Home › Forums › Forum Masalah Umum › Nuzulul quran dan lailatul qadar
- This topic has 1 reply, 2 voices, and was last updated 14 years, 1 month ago by Munzir Almusawa.
-
AuthorPosts
-
September 3, 2010 at 8:09 am #189421448afifParticipant
Assalamu\’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Semoga habib sekeluarga dan seluruh jama\’ah MR selalu dalam naungan rahmat Allah swt, amin..
Syaikhy wa Murabby Ruuhy, senang sekali rasanya beberapa waktu yang lalu bisa melihat habib di tv, bisa sedikit mengobati kerinduan saya terhadap habib. Bagaimana keadaan habib sekarang? Saya mau tanya bib,
1. Saya masih bingung antara Nuzulul Qur\’an dan Lailatul Qadar. Yang saya tahu bahwa Nuzulul Qur\’an adalah turunnya Al-Qur\’an dari langit dunia kepada Rasulullah saw, dan awal turunnya terjadi pada malam 17 Ramadhan. Sedangkan Lailatul Qadar adalah turunnya Al-Qur\’an dari LauhulMahfudh ke langit dunia, dan menurut hadis terjadi pada malam ganjil di sepuluh terakhir Ramadhan. Yang ingin saya tanyakan, kenapa Nuzulul Qur\’an lebih dulu daripada Lailatul Qadar? Bukankah Al-Qur\’an turun dari LauhulMahfudh ke langit dunia secara sekaligus kemudian dari langit dunia baru diturunkan kepada Rasulullah saw secara berangsur-angsur? Mohon penjelasannya bib.
2. Dalam sebuah kitab, saya lupa namanya, ada ulama yang mengatakan bahwa jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 21, jika hari Jumat maka tanggal 23, dst. Apakah Lailatul Qadar tiap tahun berubah-ubah bib?
3. Mengenai ayat \"La yamassuhu illal muththohharun\", pada masa Nabi kan Al-Qur\’an belum dibukukan menjadi satu mushaf, masih bertebaran di pelepah kurma,kulit binatang,dll. Apa asbabunnuzul ayat tersebut bib, dan maksud ayat tersebut bagaimana, apakah kita tidak boleh menyentuh huruf pada ayat Al-Qur\’an dalam keadaan berhadas?
4. Mengenai talfiq dalam bermadzhab, bukankah para Imam Madzhab Empat sanadnya hampir sama dan ikhtilaf mereka dalam masalah fiqih sama-sama mempunyai dasar dari Rasulullah saw, tapi kenapa kita tidak boleh talfiq bib? Apa sebabnya?
Itu saja dulu bib, maaf karena selalu merepotkan habib. Mohon doanya. Jazakumullahu khairan katsiran.
Wassalamu\’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..September 4, 2010 at 12:09 am #189421453Munzir AlmusawaParticipantAlaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
terimakasih atas doanya, sungguh tiada hadiah lebih agung dari doa.saudaraku tercinta, saya belum pantas menyandang gelar luhur itu, hamba cuma budak murabby dan belum sempurna pula menjadi budak yg baik, semoga kita dikumpulkan Allah swt selalu bersama para shalihin, dunia dan akhirat, amiin
1. betul saudaraku, Alqur\’an turun sekaligus ke lauhul mahfud di malam lailatul qadar, namun itu jauh sebelum Nabi saw lahir, dan kemudian saat turunnya ayat pertama yaitu surat al \’alaq beberapa ayat itu terjadi pada malam 17 ramadhan 13 tahun sebelum hijrah, alqur;an kemudian terus diturunkan sedikit sedikit, namun mengenai turunnya itu masih terdapat ikhtilaf, sebagian pendapat bukan pada malam 17, namun yg jelas adalah pd bulan ramadhan.
2. berikhtilaf ulama akan hal itu, imam ghazali mempunyai perhitungan, imam haddad mempunyai perhitungan, dan itu kesemua menunjukkan malam lailatul qadr itu berbeda beda setiap tahunnya, bukan di malam tertentu. demikian diperkuat sabda Rasul saw temuilah lailatul qadr di 10 malam terakhir ganjil di bulan ramadhan (Shahih Bukhari), dan dalam riwayat lain sabda Rasul saw : temui lailatulqadr di 7 malam terakhir ramadhan (shahih Bukhari), dan pada hadits kedua ini tak menyebut ganjil atau genap, hikmah dari ini semua adalah tentunya sifat manusiawi mulai bosan melakukan ibadah ketikah sudah semakin lama, maka Allah swt jadikan di 10 malam terakhir itulah lailatulqadr, dan diperkuat lagi pada riwayat kedua pada 7 malam terakhir,
agar semakin dekat dg akhir ramadhan muslimin semakin bersemangat bukan semakin malas beribadah, karena semakin dekat dg akhir ramadhan semakin besar anugerah berlimpah
3. ikhtilaf para imam dalam ayat tsb, dalam tafsir Imam Ibn katsir secara mutlak bahwa semua bentuk mushaf walau terputus2, misalnya hanya beberapa ayat, itu sudah termasuk mushaf dan tak boleh disentuh kecuali dalam keadaan suci, beliau menukil dalil2nya bahwa banyak riwayat hadits Rasul saw yg melarang sahabat membawa mushaf ke negeri kuffar, risau akan direbut musuh.
ini menunjukkan bahwa yg disebut mushaf adalah bukan harus 30 juz.
namun Imam Attabari dalam tafsirnya, menukil pendapat serupa, dan pendapat yg berbeda, yaitu yg dimaksud adalah para malaikat, berkaitan dg ayat sebelumnya : fii kitaabin Maknuun laa yamassuhu …dst), yaitu di lauhul mahfudh, tersimpan dg sempurna, tidak ada yg menyentuhnya di lauhul mahfudh kecuali para malaikat suci, dan diturunkan oleh Jibril as yg suci, kepada nabi nabi yg kesemuanya suci.
dalam Tafsir Ibn Abbas ra dijelaskan bahwa yg dimaksud adalah malaikat, dan orang yg mengamalkannya adalah orang yg diizinkan oleh Allah swt utk tersucikan.
dalam madzhab syafii terdapat dua pendapat, pendapat pertama adalah semua potongan alqur\’an termasuk mushaf, tidak boleh disentuh kecuali suci, kecuali jika bercampur dg tafsir yg hurufnya lebih banyak dari huruf alqur\’annya, bahkan alqur\’an 30 juz pun boleh disentuh tanpa wudhu jika huruf tafsirnya diperkirakan lebih banyak dari huruf alqur;annya, karena ia sudah bukan dinamakan mushaf, tapi dinamakan tafsir alqur\’an
pendapat kedua jika terpisah pisah maka tidak disebut mushaf.
4. mengenai mengambil pendapat madzhab tanpa bermadzhab, boleh saja jika sudah mencapai derajat Mujtahid, yaitu sudah mendalami keempat madzhab secara mapan dan mendalam, maka ia boleh memilih mana yg ia rasa berhak diikuti, namun jika belum mendalami seluruh madzhab, maka akan kacaulah ibadahnya, memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara jelas, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.
misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.
demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,
karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya, terkecuali jika sudah mencapai derajat mujtahid.
Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, dalam madzhab maliki sentuhan non muhrim tidak batal, maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkan wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.
Demikian contoh kecil dari kesalahan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas maka ranculah ibadahnya
dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia bersikeras dg madzhab syafii nya,
demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia bersikeras memilih madzhab lain
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a\’lam, salam rindu terdalam tuk anda
-
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Umum’ is closed to new topics and replies.