Home › Forums › Forum Masalah Fiqih › mengenai beda mahzab
- This topic has 1 reply, 2 voices, and was last updated 16 years, 11 months ago by Munzir Almusawa.
-
AuthorPosts
-
March 10, 2008 at 2:03 pm #95469763Indra GunawanParticipant
Assalamualikum bib.
apa kabar bib.
Semoga habib selalu dilindungi Allah SWT dan selalu dapat membantu setiap orang untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dari habib.
ane mau nanya ni bib.
mengenai masalah perbedaan mahzab yang mungkin sering timbul diantara kaum muslimin.kan rata-rata muslimin diindonesia biasanya memakai mahzab imam syafii.
jadi sebenarnya yang ingin saya tanyakan adalah.
Apakah kita boleh memakai mahzab dari imam yang lain didalam menentukan suatu masalah yang mungkin dimahzab imam yang lain ini pendapatnya lebih baik/lebih pas pada masyarakat yang ada disekitar saya dari mahzab imam syafii, atau kita harus tetap konsisten dengan mahzab yang kita pegang.mungkin itu dulu bib yang bisa saya tanyakan. mohon maaf bib bila banyak penulisan yang salah.
wasalamualaikumMarch 10, 2008 at 8:03 pm #95469774Munzir AlmusawaParticipantAlaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Limpahan kebahagiaan dan rahmat Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
berikut jawaban saya pada hal yg sama, namun maaf jika kawaban saya agak tajam,bukan diarahkan ke anda, tapi penanya itu, yaitu sbgbr :mengenai keberadaan negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan orang orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,
anda benar, bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain,
hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib.
yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.
demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,
karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.
Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata : “aku bermadzhabkan Maliki dan madzhab Maliki tak batal wudhu bila bersentuhan dengan wanita”, maka zeyd berkata : “wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii!, karena madzhab maliki mengajarkan wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii..”.
Demikian contoh kecil dari kesalahan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas..
dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,
demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafiiyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.
demikian saudaraku yg kumuliakan.,
wallahu a\’lam
-
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Fiqih’ is closed to new topics and replies.