Home Forums Forum Masalah Fiqih KENDURI ARWAH, TAHLILAN & YASINAN MENURUT ULAMA

Viewing 10 posts - 11 through 20 (of 24 total)
  • Author
    Posts
  • #78016402
    Munzir Almusawa
    Participant

    saudaraku yg kumuliakan,
    tampaknya penjelasan diatas telah jelas dan gamblang, anda dapat mengkajinya.

    wallahu a\’lam

    #78016441
    OMAR BARAQBAH
    Participant

    Assalamualaikum Ya Sayyidi,
    Ana membaca tulisan-tulisan diatas hanya menjelaskan tentang acara KENDURI ARWAH, TAHLILAN & YASINAN MENURUT ULAMA namun tidak menjelaskan satupun mengenai sampai tidaknya pahala yang di kirimkan kepada si Mayit dari bacaan yang dibaca pada acara tersebut .

    Wassalam,

    #78016445
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Rahmat dan kesucian hari hari ramadhan semoga selalu menerangi hari hari anda,

    saudaraku yg kumuliakan, maaf kalau saya tak memperjelas, sungguh pembahasan ini telah saya jelaskan di forum ini dg sejelas jelasnya, ucapan diatas adalah memperjelas masalah tahlilan yg telah saya ulas di artikel di halaman depan, dan diatas telah disebutkan bahwa hadits hadits shahih telah memperjelas sampainya pengiriman amal, sedekah, dan para ulama telah sepakat sampainya doa doa, dan tahlilan itu adalah doa.

    namun jika anda perlu penjelasan lebih gamblang, maka saya tampilkan jawaban saya sebelumnya di website ini sebelum tanya jawab diatas.

    saudaraku yg kumuliakan,
    Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain.
    Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ?

    Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yg Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yg telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yg telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits no.1967).

    dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yg memungkirinya apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab Imam Syafi’i, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau wahai Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila hal ini tidak disebutkan maka sebagian Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak sampai.

    Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berikhtilaf adalah pd Lafadznya. Demikian pula Ibn Taimiyyah yg menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat : \"DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh dg ayat “DAN ORAN ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”,

    Mengenai hadits yg mengatakan bahwa bila wafat keturunan adam, maka terputuslah amalnya terkecuali 3 (tiga), shadaqah Jariyah, Ilmu yg bermanfaat, dan anaknya yg berdoa untuknya, maka orang orang lain yg mengirim amal, dzikir dll untuknya ini jelas jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah SAW menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yg dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al Qur\’an untuk mendoakan orang yg telah wafat : \"WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN\", (QS Al Hasyr-10).

    Mengenai rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam Imam yg memungkirinya, siapa pula yg memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?, hanya syaitan yg tak suka dengan dzikir.
    Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat qur’an, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dg tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Qur’an dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk mempermudah muslimin terutama yg awam.
    Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab,
    bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ?,

    munculkan satu dalil yg mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yg wafat) tidak di Al Qur’an, tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yg mengada ada dari kesempitan pemahamannya.

    Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yg melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yg sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yg melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yg alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan Iblis dan pengikutnya ?, siapa yg membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yg berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yg nyata.

    Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yg merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yg ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yg berpuasa pada hari 10 muharram, (shahih Bukhari) bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727)

    Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh dan para Imam imam mengirim hadiah pd Rasul saw :
    • Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw”.
    • Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yg pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw, ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia memiliki 70 ribu masalah yg dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H
    • Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).

    demikian saudaraku yg kumuliakan,

    Walillahittaufiq

    #78016480
    OMAR BARAQBAH
    Participant

    Assalamualaikum Ya Sayyidi,
    Ada beberapa hal lagi yang menjadi ganjalan.
    1. Imam Nawawi dalam Kitabnya SYARAH MUSLIM ( JUZ 1 HAL.90) dan Kitab TAKLIMATUL MAJMU\’ (JUZ 10 HAL 426) Membantah bahwa Pahala Baca\’an dan Sholat yang Digantikan bagi si mayit tidak akan sampai kepada si mayit. Kalo tidak salah Imam Nawawi ini bermazhab Syafi\’i (Koreksi jika Ana salah).
    2. Al Haitami dalam Kitabnya AL FATAWA AL KUBRA AL FIGHIYAH ( JUZ 2 HAL 9 )
    3. Imam Muzani dalam Hamisy AL UM, AS SYAFI\’I ( JUZ 7 HAL 269)
    4. Imam Al Khazin dalam tafsirnya Al Khazin , AL JAMAL (JUZ 4 HAL.236), lebih jelas mengatakan :
    \" DAN YANG MASYHUR DALAM MAZHAB SYAFI\’I BAHWA BACA\’AN QUR\’AN (YANG PAHALANYA DI KIRIMKAN KEPADA MAYIT) ADALAH
    TIDAK DAPAT SAMPAI KEPADA MAYIT YANG DIKIRIMI\"

    Dan masih ada beberapa kitab ulama AHLU SUNNAH yang menjelaskan kurang lebih sama dengan yang ada di atas.

    Dari pengamatan Ana, kalau di lihat betul dari beberapa literatur Kaum AHLU SUNNAHNYA PARA ALAWIYIN dan Syia\’h, bahwa Tradisi Kaum AHLU SUNNAHNYA PARA ALAWIYIN (HABAIB) lebih banyak kemiripannya dengan tradisi kaum Syi\’ah ( Cuman DI SYI\’AH SAHABAT YANG DIANGGAP MURSAL DI BUANG/ DICORET DARI DAFTAR MEREKA ) dari pada dengan MEREKA yang ada di ke 4 mazhab SUNI.

    WASSALAM,

    #78016487
    Munzir Almusawa
    Participant

    saudaraku yg kumuliakan, saran saya anda belajarlah dengan guru yg mempunyai sanad yg jelas, mengutip dari sana sini merupakan hal yg menyesatkan,

    anda berbicara dengan menukil ucapan orang wahabi, saya ragu anda membaca buku buku itu sendiri, anda hanya mengambil saja dan barangkali anda belum pernah melihat buku buku itu, kami mengenal siapa Imam Nawawi, kami mempunyai sanad kepada Imam Nawawi, kami mengenal Imam syafii dan kami mempunyai sanad kepada Imam syafii, demikian pula pada Imam Bukhari, Imam Muslim, dan juga Imam Imam Muhaddistin lainnya, kami mempunyai sanad yg bersambung kepada mereka, kami tidak menukil dan meraba raba dengan buku buku terjemah,

    pertanyaan anda sudah pernah saya jawab di web ini,

    pertanyaan dari wahabi, anda jangan tersinggung dg jawaban dibawah ini karena merupakan nukilan ulang dari jawaban saya yg lalu : dan saya jawab sbgbr :

    3 hal yg akan saya jawab dari ucapan mereka ini,

    dan perlu saya jelaskan bahwa mereka ini adalah bodoh dan tak memahami syariah atau memang sengaja menyembunyikan makna, atau kedua duanya, licik bagaikan missionaris nasrani dan ingin membalikkan makna sekaligus bodoh pula dalam syariah.

    1. Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan :
    [b]
    [size=4]من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه
    الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا التفات اليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابها الى الميت الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصلح وأصحهما ثم محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء الله تعالى وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار الى اختيار هذا وقال الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج فانها تصل بالاجماع ودليل الشافعى وموافقيه قول الله تعالى وأن ليس للانسان الا ما سعى وقول النبى صلى الله عليه وسلم اذا مات ابن آدم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
    [/size][/b]

    “Barangsiapa yg ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa apa yg diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yg hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yg mengingkari nash nash dari Alqur’an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.

    Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yg wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yg diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yg lebih masyhur hal ini tak bisa, namun pendapat kedua yg lebih shahih mengatakan hal itu bisa, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.

    Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yg masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari kelompok Syafii yg mengatakannya sampai, dan sekelompok besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yg lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab : “Barangsiapa yg wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang wanita yg wafat ibunya yg masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar(meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit,

    telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan kita” maksudnya dari madzhab syafii) yg muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yg tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist2 shahih) bahwa itu semua sampai dengan pendapat yg sepakat para ulama.

    Dan dalil Imam syafii adalah bahwa firman Allah : “dan tiadalah bagi setiap manusia kecuali amal perbuatannya sendiri” dan sabda Nabi saw : “Bila wafat keturunan adam maka terputus seluruh amalnya kecuali tiga, shadaqah Jariyah, atau ilmu yg bermanfaat, atau anak shalih yg mendoakannya”. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90)

    [b]Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat, dan yg lebih masyhur adalah yg mengatakan tak sampai, namun yg lebih shahih mengatakannya sampai,

    tentunya kita mesti memilih yg lebih shahih, bukan yg lebih masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yg shahih adalah yg mengatakan sampai, walaupun yg masyhur mengatakan tak sampai, berarti yg masyhur itu dhoif, dan yg shahih adalah yg mengatakan sampai.[/b]

    maka dari kesimpulannya Imam Nawawi menukil bahwa sebagian ulama syafii mengatakan semua pengiriman amal sampai.

    Inilah liciknya orang orang wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambah”, mereka menggunting gunting ucapan para imam lalu ditampilkan di web web, inilah bukti kelicikan mereka,

    Saya akan buktikan kelicikan mereka :

    2. Ucapan Imam Ibn katsir :[size=4]
    [b]
    وأن ليس للإنسان إلا ما سعى أي كما لا يحمل عليه وزر غيره كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه ومن هذه الآية الكريمة استنبط الشافعي رحمه الله ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماءة ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة رضي الله عنه ولو كان خيرا لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما[/b][/size]

    “ Yakni sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalanya sendiri, dan dari ayat yang mulin ini (ayat 39,Surah An-Najm) Imam Syaf’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh karena itu Rosulullah shallallahu \’alayhi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala melalui bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan baik dengan nash maupun isyarat, dan tidak ada seorangpun (shahabat) yang mengamalkan perbuatan tersebut, jika amalan itu baik, tentu mereka lebih dahulu mengamalkanya, padalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”

    Mereka memutusnya sampai disini, demikian kelicikan mereka, padahal kelanjutannya adalah :

    “Namun mengenai doa dan sedekah maka hal itu sudah sepakat seluruh ulama atas sampainya, dan telah ada Nash nash yg jelas dari syariah yg menjelaskan keduanya” (Tafsir Imam Ibn Katsir juz 4 hal 259).

    nah. telah jelas bahwa tahlilan itu adalah doa, dan semua pengiriman amal itu dengan doa : \"wahai Allah, sampaikanlah apa yg kami baca, dari…. dst, hadiah yg sampai, dan rahmat yg turun, dan keberkahan yg sempurna, kehadirat…..\"

    bukankah ini doa?, maka Imam Ibn Katsir telah menjelaskan mengenai doa dan sedekah maka tak ada yg memungkirinya.

    Lalu berkata pula Imam Nawawi :[size=4][b]
    أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل[/b][/size]

    “Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa doa, dan pembayaran hutang (untuk mayyit) dengan nash2 yg teriwayatkan masing masing, dan sah pula haji untuk mayyit bila haji muslim,

    demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yg sunnah, demikian pendapat yg lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa, dan yg lebih benar adalah yg membolehkannya sebagaimana hadits hadits shahih yg menjelaskannya,

    dan yg masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yg membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal 90)

    Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :[b][size=4]
    ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر وروي عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى إذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ[/size][/b]

    “Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.

    Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai Abu Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya), maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad : :”katakana pada orang yg tadi kularang membaca ALqur’an dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)

    Dan dikatakan dalam Syarh AL Kanz :[size=4][b]
    وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة[/b]
    [/size]

    “sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.

    Namun hal yg terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,

    dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yg masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,

    dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yg lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal,

    [b]dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yg hidup, keluarga dekat atau yg jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yg sangat banyak” (Naylul Awthar Juz 4 hal 142).[/b]

    Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yg mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yg mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.

    Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa apa yg kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yg mengingkarinya dan tak adapula yg mengatakannya tak sampai.

    Dan sungguh hal yg lucu bila kalangan wahabi ini meracau dengan mengumpulkan dalil gunting sambung lalu menyuguhkan kita racun agar kita teracuni,
    mereka kena batunya di website MR.. he..he..

    jawaban saya yg pertama telah jelas bahwa banyak para Muhaddits dan Imam yg menghadiahkan pahala bacaan Alqur\’annya pada rasul saw dll.

    wallahu a’lam

    [b]pendapat saya, justru syiah yg banyak mencuri cara cara Imam Imam Ahlulbait untuk kelicikan mereka, dan mereka adalah pengkhianat Ahlulait, merekalah musuh Ahlulbait namun mereka berkedok dg mencintai Ahlul Bait, naudzubillah dari Akidah yg memusuhi Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, Khalifah Umar bin Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra,

    mereka yg memusuhi para khulafa urrasyidin adalah musuh kaum muslimin, mereka musuh Allah dan Rasul Nya, dan akan mati dalam su\’ul khatimah jika tidak bertaubat.
    [/b]
    demikian saudaraku yg kumuliakan,

    wallahu a\’lam

    #78016573
    OMAR BARAQBAH
    Participant

    Assalamualaikum Ya Sayyidi,
    Jadi bagaimana untuk kitab rujukan selain yang Antum sebut diatas ( Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi ) yaitu :
    1. Al Haitami dalam Kitabnya AL FATAWA AL KUBRA AL FIGHIYAH ( JUZ 2 HAL 9 )
    2. Imam Muzani dalam Hamisy AL UM, AS SYAFI\’I ( JUZ 7 HAL 269)
    3. Imam Al Khazin dalam tafsirnya Al Khazin , AL JAMAL (JUZ 4 HAL.236),
    Adalah potongan/penggalan alias tidak lengkap ?

    Antum juga menyebutkan bahwa Kaum Syiah mencuri cara-cara Imam Alhulbait ?
    Siapakah Imam Ahlulbait yang Sayyidi maksud ? Apakah Imam Syafi\’i termasuk didalamnya ?

    Wasalam,

    #78016648
    Munzir Almusawa
    Participant

    silahkan anda munculkan ucapan imam imam itu secara jelas, jangan menukil artikel orang lain lalu turut berfatwa, apakah anda faham bahasa arab?, atau cuma menukil?, anda pernah baca buku mereka?, atau belum pernah melihatnya?

    saya bicara Fatwa Imam Nawawi saya mempunyai sanad pada Imam Nawawi, saya bicara fatwa Imam Syafii dan saya mempunyai sanad pada Imam Syafii, saqya bicara Imam ALi bin Abi Thalib kw, saya memiliki sanad pada Imam Ali kw,

    dan ilmu tidak diakui tanpa sanad,

    sedangkan syiah adalah pencuri ajaran ahlulbait lalu berkhianat pada Ahlulbait, dengan mengaku cinta Imam Alil, memukul dada dan tubuh di hari wafatnya Imam Husein, untuk apa?, apa gunanya?, meratapi kematian Imam Husein, untuk apa?, mereka lah yg meninggalkan Imam Husein saat Imam Husein berjihad, semua orang syiah kabur tak mau membela hingga Imam Husein wafat sebagai syahid.

    mereka mengaku Imam Mahdi adalah dari mereka, ditunggu didepan goa, dipanggil panggil karena konon Imam Mahdi akan keluar dari goa itu, riwayat mereka semua palsu dan bathil,

    dan mengenai Imam Imam Ahlulbait, ketahuilah Jumhur Imam Ahlul Bait bermadzhabkan syafii, dan Madzhab syafii dikenal sebagai madzhab yg paling banyak diikuti Ahlul bait Rasul saw.

    #78016649
    Budi
    Participant

    buat muntazar, anda ngga usah muter balikin habib munzir deh, beliau sibuk, saya siap memberi anda kejelasan,

    FATWA FATWA PARA IMAM DAN ULAMA
    TENTANG SYIAH

    Pembaca yang kami hormati, dibawah ini kami kutipkan fatwa-fatwa para Imam dan para Ulama. Mereka itu mengeluarkan fatwa-fatwa setelah mempelajari dan mengetahui sampai dimana kesesatan Syiah. Bahkan dari mereka itu ada yang hidup dalam satu zaman dan satu daerah dengan orang-orang Syiah.
    Fatwa-fatwa para Imam dan Ulama ini kami kutip dari kitab “Ushul Mazhab Asy’Syiah Al-Imamiyah Al-Its’naasyariyah” oleh Dr. Nasir bin Abdullah bin Ali Al Ghifari.
    Para Imam dan para Ulama tersebut dengan tegas menghukum Kafir orang-orang Rofidhoh atau orang-orang Syiah yang suka mencaci-maki dan mengkafirkan para sahabat, serta menuduh Siti Aisyah istri Rasulullah SAW berbuat serong dan berkeyakinan bahwa Al-Qur\’an yang ada sekarang ini sudah tidak orisinil lagi (Muharrof).
    Diantara para Imam dan para Ulama yang telah mengeluarkan fatwa-fatwa tersebut adalah :

    Imam Malik # Imam Ahmad Bin Hanbal # Imam Bukhori
    Abdurrahman Bin Mahdi # Al-Faryabi # Ahmad Bin Yunus

    Abu Zur’ah Ar-Rozi # Abdul Qadir Al Baghdadi # Al Qodhi Abu Ya’la
    Ibnu Hazm # Abu Hamid Al Ghazali # Al Qadhi Iyadh # Ar Rozi
    Ibnu Taimiyah # Ibnu Katsir # Abul Mahaasin Yusuf Al Waasithi
    Syah Abdul Aziz Dahlawi # Muhammad Bin Ali Asy Syaukani

    Para Ulama Sebelah Timur Sungai Jaihun

    Dan masih banyak lagi Ulama-ulama yang Nama-namanya tidak kami sebutkan disini.

    IMAM MALIK

    االامام مالك

    روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول :

    قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم

    ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.

    ( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )

    Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam”

    .
    ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )

    Begitu pula Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath ayat 29, yang artinya :
    “ Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.
    Beliau berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.
    Beliau berkata : “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah Ulama.

    (Tafsir Ibin Katsir, 4-219)

    Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin”.

    (Tafsir Al Qurthubi, 16-297).

    IMAM AHMAD

    الامام احمد ابن حمبل

    :
    روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سألت ابا عبد الله عمن يشتم

    أبا بكر وعمر وعائشة ؟ قال: ماأراه على الاسلام

    .
    ( الخلال / السنة : ۲، ٥٥٧)

    Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”.

    ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).

    Beliau Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata : “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari”.

    (Al Khalal / As Sunnah, 2-558).

    Beliau Al Khalal juga berkata :

    وقال الخلال: أخبرنا عبد الله بن احمد بن حمبل قال : سألت أبى عن رجل شتم رجلا

    من اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فقال : ما أراه على الاسلام

    (الخلال / السنة : ۲،٥٥٧)

    “ Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”.

    (Al Khalal / As Sunnah, 2-558)

    Dalam kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh (Syiah) :

    “Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman. Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.

    AL BUKHORI

    الامام البخارى

    .
    قال رحمه الله : ماأبالى صليت خلف الجهمى والرافضى

    أم صليت خلف اليهود والنصارى

    ولا يسلم عليه ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم

    .
    ( خلق أفعال العباد :١٢٥)

    Iman Bukhori berkata : “Bagi saya sama saja, apakah aku sholat dibelakang Imam yang beraliran JAHM atau Rofidhoh (Syiah) atau aku sholat di belakang Imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim tidak boleh memberi salam pada mereka, dan tidak boleh mengunjungi mereka ketika sakit juga tidak boleh kawin dengan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai saksi, begitu pula tidak makan hewan yang disembelih oleh mereka.
    (Imam Bukhori / Kholgul Afail, halaman 125).

    AL FARYABI

    الفريابى :

    روى الخلال قال : أخبرنى حرب بن اسماعيل الكرمانى

    قال : حدثنا موسى بن هارون بن زياد قال: سمعت الفريابى ورجل يسأله عمن شتم أبابكر

    قال: كافر، قال: فيصلى عليه، قال: لا. وسألته كيف يصنع به وهو يقول لا اله الا الله،

    قال: لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه فى حفرته.

    (الخلال/السنة: ۲،٥٦٦)

    Al Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”.

    (Al Khalal / As Sunnah, 6-566)

    .
    AHMAD BIN YUNUS

    Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”.

    (Ash Shariim Al Maslul, halaman 570).

    ABU ZUR’AH AR ROZI

    أبو زرعة الرازى.

    اذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم

    فاعلم أنه زنديق، لأن مؤدى قوله الى ابطال القران والسنة.

    ( الكفاية : ٤٩)

    Beliau berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur\’an dan As Sunnah”.

    (Al Kifayah, halaman 49).

    ABDUL QODIR AL BAGHDADI

    Beliau berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”.

    (Al Fargu Bainal Firaq, halaman 357).

    Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al Bada’

    IBNU HAZM

    Beliau berkata : “Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa Al-Qur\’an sesungguhnya sudah diubah”.
    Kemudian beliau berkata : ”Orang yang berpendapat bahwa Al-Qur\’an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah SAW”.

    (Al Fashl, 5-40).

    ABU HAMID AL GHOZALI

    Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”.
    Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’ kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”.

    (Fadhoihul Batiniyyah, halaman 149).

    AL QODHI IYADH

    Beliau berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi”.
    Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al-Qur\’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah) dan

    Syiah Ismailiyah”.

    (Ar Risalah, halaman 325).

    AL FAKHRUR ROZI

    Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
    Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya : “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.
    Dengan demikian mereka (golongan Syiah) otomatis menjadi kafir.
    Kedua: “Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
    Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat.

    (Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).

    IBNU TAIMIYAH

    Beliau berkata : “Barangsiapa beranggapan bahwa Al-Qur\’an telah dikurangi ayat-ayatnya atau ada yang disembunyikan, atau beranggapan bahwa Al-Qur\’an mempunyai penafsiran-penafsiran batin, maka gugurlah amal-amal kebaikannya. Dan tidak ada perselisihan pendapat tentang kekafiran orang semacam ini”
    Barangsiapa beranggapan para sahabat Nabi itu murtad setelah wafatnya Rasulullah, kecuali tidak lebih dari sepuluh orang, atau mayoritas dari mereka sebagai orang fasik, maka tidak diragukan lagi, bahwa orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan penegasan Al-Qur\’an yang terdapat di dalam berbagai ayat mengenai keridhoan dan pujian Allah kepada mereka. Bahkan kekafiran orang semacam ini, adakah orang yang meragukannya? Sebab kekafiran orang semacam ini sudah jelas….

    (Ash Sharim AL Maslul, halaman 586-587).

    SYAH ABDUL AZIZ DAHLAWI

    Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka”.

    (Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).

    MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI

    Perbuatan yang mereka (Syiah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
    Pertama : Menentang Allah.
    Kedua : Menentang Rasulullah.
    Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
    Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur\’an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.

    (Asy Syaukani, Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)

    PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN

    Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur\’an dari kekurangan dan tambahan”.

    (Nahjus Salaamah, halaman 29-30).

    Demikian telah kami sampaikan fatwa-fatwa dari para Imam dan para Ulama yang dengan tegas mengkafirkan golongan Syiah yang telah mencaci maki dan mengkafirkan para sahabat serta menuduh Ummul mukminin Aisyah berbuat serong, dan berkeyakinan bahwa Al-Qur\’an yang ada sekarang ini tidak orisinil lagi (Mukharrof). Serta mendudukkan imam-imam mereka lebih tinggi (Afdhol) dari para Rasul.
    Semoga fatwa-fatwa tersebut dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap tegas terhadap golongan Syiah.
    “Yaa Allah tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar dan jadikanlah kami sebagai pengikutnya, dan tunjukkanlah pada kami bahwa yang batil itu batil dan jadikanlah kami sebagai orang yang menjauhinya.”

    http://www.albayyinat.net/ind1.html

    #78016683
    MK Mattawaf
    Participant

    Salam,
    Eh Abang Budi Suci met ketemu lagi nih
    kok lama gak muncul di milis KI untuk meenentang wahabi.
    he he kangen nih bang
    Salam,

    #78016760
    Budi
    Participant

    he..he..he.., saya harus sopan disini mas, kalau ngaco langsung hilang.., salam agung tuk habibana dan admin..

Viewing 10 posts - 11 through 20 (of 24 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Fiqih’ is closed to new topics and replies.