Home › Forums › Forum Masalah Umum › Perihal Ziarah
- This topic has 3 replies, 2 voices, and was last updated 16 years, 7 months ago by Munzir Almusawa.
-
AuthorPosts
-
April 17, 2008 at 8:04 pm #99247137arfanParticipant
Assalaamualaikum, Wr. Wb.
Yang Mulia Habib Munzir Al Musawwa, Semoga Habib dalam keadaan sehat walafiat dan selalu dalam lindunganNya.
Ya Habibana ana ingin bertanya tentang hukum berziarah kubur dan segala yg berkaitan dengan arwah kuburnya, ana mendapatkan tulisan yg membuat bingung tentang segala yg berkaitan dengan kuburan/makam,tulisan ini dibuat oleh Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi. (mohon maaf bila terlalu panjang) ana minta pendapat dari Habib karena di tulisan ini seperti menentang kebiasaan kita yg selalu berziarah ke para shalafussolihin dan ziarah yg MR adakan setiap malam minggu.
atas kesediaan Habib ana ucapkan Jazakumullah Khoiron Katsir.wass. Wr. Wb.
Bentuk-bentuk Pemujaan Terhadap Kuburan
Bagi sebagian besar kaum muslimin di zaman sekarang, kuburan telah menjadi salah satu tempat yang paling sering dan paling banyak mendapat kunjungan. Mereka sering hilir mudik di kuburan tersebut, tak kalah ramai dengan tempat-tempat rekreasi dan hiburan. Bahkan terkadang kuburan itu lebih ramai daripada rumah-rumah Allah Subhanahu wa Ta\’ala (masjid). Mereka datang dengan berbagai hajat dan tujuan. Di antara mereka ada yang ingin lulus dalam ujian sekolah, ada yang ingin berhasil dalam cocok tanam dan perdagangan, ada yang ingin mencari barakah dan anak keturunan, dan ada pula yang berniat agar mendapatkan jodoh yang sesuai selera.
Di antara mereka juga ada yang bertujuan untuk memandikan jimat-jimat dan keris-keris pusaka, ada yang ingin kedudukannya tidak digoyang dan bahkan ada di antara mereka yang mengucapkan nadzar bila telah berhasil dari sesuatu, akan keliling makam para wali yang dikunjunginya itu. Ada yang datang untuk menyucikan diri, bahkan ada yang memang berniat untuk beribadah yaitu hanya semata-mata ziarah. Sehingga untuk keberlangsungan semua ini, setiap kuburan yang dianggap keramat dan memiliki kelebihan, dibangun dengan bangunan yang megah dan mahal yang nilainya melebihi bangunan rumah orang yang meninggal itu semasa hidupnya. Setelah itu diangkat juru kunci sebagai pemandu setiap peziarah. Semua ini merupakan perkara yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta\’ala dan Rasul-Nya Shallallahu \’alaihi wa sallam.
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam telah melaknat pelakunya (yakni orang-orang yang suka mengagungkan kuburan). Terkadang beliau menyatakan, “Demikian besar murka Allah kepada kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid.” Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam mendoakan mereka agar mendapatkan murka dari Allah Subhanahu wa Ta\’ala karena apa yang mereka perbuat termasuk perbuatan maksiat. Yang demikian ini terdapat di dalam kitab-kitab Shahih. Terkadang Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam melarang (dengan keras) perbuatan tersebut, terkadang mengutus seseorang untuk menghancurkannya, terkadang menyebutkan bahwa hal itu termasuk dari perbuatan Yahudi dan Nasrani, terkadang beliau menyatakan, “Jangan kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala.” Terkadang menyatakan, “Jangan kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat ied.” Artinya menentukan waktu tertentu untuk berkumpul (di kuburan) sebagaimana yang banyak dilakukan oleh para penyembah kubur. (Lihat Syarh Ash-Shudur Bitahrim Raf’il Qubur hal. 1)
Di antara bentuk-bentuk pengagungan kepada kuburan:
a. Membuat bangunan di atasnya
Telah dibahas di dalam majalah ini edisi sebelumnya tentang hukum membangun kuburan, yang pada kesimpulannya adalah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta\’ala dan Rasul-Nya Shallallahu \’alaihi wa sallam. Bahkan Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam memerintahkan untuk meratakannya. Dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:
قاَلَ لِيْ عَلِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ لاَ تَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Ali bin Abu Thalib radhiallahu \’anhu berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah telah mengutusku padanya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan’.”
Demikianlah pengajaran nabawi kepada Ali bin Abu Thalib radhiallahu \’anhu untuk menghancurkan segala wujud berhala dan segala yang akan mengantarkan kepadanya dalam rangka mengingkari kemungkaran. Ini menunjukkan haramnya membangun kuburan.
b. Berdoa padanya
Kita telah mengetahui bahwa doa adalah ibadah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabda beliau dari shahabat Abu Abdullah An-Nu’man bin Basyir radhiallahu \’anhu:
الدُّعاَءُ هُوَ الْعِباَدَةُ
“Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud no. 1479 dan At-Tirmidzi no. 2973 dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu \’anhu)
Kalau doa itu merupakan sebuah ibadah berarti kita harus mengamalkannya di atas dua persyaratan.
Pertama: Mempersembahkan doa tersebut hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta\’ala.
Kedua: Sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam.
Apakah berdoa di kuburan telah memenuhi kedua syarat itu? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengetahui bentuk-bentuk doa di kuburan.
– Berdoa Kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala di Kuburan
Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala di kuburan merupakan perbuatan yang banyak dilakukan oleh para pengagung kuburan. Hal ini mereka lakukan disertai keyakinan tertentu seperti bahwa tempat tersebut memiliki barakah terlebih kuburan para nabi dan wali. Dan berkeyakinan akan mendatangkan kekhusyu’an dan cepat untuk terkabulkan. Adanya kepercayaan-kepercayaan seperti ini telah banyak mengundang kaum muslimin untuk berdoa di sisi kuburan. Tentu perbuatan ini adalah batil karena menentukan tempat peribadatan yang tidak pernah ditentukan oleh syariat termasuk dalam sebutan mengada-ada (bid’ah). Begitu juga para shahabat Nabi tidak pernah melakukan hal demikian di sisi kubur imam para nabi dan rasul yaitu kuburan Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذاَ ماَ لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan kami yang tidak pernah datang dalam urusan tersebut maka hal itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu \’anha)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak.” (HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu \’anha)
Allah Subhanahu wa Ta\’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمَتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناً
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama bagi kalian.” (Al-Maidah: 3)
Al-Imam Malik rahimahullah menyatakan sebagaimana yang telah dinukilkan oleh Ibnu Majisyun: “Barangsiapa yang mengada-ada di dalam Islam sebuah kebid’ahan dan dia menganggap hal itu sebagai sebuah kebaikan, maka sungguh dia telah menuduh bahwa Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah. Karena Allah Subhanahu wa Ta\’ala mengatakan: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian,” maka segala sesuatu yang di masa Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam bukan sebagai agama, pada hari ini juga bukan sebagai agama.” (Al-I’tisham, 1/49)
Berbeda dengan berdoa untuk orang yang meninggal, maka perbuatan ini ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam.
– Sengaja Berdoa Kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala dengan Perantara Penghuni Kuburan
Perbuatan ini di dalam agama dinamakan tawassul. Istilah tawassul adalah istilah yang masyhur di kalangan kaum muslimin dan istilah ini telah mengindonesia. Tawassul memiliki makna: Mendekatkan diri kepada Allah dengan segala apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Para ulama telah membagi tawassul dalam dua bentuk dan kedua bentuk tersebut memiliki bagian-bagian yang banyak.
Pertama: Tawassul yang disyariatkan1
Kedua: Tawassul yang tidak disyariatkan
Tawassul yang disyariatkan jelas nash-nashnya di dalam Al-Quran seperti firman Allah Subhanahu wa Ta\’ala:
يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجاَهَدُوا فِيْ سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (Al-Maidah: 35)
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهُ وَيَخاَفُوْنَ عَذاَبَهُ إِنَّ عَذاَبَ رَبِّكَ كاَنَ مَحْذُوْراً
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya, sesungguhnya azab Rabbmu adalah suatu yang harus ditakuti.” (Al-Isra: 57)
Lalu, bertawassul dengan orang yang meninggal termasuk dalam bagian yang mana?
Untuk menjawab pertanyaan ini harus ditinjau dari beberapa sisi.
Pertama: Segala akibat ada sebabnya. Yang menciptakan dan menentukan sebab akibat adalah Allah Subhanahu wa Ta\’ala. Menjadikan suatu sebab yang tidak dijadikan sebab oleh Allah Subhanahu wa Ta\’ala di dalam syariat termasuk syirik kecil. Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai sebab dan perantara yang akan menyampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala termasuk di dalam bab ini. Berdasarkan sisi ini berarti perbuatan tawasul dengan orang yang telah mati termasuk dari syirik kecil.
Kedua: Jika perbuatan ini benar, niscaya tidak akan ditinggal oleh para shahabat Nabi Shallallahu \’alaihi wa sallam kepada kuburan imam para Rasul yaitu Rasulullah Muhammad Shallallahu \’alaihi wa sallam. Mereka tentu akan berlomba-lomba untuk melakukannya dan tentu akan teriwayatkan dari mereka setelah itu. Berdasarkan sisi ini jelas bahwa perbuatan ini diada-adakan, termasuk perkara baru dan merupakan satu kebid’ahan di dalam agama. Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam mengatakan:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu \’anha)
(Lihat Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Fauzan, At-Tawassul hukumnya dan pembahasannya dari kumpulan-kumpulan fatwa Asy-Syaikh Al-Albani dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)
(Jika tawassul itu sampai meminta-minta kepada ahli kubur itu sendiri, maka ini termasuk syirik besar sebagaimana pembahasan berikut -red)
– Berdoa Kepada Penghuni Kuburan
Perbuatan ini termasuk dari syirik besar kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala dan pelakunya mendapat ancaman-ancaman yang pedih dari Allah Subhanahu wa Ta\’ala. Allah Subhanahu wa Ta\’ala berfirman:
وَأَنَّ الْمَساَجِدَ ِللهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَداً
“Dan bahwa masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kalian berdoa kepada seorangpun bersama Allah.” (Al-Jin: 18)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata ketika menerangkan ayat ini: “Tidak doa ibadah ataupun doa masalah (yakni tidak boleh berdoa kepada selain Allah baik doa ibadah maupun doa masalah), karena masjid-masjid yang merupakan tempat yang paling mulia untuk beribadah harus dibangun di atas keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala. Ketundukan kepada keagungan-Nya dan tenteram dengan kemuliaan-Nya.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 990)
Di antara ancaman-ancaman yang pedih itu ialah firman Allah Subhanahu wa Ta\’ala:
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ ماَ دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشآءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa: 48)
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ ماَّ كاَنُوا يَعْمَلُوْنَ
“Dan jika mereka menyekutukan Allah niscaya akan terlepas dari mereka apa-apa yang mereka telah kerjakan.” (Al-An’am: 88)
Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ الناَّرَ
“Barangsiapa berjumpa dengan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dia akan masuk ke dalam jannah dan barangsiapa berjumpa dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan Allah, dia masuk ke dalam an-nar.” (HR. Muslim no. 93 dari shahabat Jabir bin Abdullah radhiallahu \’anhuma)
Ziarah ke Kuburan
Ziarah kubur disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta\’ala dan Rasul-Nya Shallallahu \’alaihi wa sallam agar kita bisa mengambil pelajaran dan mengingat akhirat. Tentunya dengan syarat jangan sekali-kali dia mengucapkan di sisi kuburan sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta\’ala. Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهاَ [فَإِنَّهاَ تَذَكَّرُكُمُ اْلآخِرَةَ]2[وَلْتَزِدْكُمْ زِياَرَتُهاَ خَيْرًا]3[فَمَنْ أَراَدَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ وَلاَ تَقُوْلُوا هُجْرًا]4
“Sesungguhnya aku dulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahlah [karena akan bisa mengingatkan kepada akhirat]2 [dan akan menambah kebaikan bagi kalian dengan menziarahinya]3 [maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah dan jangan kalian mengatakan ‘hujran’ (ucapan-ucapan batil)]4.” (HR. Muslim dari shahabat Buraidah bin Hushaib radhiallahu \’anhu)
Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: “Semuanya menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung padanya dan untuk bisa mengambil pelajaran. Apabila kosong dari ini maka bukan ziarah yang disyariatkan.” (Lihat Subulus Salam, 2/162)
Berbicara realita yang terjadi sekarang, sebagian – bahkan tidak berlebihan jika dikatakan mayoritas – kaum muslimin, telah keluar dari jalur yang telah ditetapkan oleh syariat dengan beberapa alasan:
Pertama: Menentukan waktu tertentu dan makam tertentu untuk tempat berziarah. Hal ini tidak mungkin dilakukan melainkan ada keyakinan yang lebih terhadap waktu dan makam tersebut. Ini dibuktikan dengan hal-hal yang dilakukan di makam tersebut seperti mencukur rambut anak, memandikan anak, membawa bunga-bunga, berdzikir di sisi kuburan tersebut, tawassul dengannya bahkan meminta segala bentuk hajat.
Kedua: Mempersiapkan perbekalan yang besar untuk melakukan ziarah dengan segala aneka ragam makanan dan buah-buahan serta kurban.
Ketiga: Melakukan perkara-perkara yang haram seperti campur baur antara laki-laki dan perempuan bahkan membawa pasangannya yang tentu saja mengakibatkan hilangnya hikmah ziarah itu sendiri yaitu mengingat akhirat dan bisa mengambil pelajaran darinya. (Bahkan ada yang mensyaratkan harus berbuat zina demi terkabulnya permohonannya -red).
Keempat: Dilakukan berbagai macam penyembahan, ada yang dalam bentuk meminta kepada penghuninya, bernadzar berkurban untuknya dan sebagainya.
Apakah ziarah kubur dianjurkan secara mutlak atau dilarang secara mutlak?
Jawabnya: Hukum ziarah kubur dibagi oleh para ulama menjadi tiga bentuk:
1. Ziarah yang disyariatkan
Ziarah yang disyariatkan oleh Islam dan terpenuhi tiga syarat padanya:
Pertama: Tidak mengadakan safar (bepergian) untuk berziarah. Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu \’anhu, Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَشُدُّوا الرِّحاَلَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَساَجِدَ. مَسْجِدِي هَذاَ وَالْمَسْجِدِ الْحَراَمِ وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى
“Jangan kalian bepergian (mengadakan safar dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: masjidku ini, Masjid Al-Haram, dan Masjid Al-Aqsha.” (HR. Al-Bukhari no. 1139 dan Muslim no. 415, dan datang dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu \’anhu)
Kedua: Tidak mengucapkan kalimat-kalimat batil. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْرِ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ وَلاَ تَقُوْلُوا هُجْرًا
“Dulu kami telah melarang kalian dari menziarahi kubur. Barangsiapa ingin menziarahi kubur, lakukanlah dan jangan mengucapkan hujran.” (HR. An-Nasai no. 100 dari shahabat Buraidah radhiallahu \’anhu dan asalnya di dalam riwayat Muslim).
Ibnul Atsir rahimahullah di dalam kitab An-Nihayah (5/240) mengatakan: “Al-Hujra dengan didhammahkan huruf ha, artinya ‘ucapan keji’.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah mengatakan: “Lihatlah –semoga Allah merahmatimu– bagaimana Rasulullah Shallallahu \’alaihi wa sallam melarang dari kalimat-kalimat yang keji dan batil ketika berziarah ke kuburan dan apakah ada ucapan yang lebih besar kekejian dan kebatilannya daripada menyeru (berdo’a) kepada orang-orang yang telah mati dan meminta tolong dibebaskan dari malapetaka kepada selain Allah?” (Al-Qaulul Mufid, hal. 193)
Ketiga: Tidak dikhususkan dengan waktu-waktu tertentu karena tidak ada dalil pengkhususan yang demikian itu.
2. Ziarah Bid’ah
Ziarah yang tidak ada salah satu dari syarat-syarat di atas.
3. Ziarah Syirik
Ziarah yang menjatuhkan pelakunya ke dalam kesyirikan seperti berdoa kepada penghuninya, menyembelih, bernadzar, meminta pertolongan, perlindungan, meminta diturunkannya hujan, kesembuhan, terpelihara dari musuh, malapetaka, dan sebagainya dari jenis-jenis kesyirikan.4
Dari pembagian ketiga jenis ini, bisa kita ukur dan nilai, masuk kategori mana ziarah yang dilakukan mayoritas muslimin di makam-makam terkenal di seluruh pelosok tanah air ini. Dan ziarah ini telah menjadi rutinitas kalangan tertentu meski dengan hajat yang berbeda. Sehingga tidak ada satu kuburanpun yang terkenal dan memiliki nilai sejarah dalam kehidupan nenek moyang kecuali setiap waktu dibanjiri oleh para peziarah. Seakan-akan ia bagai Baitullah Al-Haram di tanah suci Makkah. Dari yang tingkatan rendah dalam dunia dan agama, hingga yang memiliki kedudukan tinggi.
Akankah semua ini berakhir? Dan di manakah para da’i penyeru kepada kebenaran? Dari kebenaran mereka jauh dan dari kemungkaran mereka diam.
Tentu masih banyak lagi bentuk-bentuk pengagungan kepada kuburan dan ini adalah sebagian kecil daripadanya, semoga mewakili yang lain. Dari semuanya ini tergambar:
Pertama: Betapa jauhnya muslimin dari aqidah yang benar.
Kedua: Jauhnya mereka dari syariat Allah Subhanahu wa Ta\’ala.
Ketiga: Kebutuhan mereka terhadap tauhid dan dakwah tauhid.
Keempat: Jauhnya mereka dari pemahaman salafush shalih.
April 17, 2008 at 11:04 pm #99247148Munzir AlmusawaParticipantAlaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
semoga kebahagiaan dan kesejukan jiwa selalu menerangi hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
saya tidak punya waktu dan sangat sibuk melayani fatwa orang tak berilmu seperti mereka ini, kasihan mereka itu, merasa dirinyalah yg paling benar padahal mereka itu buta ilmu, hanya tahu menukil nukil lalu berfatwa, itu saja yg mereka bisa, berikut artikel saya yg menjawab segala fatwa aneh mereka ini.Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a\’lam
Ummat ummat terdahulu menyembah patung, lalu muslimin sujud pula pada ka\’bah, bukankah kabah itu batu?, kenapa sujud padanya?,
Lalu mengapa malaikat diperintah sujud pada makhluk?, dalam peristiwa ini menurut versi pemikiran wahabi, maka yg tauhidnya suci hanyalah Iblis, karena hanya Iblis yg tak mau sujud pada makhluk, dan para malaikat itu semuanya musyrik, karena sujud pada makhluk.Rasul saw bersabda : \"Aku tak takut kemusyrikan menimpa kalian, yg kutakutkan adalah keluasan dunia yg menimpa kalian” (sebagaimana Saudi Arabia dan Negara wahabi lainnya) (Shahih Bukhari).
Jelaslah sudah bahwa Rasul saw telah menjawab seluruh fitnah mereka, bahwa Rasul saw tak merisaukan syirik akan menimpa ummatnya, hanya Iblis saja yg tak rela muslimin memuliakan ulama, Iblis ingin muslimin ini sama sama dengannya, tak memuliakan siapapun selain Allah swt,
namun justru tempat mereka adalah kekal di neraka.Mengenai membangun diatas kuburnya tempat ibadah Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar : “Berkata Imam Al Baidhawiy : ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dg merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yg dimaksud hadits itu”(Fathul Bari Al Masyhur Juz 1 hal 525)
Kita akan lihat ucapan para Imam :
1. Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah : “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yg tak diperbolehkan adalah membangun masjid diatas makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat didekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya”. Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul qadir Juz 5 hal.274).2. Berkata Imam Al Muhaddits Ibn Hajar Al Atsqalaniy : “hadits hadits larangan ini adalah larangan shalat dg menginjak kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat ke kubur atau diantara dua kuburan, dan larangan itu tak mempengaruhi sah nya shalat, (*maksudnya bilapun shalat diatas makam, atau mengarah ke makam tanpa pembatas maka shalatnya tidak batal), sebagaimana lafadh dari riwayat kitab Asshalaat oleh Abu Nai’im guru Imam Bukhari, bahwa ketika Anas ra shalat dihadapan kuburan maka Umar ra berkata : kuburan..kuburan..!, maka Anas melangkahinya dan meneruskan shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah, dan tidak batal. (Fathul Baari Almayshur juz 1 hal 524).
Darisini diambil kesimpulan bahwa shalat menghadap kuburan tidak haram dan tetap sah shalatnya, namun makruh, dan makruh adalah tidak dosa bila dikerjakan dan mendapat pahala bila ditinggalkan.
Berkata Imam Al Baidhawiy : bahwa Kuburan Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yg sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251)
jelaslah bahwa yg dimaksud shalat menghadap kuburan adalah yg langsung berhadapan dengan kuburan yg telah digali, bukan kuburan yg tertutup tembok atau terhalang dinding.
Rasul saw menyalatkan seorang yg telah dikuburkan, beliau shalat gaib menghadap kuburannya tanpa dinding atau penghalang, yaitu langsung menghadap kuburan
Maka telah jelas bahwa larangan adalah :
• Membangun masjid diatas kuburan untuk menyembah kuburan para nabi.
• Larangan membangun masjid yg “sengaja” menghadapkan kiblatnya ke kuburan untuk menyembahnya.Kita memahami bahwa Masjidirrasul saw itu diperluas dan diperluas, namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yg dibenci dan dilaknat Nabi saw karena menjadikan kubur beliau saw ditengah tengah masjid, maka pastilah ratusan Imam dan Ulama dimasa itu telah memerintahkan agar perluasan tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam Rasul saw),
Perluasan adalah di zaman khalifah Walid bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pd 4 Syawal th 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pd th 96 Hijriyah
lalu dimana Imam Bukhari? (194 H – 256 H), Imam Muslim? (206 H – 261H), Imam Syafii? (150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H – 241 H), Imam Malik? (93 H – 179 H), dan ratusan imam imam lainnya?, apakah mereka diam membiarkan hal yg dibenci dan dilaknat Rasul saw terjadi di Makam Rasul saw?, anda kira orang yg beriman itu hanya sahabat kah?, lalu Imam Imam yg hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yg bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul saw??, munculkan satu saja dari ucapan mereka yg mengatakan bahwa perluasan Masjid nabawiy adalah makruh.
TIDAK ADA..! itu hanya muncul dari kedangkalan pemahaman anda.Justru inilah jawabannya, mereka diam karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yg kelak akan bersujud menghadap Makam Rasul saw itu tidak satupun yg berniat menyembah Nabi saw, atau menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yg membuat kubur2 itu terpisah dari masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu tidak melarang perluasan masjid Nabawiy.
Sedikit mengenai Tabarruk para Sahabat dalam Shahihain Bukhari dan Muslim
Diriwayatkan ketika Rasul saw barusaja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul saw, maka riuhlah para sahabat lainnya menegur si peminta, maka sahabat itu berkata : “aku memintanya untuk kafanku nanti” (Shahih Bukhari), demikian cintanya para sahabat pada Nabinya saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Umar bertabarruk dengan Kubur Nabi saw
Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yg merobek perutnya dengan luka yg sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar ra), \"Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra\", maka ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra : \"Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” (dimakamkan disamping makam Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.1328).
Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi saw mempunyai arti yg sangat Agung, hingga kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : \"Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” demikian besarnya keinginannya untuk bertabarruk pada Kubur Nabi saw
Mustahil Umar ra meminta berkali-kali untuk diizinkan dimakamkan disebelah makam Rasul saw dan Abubakar ra, kenapa?, apakah sekedar iseng belaka?, melainkan bukti bahwa Makam Rasul saw mempunyai kemuliaan, demikian pula Makam Abubakar Shiddiq ra, sehingga Umar ra dalam sakratulmautnya masih sempat mengucapkan kalimat bahwa tak ada yang lebih diperdulikannya selain pembaringan disebelah mereka.
Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang saat Rasul saw wafat maka ia membuka kain penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh beliau saw dan berkata : “Demi ayahku, dan engkau wahai Rasulullah.., Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati”. (Shahih Bukhari).
Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah jalan, maka ketika ditanya ia berkata bahwa ayahku shalat sunnah ditempat ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw shalat di tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn Umar ra pun melakukannya. (Shahih Bukhari hadits no.469).
Demikianlah keadaan para sahabat Rasul saw, bagi mereka tempat-tempat yang pernah disentuh oleh Tubuh Muhammad saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki, mereka mencari keberkahan dengan shalat pula ditempat itu, demikian pengagungan mereka terhadap sang Nabi saw.
Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim, wahai Abu Muslim, kulihat engkau selalu memaksakan shalat ditempat itu?, maka Abu Muslim ra berkata : Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini” (Shahih Bukhari hadits no.480).
Sebagaimana riwayat Sa’ib ra, : \"aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw\" (Shahih Muslim hadits no.2345).
Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata : “Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya” (Shahih Bukhari hadits no.168). demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih agung dari dunia dan segala isinya.
Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul saw dan mengusap2kannya ke wajah dan kedua tangan mereka, dan mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw lalu mengusapkan ke wajah dan tangan mereka” (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).
Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada jenazah beliau saw
Tentunya umar bin khattab sudah dikatakan musyrik karena disakratulmaut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw
Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum nasrani yg berebutan air pastor!
Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dg generasi sempalan.
Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.
Mereka yang berkemenyan, sajen dlsb itu, tetap tak mungkin kita pastikan mereka musyrik, karena kita tak tahu isi hatinya, sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya, ah? betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!, lalu Usamah ra berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya dan mengejarnya : “APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnya tak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.159)
Dan juga dari peristiwa yang sama dengan riwayat yang lain, bahwa Usamah bin Zeyd ra membunuh seorang kafir yang kejam setelah kafir jahat itu mengucap Laa Ilaaha Illallah, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya : MENGAPA KAU MEMBUNUHNYA..?!, Usamah menjawab : Wahai Rasulullah, ia telah membunuh fulan dan fulan, dan membantai muslimin, lalu saat kuangkat pedangku kewajahnya maka ia mengatakan Laa Ilaaha illallah.., lalu Rasul saw menjawab : LALU KAU MEMBUNUHNYA..?!!, Usamah ra menjawab : benar, maka Rasulullah saw berkata : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!, maka Usamah berkata : Mohonkan pengampunan bagiku dan istighfari aku Wahai Rasulullah…, Rasul saw menjawab dengan ucapan yang sama : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!!, dan beliau terus mengulang ulangnya.. (Shahih Muslim Bab 41 no.160).
Kita tak bisa menilai orang yang berbuat apapun dengan tuduhan syirik, dia berkomat kamit dengan sajen dan mandi sumur tujuh rupa dan segala macam kebiasaan orang kafir lainnya, ini merupakan adat istiadat biasa, tak mungkin kita mengatakannya musyrik hanya karena melihat perbuatannya, kecuali ia ber ikrar dengan lidahnya.
Satu contoh, seorang muslim mandi air kembang, berendam di air mawar, lalu menaruh keris di pinggangnya, lalu menyalakan kemenyan, lalu ia shalat, musyrikkah ia??
dan orang lain mandi dengan shower, berendam di air hangat, menggunakan busa mandi, lalu menaruh pistol dipinggangnya, lalu menyemprotkan pewangi ruangan, lalu shalat, musyrikkah dia?, apa bedanya?, keduanya melakukan kebiasaan orang kafir..
Kesimpulannya adalah, tidak ada kalimat musyrik bisa dituduhkan kepada siapapun terkecuali dengan kesaksian lidahnya. Hati-hatilah dengan ucapan syirik, bila seseorang muslim lalu musyrik, maka pernikahannya batal, istrinya haram dikumpulinya, jima dengan istri terhitung zina, anaknya tak bernasab padanya, kewaliannya atas putrinya tidak sah, dan bila keluarganya wafat ia tak mewarisi dan bila ia wafat tak pula diwarisi, ia diharamkan shalat, diharamkan dikuburkan di pekuburan muslimin.Lalu mengapa para Imam membiarkan Qubbah Rasulullah saw yg semegah itu?, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ratusan para Huffadh dan Muhaddits lainnya membiarkan kuburan kuburan dan kubah kubah menonjol, apakah mereka tak mengerti ilmu?
Tentunya jawabannya bahwa yg dilarang adalah jika untuk penyembahan maka hancurkanlah, jika untuk tabarruk maka hal itu boleh boleh saja.
—
Ziarah kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda : “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yg terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976). Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
Rasul saw berbicara kepada yg mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yg dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (shahih Muslim hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yg telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yg dimaksud orang yg telah mati adalah orang kafir yg telah mati hatinya dg kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yg terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkaua wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yg telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yg paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yg masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yg paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yg menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dg riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yg hidup, dan salam hanya diucapkan pada yg hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yg mutawatir (riwayat yg sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yg hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Rasul saw bertanya2 tentang seorang wanita yg biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy ALkubra hadits no.10052)
l
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10054).Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yg mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yg mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yg berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal hal mulia ini yg hanya akan menipu orang awam, karena hujjah hujjah mereka Batil dan lemah.
Dan mengenai berdoa dikuburan sungguh hal ini adalah perbuatan sahabat radhiyallahu’anhu sebagaimana riwayat diatas bahwa Ibn Umar ra berdoa dimakam Rasul saw, dan memang seluruh permukaan Bumi adalah milik Allah swt, boleh berdoa kepada Allah dimanapun, bahkan di toilet sekalipun boleh berdoa, lalu dimanakah dalilnya yg mengharamkan doa di kuburan?, sungguh yg mengharamkan doa dikuburan adalah orang yg dangkal pemahamannya, karena doa boleh saja diseluruh muka bumi ini tanpa kecuali
April 18, 2008 at 12:04 am #99247150arfanParticipantAss. Wr. Wb.
Yg Mulia Hb Munzir Al Musawwa,
terimakasih atas jawaban yg diberikan, ana akan memposting jawaban ini di tempat ana bekerja, mohon doanya karena ditempat ana bekerja ini banyak sekali orang2 yg berpikiran sempit seperti ini, masih banyak yg tdk suka maulid, masih banyak yg menganggap ziarah ke maqam ulama itu bidáh dll. semoga tulisan ini menyadarkan merka, sekedar info waktu Habib menulis ttg pendapat para ulama ttg maulid ana jg mempostingnya di tempat ana bekerja, dan seperti biasa banyak pendapat2 miring ttg kemuliaan Nabi Muhammad Saw.
semoga sunnah Rasulullah bisa hidup dan semarak di lingkungan ana bekerja.
Jazakumullah khairon katsir, waafwaminkum,wassalam. wr. wb.
April 18, 2008 at 1:04 am #99247154Munzir AlmusawaParticipantHayyakumullah.. semoga Allah menyambut anda dengan segala anugerah Nya swt..
-
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Umum’ is closed to new topics and replies.