Home Forums Iseng dalam keluhuran MERAYAKAN MAULIDUR RASUL SAAW

Viewing 1 post (of 1 total)
  • Author
    Posts
  • #75221074
    AZIS NURYADIN
    Participant

    Sebagian dari kaum penyebar syubhat telah menyebut perayaan Maulidur Rasul saaw sebagai perbuatan bid’ah dholalah. Banyak sudah argumen yang mereka kemukakan. Namun semua argumen itu tidaklah berdasar pada dalil-dalil yang dapat dibenarkan kecuali oleh orang-orang yang mudah ditipu. Pada tulisan kali ini, kami mencoba mengemukakan beberapa argumen untuk menunjukkan betapa perayaan Maulidur Rasul itu adalah suatu hal yang mulia.

    Katakanlah: \"Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan\". (Yunus: 85)

    Merayakan Maulid itu agak berbeda dengan merayakan Natal. Umat Kristiani merayakan Natal adalah dalam rangka menyembah dan mengkultuskan Yesus yang mereka yakini lahir pada tanggal 25 Desember. Dan mereka menjadikan tanggal 25 Desember itu sebagai hari khusus dalam merayakan kelahiran Yesus. Walau pun sebagian sarjana Alkitab telah menyatakan bahwa Yesus tidaklah lahir pada tanggal 25 Desember di musim dingin, melainkan pada bulan Ilul di musim semi atau musim kering. Bahkan mereka menjelaskan bahwa tanggal 25 Desember itu sebenarnya adalah perayaan orang Romawi untuk merayakan hari lahir dari dewa Sol Invictus.

    Merayakan Maulid juga agak berbeda dengan merayakan Asyura dimana kita berpuasa sunnah pada tanggal 10 Muharram dalam rangka bersyukur dan taqarrub kepada Allah.

    Merayakan Maulidur Rasul tidak hanya terpaku pada hari lahirnya Sang Cahaya (QS. Al-Maidah: 15). Maulidur Rasul dilakukan juga dalam rangka mengenang riwayat hidup Sang Juru Syafaat. Adalah benar bahwa Rasulullah saaw lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal di tahun Gajah. Namun tidak seperti perayaan lain yang terpaku pada satu hari tertentu, perayaan Maulidur Rasul saaw dapat dilakukan setiap hari. Tidak hanya pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tidak hanya di bulan Rabiul Awwal, tidak hanya di hari Senin. Bahkan setiap hari di sepanjang tahun, kita dapat merayakan Maulidur Rasul. Karena sudah semestinyalah bagi kita ummat Islam untuk bergembira setiap saat atas karunia Allah berupa lahirnya sang pembawa Syari’atul Muthohharoh. Maka perayaan Maulidur Rasul ini tidak bisa disamakan dengan perayaan Natal atau pun Milad Partai yang terpaku pada satu hari tertentu.

    KEISTIMEWAAN 12 RABIUL AWAL

    Walau perayaan Maulid tidak terpaku pada tanggal 12 Rabiul Awwal, namun tanggal 12 Rabiul Awwal tetaplah hari yang istimewa bagi para pecinta Rasul saaw dan Shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum. Karena pada tanggal 12 Rabiul Awwal itulah Sang Kekasih lahir ke dunia ini. Itulah tonggak sejarah baru dalam kehidupan manusia menuju Al-Haqq. Pada hari itu telah tumbang segala simbol kemusyrikan. Pada hari itu, api biara Majusi telah dipadamkan, jatuhlah mahkota Kisra Persia, dan Makkah diterangi cahaya gemilang.

    Hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal juga merupakan hari tibanya Rasulullah di Madinah. Pada hari itu, datanglah Sang Bulan Purnama dari celah-celah bukit. Maka bersyukurlah kita atas hijrahnya Rasulullah saaw dan atas selamatnya beliau tiba di Madinah. Tibanya Rasulullah di Madinah adalah fase kebangkitan selanjutnya dari da’wah ilallah. Itulah sebabnya kaum Anshor menyambut kedatangan beliau sambil berdiri dan menabuh rebana. Mereka melantunkan syair yang begitu indah, \"Thola’al badru ‘alayna min tsaniyatil wada’. Wajabasy syukru ‘alayna ma da’a lillahi da’.\"

    Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal pula Rasulullah saaw wafat. Pada hari itu, ummat Islam mengalami kegoncangan yang dahsyat. Lalu muncullah Ad-Da’i ilallah, Sayyidina Abu Bakar, yang membangkitkan kembali semangat kaum Muslimin dengan pidatonya yang terkenal. Pada hari itulah peristiwa agung lainnya terjadi, yaitu kebangkitan semangat Muslimin setelah diterpa ujian besar.

    Maka wajarlah jika tanggal 12 Rabiul Awwal dijadikan salah satu hari istimewa bagi kaum Muslimin. Namun untuk merayakan Maulidur Rasul sebagai rasa gembira kita atas karunia besar tersebut, kita tidak mesti hanya merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Bahkan sepatutnya kita bergembira dan merayakan Maulidur Rasul pada setiap hari di sepanjang tahun.

    RASUL PUN MERAYAKAN MAULID

    Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah berkata : Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadits no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah berakikah untuknya kakeknya Abdulmuththalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil\’aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. Bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : \"Husnul-Maqashid fii \’Amalil-Maulid\".

    Rasul pun pernah ditanya tentang puasa di hari Senin. Maka beliau menjawab bahwa pada hari itulah beliau saaw dilahirkan. Maka dengan alasan itu pula kita berpuasa di hari Senin. Dan dengan alasan itu pula dibolehkan bagi kita untuk beribadah kepada Allah dalam rangka bersyukur atas lahirnya Rasulullah saaw. Maka boleh bagi kita untuk membesarkan hari lahir beliau saaw dengan ibadah apa saja, tidak hanya dengan puasa, tetapi dengan ibadah yang lainnya pun boleh.

    SHAHABAT PUN BERMAULID

    Dalam kitab-kitab maulid atau rawi, kita dapat menjumpai kalimat-kalimat pujian atas Rasulullah saaw yang sebenarnya dikutip dari Al-Qur`an, hadits, atau pun perkataan para shahabat.

    Paman Nabi, Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib pernah berkata: Wahai Nabi, engkau adalah cahaya Allah SWT yang diletakkan pada sulbi Nabi Adam as, sehingga ketika Nabi Adam as turun ke muka bumi ini, engkau ikut turun ke muka bumi bersama Nabi Adam as. Lalu nabi Adam as melahirkan anaknya, dan anaknya melahirkan keturunan, sehingga engkau bersama Nabi Nuh as ketika banjir besar melanda kaumnya, sehingga engkau berada di sulbi para laki-laki mulya yang menikahi wanita-wanita suci, sehingga engkau dilahirkan oleh ibumu dengan cahaya yang terang benderang, dan sungguh hingga kini kami masih dalam naungan cahayamu.

    Kalimat-kalimat pujian di atas itu akan kita dapati di dalam kitab-kitab maulid seperti dalam kitab maulid Ad-Diba’i. Dalam kitab itu dijelaskan bahwa Sayyidina Abdullah bin Abbas ra meriwayatkan bahwa Nabi saaw bersabda: Sesungguhnya ada seorang Quraisy yang saat itu masih berwujud nur di hadapan Allah 2000 tahun sebelum penciptaan Nabi Adam as. Nur itu selalu bertasbih kepada Allah. Dan bersamaan dengan tasbihnya itu bertasbih pula para malaikat mengikutinya. Ketika Allah akan menciptakan Adam, nur itu pun diletakkan pada tanah liat asal kejadian Adam. Lalu Allah menurunkan nur itu ke muka bumi melalui punggung Nabi Adam. Dan Allah membawaku ke dalam kapal dalam tulang sulbi Nabi Nuh as, dan menjadikan aku dalam tulang sulbi Nabi Ibrahim Al-Khalil, ketika ia dilemparkan ke dalam api. Tak henti-hentinya Allah memindahkan aku dari rangkaian tulang sulbi yang suci, kepada rahim yang suci dan megah. Hingga akhirnya Allah melahirkan aku melalui kedua orangtuaku yang sama sekali tidak pernah berbuat serong.
    (Jika kita melihat silsilah Yesus dalam Alkitab, tentu kita akan tercengang oleh moyang Yesus yang pernah berbuat serong, yaitu Yehuda dan Tamar.)

    Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa para shahabat pun terkadang berkumpul bersama Nabi saaw, dan mereka membacakan syair-syair pujian di hadapan Nabi saaw dan beliau saaw tidak melarang mereka, bahkan Rasulullah saaw mendoakan mereka sebagai tanda keridhoan beliau saaw atas perkataan mereka yang sesungguhnya tidak menyimpang dari Syari’atul Muthohharoh.

    Bukan Muhammad namanya jika tidak boleh dipuji. Beliau dinamakan Muhammad, karena beliau memang pantas dipuji. Ketika kita memuji beliau saaw, sesungguhnya kita telah memuji Pencipta beliau. Jika Anda telah memuji istri dan anak Anda dengan ‘cahaya mata’, mengapa Anda enggan memuji Muhammad Rasulullah? Jika Anda telah memuji kecantikan isteri Anda, mengapa Anda tidak memuji keluhuran Muhammad Rasulullah saaw? Jika Anda mengagungkan Ka’bah sebagai qiblat Anda, mengapa Anda tidak mengagungkan Muhammad Rasulullah? Memuji dan mengagungkan Rasulullah bukanlah suatu bentuk penyembahan kepada beliau, sebagaimana ketika kita shalat menghadap Ka’bah bukanlah suatu bentuk penyembahan kepada Ka’bah.

    Jika Anda beri’tiqad bahwa memuji dan mengagungkan Rasulullah itu syirik, maka jangan lagi Anda shalat menghadap Ka’bah, toh kemana pun Anda menghadap, disitu Anda dapati Wajah Allah. Dan jangan lagi Anda mencium Hajar Aswad. Jangan lagi Anda bersa’i antara Shofa dan Marwah. Jangan lagi Anda berthawaf mengelilingi Ka’bah. Karena berdasarkan i’tiqad tersebut, semua itu adalah merupakan penyembahan kepada Ka’bah, Hajar Aswad, Shofa, dan Marwah.

    Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. [QS. Al-Baqarah: 158]

    Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. [QS. Al-Hajj: 30]

    Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. [QS. Al-Hajj: 32]

    Adakah sesuatu yang lebih terhormat dari Muhammad Rasulullah saaw di sisi Allah? Siapakah yang namanya berdampingan dengan Nama Allah di pintu surga? Siapakah nama yang disebut Nabi Adam as untuk bertawassul ketika beliau melakukan suatu kesalahan? Tidak layakkah Muhammad Rasulullah saaw untuk diagungkan oleh orang-orang yang bertaqwa? Tidak ada makhluq yang lebih layak untuk diagungkan daripada Muhammad Rasulullah saaw. Kerena beliau saaw adalah makhluq paling terhormat di sisi Allah.

    Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]

    Pembacaan rawi dalam perayaan-perayaan maulid bukanlah suatu perkara bid’ah, karena sebenarnya hal itu juga telah dilakukan para shahabat di hadapan Rasulullah saaw. Begitu juga dengan berdiri ketika \"Asyroqol\" atau pun \"Thola’al\", itu bukanlah suatu bid’ah. Karena kita hanya meniru-niru shahabat. Dengan demikian, kita bisa merasakan apa yang dirasakan shahabat pada saat itu, yaitu kegembiraan yang hanya bisa dirasakan dan sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Dengan meniru tindakan para shahabat tersebut, kita merasa bahwa jiwa kita menyatu dengan jiwa mereka, atau jiwa kita seakan kembali ke masa ketika Rasulullah saaw tiba di Madinatun Nabi pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Pembacaan Maulid/Rawi dan segala kaifiatnya itu bagaikan pertunjukkan drama dimana kita berperan sebagai para shahabat yang sedang menyambut kekasih mereka saaw; bagaikan napak tilas kehidupan para shahabat ketika mereka hidup berdampingan dengan sang kekasih saaw. Kita memang tidak hidup sezaman dengan Rasulullah saaw, tetapi kita dapat merasakan bahwa Rasulullah saaw selalu mendampingi kehidupan kita. Spirit seperti inilah yang dicoba untuk dibangkitkan oleh ulama, yaitu kehidupan ummat yang selalu merasakan kehadiran Rasulullah saaw. Spirit yang timbul dari pancaran jiwa Muhammad Rasulullah saaw. Rasa seperti ini tidak dapat dipahami, kecuali oleh mereka yang selalu merindukan pertemuan dengan kekasih mereka, Muhammad Rasulullah saaw.

    PARA HAFIZH PUN BERMAULID

    Hafizh adalah sebutan bagi orang yang telah menghafal setidaknya seratus ribu hadits berikut sanadnya. Dan tentunya mereka telah lebih dahulu menghafal Al-Qur`an. Kitab-kitab maulid yang dibaca dalam perayaan maulid pada umumnya adalah kitab-kitab yang dikarang oleh para hafizh. Tentunya mereka menyusun kitab maulid berdasarkan ilmu mereka yang bagaikan samudera bila dibandingkan dengan ilmu kita yang hanya setetes saja. Rawi yang mereka tuliskan adalah berdasarkan hadits-hadits shahih yang mereka ketahui sanadnya. Maka tidak sepantasnya jika kita menyebut pembacaan kitab maulid/rawi itu sebagai perkara bid’ah.

    Diantara ulama ahli sunnah wal jama’ah yang menyetujui perayaan maulid adalah:
    1. Imam Al Hafizh Ibn Hajar Al Atsqalaniy rahimahullah.
    2. Imam Al Hafizh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah.
    3. Imam Al Hafizh Abu Syaamah rahimahullah.
    4. Imamul Qurra\’ Al-Hafizh Syamsuddin Aljazriy.
    5. Imam Al Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy pengarang beberapa kitab maulid : Jaami\’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafaz arra\’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
    6. Imam Al Hafizh Assakhawiy.
    7. Imam Al Hafizh Ibn Abidin rahimahullah.
    8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah pengarangan kitab maulid \"Al Aruus\"
    9. Imam Al Hafizh Al Qasthalaniy rahimahullah.
    10. Imam Al Hafizh Al Muhaddis Abul-Khattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah, pengarangan kitab maulid \"Attanwir fi maulid basyir an nadzir\".
    11. Imam al Hafizh Ibn Katsir pengarang kitab maulid yang dikenal dengan kitab maulid ibn Katsir.
    12. Imam Al Hafizh Al \’Iraqy pengarang kitab maulid \"Maurid al hana fi maulid assana\"
    13. Imam Assyakhawiy pengarang kitab maulid Al Fajr al Ulwi fi maulid an Nabawi.
    14. Al Allamah al Faqih Ali Zainal Abidin As Syamhudi pengarang kitab maulid Al Mawarid al Haniah fi maulid Khairil Bariyyah
    17. Al Imam Hafizh Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As Syaibaniy yang terkenal dengan ibn Diba\’ pengarang kitab maulid Ad-Diba\’i
    18. Imam ibn Hajar al Haitsami pengarang kitab maulid Itmam an-Ni\’mah alal Alam bi Maulid Sayid Waladu Adam.
    19. Imam Ibrahim Baajuri.
    20. Al Allamah Ali Al Qari\’ pengarang kitab maulid Maurud ar-Rowi fi Maulid Nabawi.
    21. Al Allamah al Muhaddits Ja\’far bin Hasan Al Barzanji pengarang kitab maulid yang terkenal dengan kitab maulid Barzanji.
    23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Ja’far al Kattani dengan maulid Al Yaman wal Is\’ad bi Maulid Khair al-Ibad.

    Mereka semua adalah ulama-ulama ahli sunnah wal jama’ah yang dapat dipercaya keilmuwannya. Mereka adalah pemelihara Al-Qur`an dan Hadits-Hadits Rasulullah saaw. Sedangkan mereka yang menentang perayaan maulid, sudah berapa hadits yang mereka hafal? Dari hadits-hadits yang mereka hafal, berapa hadits yang sanadnya bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw? Mungkin tidak satu pun hadits yang mereka hafal itu memiliki sanad yang bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw. Paling mereka menghafal hadits itu dari Kitab-Kitab Hadits yang beredar sekarang, dimana mereka hanya tahu bahwa hadits itu mereka dapat dari Imamul Bukhori dari Shahabat dari Rasulullah saaw. Sedangkan para ulama yang menyetujui perayaan maulid ini, mereka menghafal sekian ratus ribu hadits berikut sanadnya, dimana mereka mendapat hadits-hadits itu dari guru mereka dari gurunya dari gurunya, terus begitu hingga dari tabi’it tabi’in dari tabi’in dari shahabat dari Rasulullah saaw. Lalu pendapat siapakah yang lebih pantas diikuti? Pendapat para ulama yang luas ilmunya, ataukah pendapat para penebar syubhat yang dangkal ilmunya dan picik cara berfikirnya?

Viewing 1 post (of 1 total)
  • The forum ‘Iseng dalam keluhuran’ is closed to new topics and replies.