Home Forums Forum Masalah Fiqih seputar shalat

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • Author
    Posts
  • #204243841
    rada
    Member

    Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

    kebahagiaan dan kesejukan rahmat Nya semoga selalu menaungi hari2 habib sekeluarga & seluruh jamaah MR

    1. Bagaimanakah posisi kaki saat berdiri shalat, apakah seperti huruf V, atau seperti II jadi jari2 menghadap kiblat semua?
    2. Bila kita lebih dulu selesai membaca tahiyyat akhir dari imam apakah jari telunjuk tetap di acungkan?
    3. Apakah boleh misalnya dalam wudhu kita memakai madzhab syafi’i, dalam shalat kita memakai madzhab hanbali, dan lainnya?
    4. Bila munfarid dalam shalat subuh, maghrib dan isya apakah bacaan takbir juga sunnah di jaharkan atau hanya bacaan suratnya saja yg dijaharkan?

    #204243849
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Rahmat dan keluhuran semoga selalu menerangi hari hari anda dan keluarga,

    Saudaraku yg kumuliakan,
    terimakasih atas doanya, sungguh tiada hadiah lebih agung dari doa, Rasul saw bersabda: Tiadalah seorang muslim berdoa untuk saudara muslimnya kecuali malaikat berkata : amin dan bagimu seperti doamu pada saudaramu (Shahih Muslim)

    saudaraku yg kucintai
    1. posisi kaki sejajar dg pinggang sebagaimana huruf II dg jari jari menghadap kiblat, jika renggang maka disunnahkan menarik yg disebelahnya agar merapat, jika dikiri maka ditaik dg tangan kiri, jika dikanan maka ditarik dg tangan kanan, dg lembut dan sopan, namun jika yg disebelahnya itu sepuh, tua renta, atau terlalu gemuk, atau ia tetap pada posisinya menolak bergeser, maka jangan dipaksakan, karena hal itu tidak membatalkan shalat karena kerapatan shaf adalah sunnah dan bukan wajib

    2. telunjuk tetap mengacung kedepan sampai kita akan salam, demikian dalam madzhab syafii

    3. saudaraku yg kumuliakan, memang tidak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.

    misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.

    demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,

    karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.

    Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, aku bermadzhabkan maliki, maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkun wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.

    Demikian contoh kecil dari kesalahan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad (untaian riwayat kuat kepada salah satu imam madzhab) yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya, maka ia akan kacau dalam ibadah sebagaimana contoh diatas..

    dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun (orang orang yg bermadzhab maliki) maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,

    demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.

    4. shalat yg jahran (magrib, isya dan subuh, jika munfarid maka ia mengeraskan suaranya hanya sedikit lebih keras dari suaranya yg ia baca saat shalat yg sirran (dhuhur dan asar), tanpa menyamakannya sebagaimana ia shalat jahran dg imam

    Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

    Wallahu a\’lam

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Fiqih’ is closed to new topics and replies.