah yang di ajarkan oleh orang2 sholeh, aqidah orang2 yang selalu menjunjung tinggi ajaran2 sunah Nabi SAW,aqidah yang bersambung langsung kepada Rasulullah SAW, maka dengan sendirinya di dalam diri kita akan terdapat benteng untuk melindungi kita dari pemahaman aqidah yang dangkal.October 8, 2007 at 8:10 pm #82558948khunthaiParticipantAssalamu\’alaikum wrwb.
Pertama kali baca buku ini (Hayatu Muhammad), kagok juga. Karena tidak ada bacaan sholawat untuk baginda Nabi saw. Tidak ada kata-kata shalallahu \’alaihi wassalam, atau saw, dll. Demikian juga untuk keluarga dan para sahabat beliau. Hanya disebut nama-nya saja. Benar2 seperti membaca novel sejarah hidup seorang manusia bernama Muhammad, yg diberi wahyu.Jika kita sdh mempunyai dasar ttg kisah hidup baginda Nabi saw sesuai aqidah ahlus sunnah wal jamaah, mungkin tidak ada masalah. Tetapi kl buku ini dijadikan satu2nya pegangan .. saya kira tidak tepat.
Namun demikian.. jawaban2 thd tuduhan2 para missionaris merupakan nilai plus tersendiri. Karena para missionaris juga gak bakalan mau kalau jawaban tidak realistis/rasional.
Semoga manfaat.
Wallahu a\’lam.October 9, 2007 at 9:10 am #82558971MuhammadSultonParticipantAssalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Afwan nih saya cuman mau kasih tau kalo untuk buku riwayat NABI SAW saya rekomendasikan kitab karangan HABIB H.M.H Al Hamid Al Husaini dengan JUDUL \"RIWAYAT KEHIDUPAN NABI BESAR MUHAMMAD SAW\". Ini buku BEST SELLER looh dan harganya lebih murah dari karangan HAEKAL.
Saya jamin buku ini menarik dan sesuai dengan aqidah AHLUSUNNAH WAL JAMAAH.
Banyak di jual di toko buku terutama toko buku WALI SONGO di Kwitang Senen.Wallahu\’alam
Muhamamd Sulton -
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Umum’ is closed to new topics and replies.