Home Forums Forum Masalah Fiqih Shalat Jumat,& masalah Najis

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • Author
    Posts
  • #76408762
    Muhammad Haidar Ali
    Participant

    Assalamualaikum Wr Wb..
    Habib Munzir yang sangat saya hormati dan saya cintai. Semoga Habib selalu ada dalam keadaan sehat dan diberi kekuatan serta keistiqomahan dalam membimbing umat. Sebelumnya saya mohon maaf karena sering bertanya pada Habib. Hal itu tak lain karena keterbatasan ilmu yang saya dapat serta rasa keingintahuan atau haus akan ilmu.
    Habib ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan :
    1. Sekarang ini banyak sekali perusahaan2, pabrik2, kantor dll membuat masjid di dalamnya serta mendirikan shalat jumat. Sedangkan yang saya pelajari ketika masih di ponpes ketika mengaji kitab safinatunaja, fath muin, ianath tholibin dan kitab2 fiqih lainnya yang bermadzhab syafii menyatakan salah satu hal yang menyebabkan tidak sah apabila mendirikan shalat jumat kurang dari 40 warga mukimin. sedangkan mereka bukanlah warga asli atau mukimin, mereka hanya pekerja. lalu apakah ada keterangan lain yang membolehkan pendirian shalat jumat tersebut?
    2. Ketika salah satu anggota tubuh kita terluka kemudian mengeluarkan darah, tapi cuma sedikit kemudian kita balut luka tersebut. setelah dibalut kita melaksanakan shalat fardhu. apakah shalat kita sah atau tidak, sedangkan salah satu anggota kita mengeluarkan darah? apakah darah tersebut najis atau tidak?
    3. Saya sering melihat banyak kyai yang berdakwah, kemudian setelah ceramahnya selesai kyai tersebut dikerumuni masa atau jemaah yang ingin mencium tangan sang kyai. tetapi dalam kerumunan jemaah tersebut terkadang ada wanita yang ikut mencium tangan sang kyai. apakah dalam keadaan demikian dibolehkan wanita yang bukan muhrimnya mencium tangan kyai tersebut? ataukah pada saat ketidakmampuan sang kyai untuk menghindari kerumunan jemaah wanita, kyai tersebut pindah ke madzhab lainnyanya (bukan syafii) sehingga ketika wanita yang bukan muhrimnya ikut mencium tangan kyai tidak menyebabkan batalnya wudhu sanga kyai? apakah hal tersebut berdosa?

    #76408786
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Limpahan Rahmat dan Inayah Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
    Terimakasih atas doa anda saudaraku,
    Mengenai pertanyaan anda :
    1. mengenai shalat jumat yg demikian ini ada pendapat dalam madzhab Syafii yg mengatakannya sah, memang bila jumlah mereka yg hadir kurang dari 40 orang (penduduk setempat) maka boleh melakukan shalat lagi yaitu shalat dhuhur, karena sebagian ulama syafii mengatakan jumatnya tidak sah, namun hal itu tak wajib, karena ada pendapat yg membolehkan.

    yg mengatakannya sah adalah dengan dalil bahwa nabi saw ketika shalat jumat beliau saw pernah ditinggalkan hingga hanya 8 orang saja, dan beliau tetap meneruskan jum\’atnya dan tak mengulang dengan shalat dhuhur lagi, demikian sebab turunnya surat Al Jumu\’ah.

    maka Jumatnya sah dan sebaiknya tak perlu shalat lagi, beda antara masa lalu dengan masa kini yg sebaiknya tak perlu lagi syak karena penduduk jakarta sudah sangat padat dan yg shalat di masjid jumat kebanyakan pendatang, dan berkata Al Hafidh Assuyuthiy bahwa jumlah itu adalah Syarth lilwujub Laa Syarth Lisshihhah (jumlah itu adalah syarat untuk wajib jumat, bukan syarat sah Jumat).

    Dan bila dilihat dari segi maslahat pun sungguh jauh lebih bermanfaat diadakan jumat, karena bila dipaksakan untuk hanya mesti di masjid masjid maka bisa dipastikan ratusan ribu orang atau mungkin mencapai hampir Jutaan orang yg tak melakukan shalat jumat di jakarta, sebagaimana kita ketahui penduduk Jakarta hampir mencapai 20 juta jiwa bila dihitung dg karyawan yg keluar masuk jakarta setiap harinya.

    Maka sebaiknya Jumat tetap diadakan dan bila ada syak dalam hati kita maka bolehlah melakukan dhuhur lagi.

    2. Darah adalah najis namun ma’fu ‘anhu (dimaafkan) selama tidak mengenai tempat selain tempat luka, misalnya luka ditangan yg dibalut ferban, darah yg mengenai pembalut hukumnya dimaafkan, namun bila darah masih menetes misalnya masih keluar dari pembalut menetes hingga kaki maka najis hukumnya dan shalatnya batal, namun bila darah itu misalnya mengalir dari lutut terus kemata kaki maka tetap dimaafkan selama tidak berpindah tempat, misalnya dari kepala menetes ke bahu, maka najis dan shalatnya batal, bila darah mengalir misalnya dari kepala terus mengalir hingga kaki lewat leher, (bukan menetes) maka tetap sah shalatnya.
    demikian dalam madzhab syafii.

    3. mengenai hal ini saya alami sendiri, hal ini bukan berarti diperbolehkan, namun disaat terjebak dan tak bisa menghindar, dan ummat muslimin di wilayah itu masih awam dan belum mengerti ayat hijab, maka apalah daya?, sebab bila saya menarik tangan dari mereka maka mereka tetap akan mengejar tangan itu dan justru dirisaukan akan berbenturan dg tubuh saya, sungguh bila saya melihat kerumunan wanita disuatu wilayah majelis misalnya, dan terlihat mereka muslimin yg antusias tuk bersalaman, maka saya mencari jalan yg dipadati pria, mereka berdesakan menyalami dan wanita tentunya tak akan kebagian, namun repotnya kalau massa sudah sedikit lowong maka masuklah kaum wanita terutama ibu ibu yg biasanya didahului oleh anak anak wanita dibawah umur, bila saya tak mengulurkan tangan maka mereka akan semakin dekat, dan dalam posisi berdesakan tak mustahil justru akan terdorong ketubuh saya, maka demi menyelamatkan diri, saya ulurkan tangan itu sambil mencari selah menyelamatkan diri dari kejaran yg lainnya, uluran tangan saya bisa membuat mereka berdesakan mengejar tangan itu dan tentu jalan terbuka dan saya bisa segera menghindar walaupun mestilah terkena dg beberapa dari mereka, dan tentunya wudhu tetap batal.

    Maka hal seperti ini lumrah saja dan dimaafkan, dan tak perlu kita berteriak teriak keras dg mencaci maki kaum wanita yg berani mendekat, apalagi kalau ini muncul dari besarnya mahabbah mereka terhadap ulama,

    Pernah saya disutau wilayah di pinggiran jakarta, ketika saya lihat banyak wanita yg akan mengerubuti, maka saya perintahkan beberapa pemuda tuk memagari saya dari wanita, mereka menjadi pagar betis dan semua wanita yg mendekat akan terdorong,

    Apa yg terjadi?, saya melihat seorang ibu ibu tua berusaha dg kasar mendobrak kerumunan pagar betis itu, apalah arti kekuatan ibu ibu lanjut usia itu dibanding pagar betis para pemuda?, akibatnya tubuh ibu tua itu terhimpit ditubuh mobil seraya berteriak teriak kesakitan, maka saya segera membubarkan pagar betis itu dan memberinya kesempatan tuk menyalami, sejak itu saya tak pernah lagi memerintahkan pagar betis.

    Demikian saudaraku yg kumuliakan,

    Wallahu a’lam

Viewing 2 posts - 1 through 2 (of 2 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Fiqih’ is closed to new topics and replies.