Home Forums Forum Masalah Tauhid mohon jelasnya beserta dalil tuk menanggapi tulisa

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • Author
    Posts
  • #148504380
    Barata Aditya Akbar
    Participant

    assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Rahmad serta InayahNYA semoga terus tercurah kepada kita semua, kecintaan kita kepada orang paling mulia yaitu habubunnah Muhammad SAW di seluruh alam semoga tetap dan terus ditambah oleh Allah. semoga habib selalu dan selalu dapat memberi kita ayoman untuk tempat mengadu dari segala macam persoalan.

    bib langsung saja bib,
    1.kapan habib ke malang lagi, saya sudah kangen pingin mencium tangan habib lagi ……… kapan bib mohon tanggapannya , terima kasih

    2. ada tulisan dari seseorang yang mengaku pembela kemurnian islam, tetapi saya tidak mampu mengetengahkan hujjah karena saya tidak ada ilmu untuk itu, moga moga habib bisa menggamblangkannya, agar untuk saya teruskan menjawab hujjah mereka. ini tulisannya bib

    Studi Kritis Kisah Bilal Bertawassul di Kuburan Nabi.

    Kisah ini cukup populer di kalangan NU, dimana mereka menggunakan kisah ini untuk melegalkan ritual Tawassul dengan dzat/kedudukan orang shalih yang masih hidup atau sudah mati. Mereka sering mendengungkan kisah ini di berbagai kesempatan, bahkan untuk membantah hujjah kaum salafi.

    Di antara kitab-kitab terkenal yang memuat kisah ini adalah: Syifa’ As-Siqom fi Ziyarati Khairil Anam oleh As-Subki, Tuhfatuz Zuwar ila Qobri Nabi Mukhtar oleh Al-Haitsami, dan Al-Misku wal Inbar fi Khutabi Minbar oleh Aidh Al-Qorni.

    Takhrij kisah:

    Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Fawasid dan Ibnu Asakir dalam Tarikh dari jalan Muhammad bin Al-Faidh dari Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Sulaiman bin Bilal bin Abu Darda’ dari ayahnya dari kakeknya dari Ummu Darda’ dari Abu Darda’…

    1. Ibrahim bin Muhammad bin Sulaiman bin Bilal
    – Al-Hafidz Ibnu Abdil Hadi berkata: “Orang ini tidak dikenal dengan kepercayaan, amanah, hafalan dan keadilan, bahkan dia adalah seorang yang Majhul, tidak dikenal dengan riwayat hadits. Tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Muhammad bin Al-Faidh yang meriwayatkan kisah mungkar ini.” (Ash-Shorim Al-Mungki hal.314)
    – Al-Hafidz Adz-Dzahabi menghukumi orang ini Majhul (Mizanul I’tidal 1/64), Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Asakir menulis biografi tentangnya dan membawakan riwayatnya dari ayahnya dari kakeknya dari Ummu Darda’ dari Abu Darda’ tentang kisah perjalanan Bilal ke Syam dan kedatangannya ke kota Madinah dan Adzannya di Madinah serta goncangnya Madinah karena adzannya. Kisah ini sangat nyata dustanya.” (Lisanul Mizan 1/107)

    2. Sulaiman bin Bilal bin Abu Darda’
    – Al-Hafidz Ibnu Abdil Hadi berkata: “Dia tidak dikenal, majhul hal, sedikit riwayatnya dan tidak ada seorang imam-pun sepanjang pengetahuan saya yang menganggapnya tsiqoh. Imam Bukhari juga tidak mencantumkannya dalam kitab beliau, tidak pula Ibnu Abi Hatim, ditambah lagi dia tidak diketahui bahwa dia endengar dari Ummu Darda’.” (Ash-Shorim Al-Mungki hal.320)

    Komentar Ahli Hadits:

    – Adz-Dzahabi: “Sanadnya layyin, yaitu mungkar.” (Siyar A’lamin Nubala 1/358)
    – Ibnu Andil Hadi: “Atsar gharib mungkar, sanadnya majhul dan terputus.” (Ash-Shorim Al-Mungki hal.314)
    – Ibnu Hajar: “Kisah ini sangat jelas palsunya.” (Lisanul Mizan 1/107-108)
    – Ibnu Arraq menyetujui ucapan Ibnu Hajar (Tanzih Syari’ah 1/24)
    – Asy-Syaukani: “Tidak ada asalnya.” (Al-Fawaid Al-Majmuah hal.40)
    – Ali Al-Qori menghukumi kisah ini maudhu’ dalam Al-Mashnu’ fi Ma’rifatil Hadits Maudhu’.
    – Dan sebagainya…

    Indikasi kepalsuan dan kemungkaran kisah ini:

    1. Seluruh ahli sejarah yang dinilai tsiqoh telah sepakat bahwa Bilal tidak pernah adzan setelah wafatnya Nabi kecuali ketika Umar datang ke Syam. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh 3/316, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa Nihayah 7/102, Bukhari dalam Tarikh Ash-Shaghir 1/53, Ibnu Hibban dalam Masyahir Ulama Amshar hal.50 dan As-Suyuthi dalam Is’af Mubtha’ bi Rijal Al-Muwatho’ 3/185.
    2. Seluruh Ahli sejarah juga sepakat bahwa Bilal wafat di kota Syam pada zaman pemerintahan Umar, sedangkan kubur Nabi pada zaman Kholifah Umar berada di kamar tertutup yang tidak seorangpun diperbolehkan masuk kecuali seizin Aisyah.

    Studi kritis ini sekaligus untuk menjawab kesalahpahaman masyarakat akan fatwa Syaikh Ibnu Baz bahwasanya sebagian orang mengira beliau telah menuduh sahabat mulia Bilal melakukan kesyirikan dan kekufuran. Adapaun maksud sebenarnya dari fatwa beliau adalah bahwasanya beliau mengkritisi kisah ini dari dua sisi, yakni sisi sanad dan sisi matan. Adapun pada sisi sanad, beliau menjelaskan bahwa kisah ini maudhu’. Sedangkan pada isi matan, beliau menjelaskan bahwa kisah ini dusta dan mungkar karena di dalamnya sahabat Bilal digambarkan sedang melakukan kesyirikan.

    Bagi orang yang adil dan insaf, tentunya mereka akan memahami bahwa beliau sama sekali tidak menuduh sahabat Bilal melakukan kesyirikan dan kekufuran karena beliau menilai kisah tersebut maudhu’. Adapun apabila beliau menshahihkan kisah tersebut, maka itulah yang baru bisa disebut menuduh sahabat Bilal melakukan kesyirikan dan kekufuran.

    Berikut adalah penjelasan dari Syaikh Al-Albani: “Riwayat ini adalah bathil dan maudhu’. Tanda-tanda kepalsuannya sangat nampak sekali ditinjau dari berberapa segi…” hingga beliau berkata: “Perkataannya: ‘Dan dia menempelkan wajahnya ke kuburan”. Saya (Al-Albani) berkata: ‘Ini juga termasuk tanda lain akan kepalsuannya kisah ini serta jahilnya si pamalsu kisah, karena dia menggambarkan kepada kita bahwa sahabat Bilal seperti orang-orang Jahiliyah yang menerjang aturan-aturan syariat tatkala melihat kuburan sehingga mengerjakan perbuatan yang tidak diperbolehkan berupa kesyirikan-kesyirikan seperti mengusap-usap kubur dan menciuminya…” (Difa’ ‘Anil Hadits Nabawi wa Siroh hal.94102)

    demikian bib mohon dijelaskan secara tepat, biar bisa saya teruskan jawaban habib, untuk berusaha menghentikan pemikiran sempit mereka , mohon bantuannya bib

    #148504392
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Kesejukan kasih sayang Nya semoga selalu menerangi hari hari anda dg kebahagiaan,

    Saudaraku yg kumuliakan,
    riwayat tersebut justru diriwayatkan oleh Ibn asakir dg sanad Jayyid, (sanad Jayyid dibawah shahih namun bukan dhoif) demikian dalam subulul huda warrasyaad Juz 12 hal 359),
    namun tidak teriwayatkan Bilal masuk kekubur dan adzan dikubur, beliau adzan ditempat beliau adzan, demikian dalam I\’anatutthalibin Juz 1 hal 267.

    Al Imam Addzahabiy justru menjelaskan walau periwayatnya ada yg majhul dan dhoif, namun hadits ini sanadnya Jayyid. (Tarikhul Islam oleh Imam Addzahabiy).

    bahkan disebut pula oleh Imam Ibn Rajab dalam kitabnya Naylul Awtar,

    dan jika mengusap kubur, tentunya hal itu makruh, namun bertabarruk atau mengambil berkah adalah hal yg sunnah, berikut sayat tampilkan dalil tawassul dan tabarruk :

    TABARRUK
    (mengambil keberkahan dari bekas atau tubuh shalihin)

    Banyak orang yang keliru memahami makna hakikat tabarruk dengan Nabi Muhammad saw, peninggalan-peninggalannya saw, ahlulbaitnya saw dan para pewarisnya yakni para ulama, para kyai dan para wali. Karena hakekat yang belum mereka pahami, mereka berani menilai kafir (sesat) atau musyrik terhadap mereka yang bertabarruk pada Nabi saw atau ulama.

    Mengenai azimat (Ruqyyat) dg huruf arab merupakan hal yg diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah swt. Sebagaimana dijelaskan bahwa azimat dg tulisan ayat atau doa disebutkan pd kitab Faidhulqadir Juz 3 hal 192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10 hal.316/317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat ayat Alqur’an.

    Mengenai benda-benda keramat, maka ini perlu penjelasan yg sejelas jelasnya, bahwa benda benda keramat itu tak bisa membawa manfaat atau mudharrat, namun mungkin saja digunakan Tabarrukan (mengambil berkah) dari pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yg shalih, maka sebagaimana diriwayatkan :
    • Para sahabat seakan akan hampir saling bunuh saat berdesakan berebutan air bekas wudhunya Rasulullah saw (Shahih Bukhari Hadits no. 186),

    • Allah swt menjelaskan bahwa ketika Ya’qub as dalam keadaan buta, lalu dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Yusuf as, maka iapun melihat, sebagaimana Allah menceritakannya dalam firman Nya SWT : “(berkata Yusuf as pada kakak kakaknya) PERGILAH KALIAN DENGAN BAJUKU INI, LALU LEMPARKAN KEWAJAH AYAHKU, MAKA IA AKAN SEMBUH DARI BUTANYA” (QS Yusuf 93), dan pula ayat : “MAKA KETIKA DATANG PADANYA KABAR GEMBIRA ITU, DAN DILEMPARKAN PADA WAJAHNYA (pakaian Yusuf as) MAKA IA (Ya’qub as) SEMBUH DARI KEBUTAANNYA” (QS Yusuf 96). Ini merupakan dalil Alqur’an, bahwa benda/pakaian orang orang shalih dapat menjadi perantara kesembuhan dengan izin Allah tentunya, kita bertanya mengapa Allah sebutkan ayat sedemikian jelasnya?, apa perlunya menyebutkan sorban yusuf dg ucapannya : PERGILAH KALIAN DENGAN BAJUKU INI, LALU LEMPARKAN KEWAJAH AYAHKU, MAKA IA AKAN SEMBUH DARI BUTANYA” . untuk apa disebutkan masalah baju yg dilemparkan kewajah ayahnya?, agar kita memahami bahwa Allah SWT memuliakan benda benda yg pernah bersentuhan dengan tubuh hamba hamba Nya yg shalih. kita akan lihat dalil dalil lainnya.

    • Setelah Rasul saw wafat maka Asma binti Abubakar shiddiq ra menjadikan baju beliau saw sebagai pengobatan, bila ada yg sakit maka ia mencelupkan baju Rasul saw itu di air lalu air itu diminumkan pada yg sakit (shahih Muslim hadits no.2069).

    • Rasul saw sendiri menjadikan air liur orang mukmin sebagai berkah untuk pengobatan, sebagaimana sabda beliau : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa air liur orang mukmin dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah pula tentunya, hadits ini menjelaskan bahwa rasul saw bertabarruk dg air liur mukminin bahkan tanah bumi, menunjukkan bahwa pd hakikatnya seluruh ala mini membawa keberkahan dari Allah swt.

    • seorang sahabat meminta Rasul saw shalat dirumahnya agar kemudian ia akan menjadikan bekas tempat shalat beliau saw itu mushollah dirumahnya, maka Rasul saw datang kerumah orang itu dan bertanya : “dimana tempat yg kau inginkan aku shalat?”. Demikian para sahabat bertabarruk dengan bekas tempat shalatnya Rasul saw hingga dijadikan musholla (Shahih Bukhari hadits no.1130)

    • Nabi Musa as ketika akan wafat ia meminta didekatkan ke wilayah suci di palestina, menunjukkan bahwa Musa as ingin dimakamkan dg mengambil berkah pada tempat suci (shahih Bukhari hadits no.1274).

    • Allah memuji Nabi saw dan Umar bin Khattab ra yg menjadikan Maqam Ibrahim as (bukan makamnya, tetapi tempat ibrahim as berdiri dan berdoa di depan ka’bah yg dinamakan Maqam Ibrahim as) sebagai tempat shalat (musholla), sebagaimana firman Nya : “Dan mereka menjadikan tempat berdoanya Ibrahim sebagai tempat shalat” (QS Al Imran 97), maka jelaslah bahwa Allah swt memuliakan tempat hamba hamba Nya berdoa, bahkan Rasul saw pun bertabarruk dengan tempat berdoanya Ibrahim as, dan Allah memuji perbuatan itu.

    • Diriwayatkan ketika Rasul saw barusaja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul saw, maka riuhlah para sahabat lainnya menegur si peminta, maka sahabat itu berkata : “aku memintanya karena mengharapkan keberkahannya ketika dipakai oleh Nabi saw dan kuinginkan untuk kafanku nanti” (Shahih Bukhari hadits no.5689), demikian cintanya para sahabat pada Nabinya saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.

    • Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yg merobek perutnya dengan luka yg sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar ra), \"Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra\", maka ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra : \"Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” (dimakamkan disamping makam Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.1328). Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi saw mempunyai arti yg sangat Agung, hingga kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : \"Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu”

    • Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang saat Rasul saw wafat maka ia membuka kain penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh beliau saw dan berkata : “Demi ayahku, dan engkau dan ibuku wahai Rasulullah.., Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati”. (Shahih Bukhari hadits no.1184, 4187).

    • Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah jalan, maka ketika ditanya ia berkata bahwa ayahku shalat sunnah ditempat ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw shalat di tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn Umar ra pun melakukannya. (Shahih Bukhari hadits no.469). Demikianlah keadaan para sahabat Rasul saw, bagi mereka tempat-tempat yang pernah disentuh oleh Tubuh Muhammad saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki, mereka mencari keberkahan dengan shalat pula ditempat itu, demikian pengagungan mereka terhadap sang Nabi saw.

    • Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim, wahai Abu Muslim, kulihat engkau selalu memaksakan shalat ditempat itu?, maka Abu Muslim ra berkata : Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini” (Shahih Bukhari hadits no.480).

    • Sebagaimana riwayat Sa’ib ra, : \"aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw\" (Shahih Muslim hadits no.2345).

    • Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata: “Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya” (Shahih Bukhari hadits no.168). demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih agung dari dunia dan segala isinya.

    • Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul saw dan mengusap2kannya ke wajah dan kedua tangan mereka, dan mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw lalu mengusapkan ke wajah dan tangan mereka” (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).

    • Diriwayatkan ketika Anas bin malik ra dalam detik detik sakratulmaut ia yg memang telah menyimpan sebuah botol berisi keringat Rasul saw dan beberapa helai rambut Rasul saw, maka ketika ia hampir wafat ia berwasiat agar botol itu disertakan bersamanya dalam kafan dan hanut nya (shahih Bukhari hadits no.5925)
    Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada jenazah beliau saw
    Tentunya umar bin khattab sudah dikatakan musyrik karena disakratulmaut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw
    Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum nasrani yg berebutan air pastor!
    Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dg generasi sempalan.
    Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.
    Sebagimana sabda Nabi saw : “Kebekahan adalah pada urang orang tua dan ulama kalian” (Shahih Ibn Hibban hadits no.559)
    Dikatakan oleh Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy menanggapi hadits yg diriwayatkan dalam shahih muslim bahw Rasul saw membaca mu’awwidzatain lalu meniupkannya ke kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur tubuh yg dapat disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dg nafas dan air liur yg telah dilewati bacaan Alqur’an, sebagaimana tulisan dzikir dzikir yg ditulis dibejana (untuk obat). (Al Jami’usshaghiir Imam Assuyuthiy Juz 1 hal 84 hadits no.104)

    Telah dibuktikan pula secara ilmiah oleh salah seorang Profesor Jepang, bahwa air itu berubah wujud bentuknya dg hanya diucapkan padanya kalimat kalimat tertentu, bila ucapan itu berupa cinta, terimakasih dan ucapan ucapan indah lainnya maka air itu berubah wujudnya menjadi semakin indah, bila diperdengarkan ucapan cacian dan buruk maka air itu berubah menjadi buruk wujud bentuknya, dan bila dituliskan padanya tulisan mulia dan indah seperti terimakasih, syair cinta dan tulisan indah lainnya maka ia menjadi semakin indah wujudnya, bila dituliskan padanya ucapan caci maki dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah buruk wujudnya, kesimpulannya bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi orang yg didekatnya, apakah berupa tulisan dan perkataan.

    Keajaiban alamiah yg baru diketahui masa kini, sedangkan Rasul saw dan para sahabat telah memahaminya, mereka bertabarruk dg air yg menyentuh tubuh Rasul saw, mereka bertabarruk dg air doa yg didoakan oleh Rasul saw, maka hanya mereka mereka kaum muslimin yg rendah pemahamannya dalam syariah inilah yg masih terus menentangnya padahal telah dibuktikan secara ilmiah, menunjukkan pemahaman mereka itulah yg jumud dan terbelakang.

    Walillahittaufiq

    TAWASSUL

    Saudara saudaraku masih banyak yg memohon penjelasan mengenai tawassul, waha saudaraku, Allah swt sudah memerintah kita melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil perantara makhluk untuk doa kita pd Allah swt, Allah swt mengenalkan kita pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi Muhammad saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi’in, demikian berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yg mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.

    Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.Al-Maidah-35).

    Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah, dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan beliau saw sendiri bersabda : “Barangsiapa yg mendengar adzan lalu menjawab dg doa : “Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yg sempurna ini, dan shalat yg dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak menjadi perantara dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya Kedudukan yg terpuji sebagaimana yg telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari hadits no.589 dan hadits no.4442)
    Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak melarang tawassul pd beliau saw, bahkan orang yg mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.

    Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : “Wahai Allah, demi amal perbuatanku yg saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits yg panjang menceritakan tiga orang yg terperangkap di goad an masing masing bertawassul pada amal shalihnya.

    Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya, sebagaimana yg diperbuat oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada Allah dg doa : “wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada Mu dengan Nabi kami Muhammad saw agar kau turunkan hujan lalu kau turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul) pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yg melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” maka hujanpun turun dg derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan hadits no.3507).

    Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
    • Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.
    • Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
    • Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra : “Dengan Paman nabi” (saw). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
    • Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yg melihat Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : “dengan pamannya yg melihatnya” (dengan paman nabi saw yg melihat Nabi saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai kemuliaan tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau menyebutnya dalam doanya, maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yg ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah.

    Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yg dengan itu dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya Allah swt.

    Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul saw menyarankannya agar bersabar, namun orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat, lalu Rasul saw mengajarkan doa ini padanya, ucapkanlah : “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.1219, Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini shahih dg syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).

    Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yg mengajarkan padanya, bukan orang buta itu yg membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yg mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.

    Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita, bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur.

    Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup, pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada utsman bin hanif ra seorang yg mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (doa yg sama dg riwayat diatas)”, nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dg ku kesuatu tempat.

    Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”, orang itu menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).

    Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif dan dikabulkan Allah.
    Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa memanggil orang yg sudah mati?, kita menjawabnya : sungguh kita setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah wafat : Assalamu alaika ayyuhannabiyyu… (Salam sejahtera atasmu wahai nabi……), dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw : “tiadalah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10.050)

    Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah memerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
    Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.

    Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yg hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dg kematian, justru mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yg hidup saja dan mengharamkan pada yg mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup dan yg mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya,
    bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,

    tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.

    Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah SWT. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.

    Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada saudagar itu ia berkata “Berilah hajat saya tuan …saya adalah tetangga dekat amarhumah istri tuan…” maka tentunya si saudagar akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang istrinya, Nah… bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat?, Jelas-jelas saudagar itu akan sangat menghormati atau mengabulkan hajat si pengemis, atau memberinya uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau sudah wafat.

    Walaupun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, yang maha pemurah dan maha penyantun?, istri saudagar yang telah wafat itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan hajat sipengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT, entah apa yang membuat pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.

    Saudara saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dg perantara, boleh berdoa dg perantara orang shalih, boleh berdoa dg perantara amal kita yg shalih, boleh berdoa dg perantara nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda, misalnya “Wahai Allah Demi kemuliaan Ka’bah”, atau “Wahai Allah Demi kemuliaan Arafat”, dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah, tidak pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi’in, tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin, bahkan sebaliknya Allah menganjurkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat mengamalkannya, demikian hingga kini.

    Walillahittaufiq

    Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

    Wallahu a\’lam

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Tauhid’ is closed to new topics and replies.