Home › Forums › Forum Masalah Fiqih › Soal Sholat Jama\’
- This topic has 1 reply, 2 voices, and was last updated 15 years, 3 months ago by Munzir Almusawa.
-
AuthorPosts
-
May 31, 2009 at 5:05 pm #152664498Munzir AlmusawaParticipant
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
hadits itu benar, namun Rasul saw tidak pernah memerintahkannya melakukan berkesinambungan, dan tidak melakukannya berkesinambungan, dan para sahabat pun tidak melakukannya berkesinambungan, sebagaimana orang orang syiah yg tidak mau tahu kecuali memotong motong syariah seenak mereka, sebagaimana kawin Mut;ah pun pernah dibolehkan kemudian dilarang, mereka tetap berusaha menghalalkannya dg memutar balikkan dalil semaunyajumhur seluruh madzhab tidak membenarkan shalat terus dijamak, karena tidak ada contohnya dari Rasul saw, juga dari para sahabat yg ahlul Bait dan bukan ahlulbait, Ibn Abbas ra melakukannya sekali itu., sebagai bayan bahwa hal itu pernah terjadi dimasa Rasul saw, namun melakukannya secara berkesinambungan adalah batil dan penuh kesesatan, karena Allah swt sudah mengatur shalat itu 5 waktu, yaitu waktu subuh, waktu dhuhur, waktu asar, waktu magrib dan waktu isya,
siapapun yg berusaha mengubahnya maka ia telah terjebak pada kesesatan yg nyata.
Rasul saw selalu menjamak shalatnya jika safar, jika tidak ada udzur maka Rasul saw tidak pernah melakukannya kecuali sekali, maka tidak dibenarkan melakukannya berkesinambungan.
berbeda dg hal hal yg sunnah, jika Rasul saw melakukannya sekali, maka sudah bisa diambil kesimpulan bahwa hal itu boleh saja dilakukan, namun dalam hal hal yg fardhu kita tidak bisa menyamakannya dg hal yg sunnah, hal yg fardhu mestilah selalu sejalan dg apa yg diperbuat oleh Rasul saw, jika Rasul saw melakukannya sekali, maka tidak ada kebolehan melakukannya berkesinambungan.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a\’lam
May 31, 2009 at 5:05 pm #152664494MukhsinParticipantAssalamu\’alaikum
ya habibana, mudah-mudahan dalam keadaan sehat selalu,
langsung aja ya bib,
ada satu yang mengganjal di hati saya, karena beberapa hari yang lalu saya mendapat kiriman e-mail dari teman (seorang syi\’ah) yang isi dari e-mailnya itu membolehkan menjama\’ sholat walaupun tidak dalam perjalanan,berikut isinya :
[b]Menjamak Shalat Dibolehkan Walaupun Tidak Sedang Dalam Perjalanan [/b]
telah ditetapkan berdasarkan hadis-hadis Shahih dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi dan Musnad Ahmad. Berikut akan ditunjukkan hadis-hadis shahih dalam Musnad Ahmad yang penulis ambil dari Kitab Musnad Imam Ahmad Syarah Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Penerjemah : Amir Hamzah Fachrudin, Hanif Yahya dan Widya Wahyudi, Cetakan pertama Agustus 2007, Penerbit : Pustaka Azzam Jakarta.
hadit :
[i]Yunus menceritakan kepada kami, Hammad yakni Ibnu Zaid menceritakan kepada kami dari Az Zubair yakni Ibnu Khirrit dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata “Ibnu Abbas menyampaikan ceramah kepada kami setelah shalat Ashar hingga terbenamnya matahari dan terbitnya bintang-bintang, sehingga orang-orang pun mulai berseru, “Shalat, Shalat”. Maka Ibnu Abbas pun marah, Ia berkata “Apakah kalian mengajariku Sunnah? Aku telah menyaksikan Rasulullah SAW menjamak Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ “. Abdullah mengatakan “Aku merasa ada ganjalan pada diriku karena hal itu, lalu aku menemui Abu Hurairah, kemudian menanyakan tentang itu, ternyata Ia pun menyepakatinya”. (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 2269, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)[/i]
Hadis di atas dengan jelas menyatakan bahwa Menjamak Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ adalah Sunnah Rasulullah SAW , sebagaimana yang disaksikan oleh Ibnu Abbas RA. Dari hadis itu tersirat bahwa Ibnu Abbas RA akan menangguhkan melaksanakan Shalat Maghrib yaitu menjama’nya dengan shalat Isya’ dikarenakan beliau masih sibuk memberikan ceramah. Tindakan beliau ini adalah sejalan dengan Sunah Rasulullah SAW yang beliau saksikan sendiri bahwa Rasulullah SAW menjama’ Shalat Maghrib dengan Isya’ ketika tidak sedang dalam perjalanan.
hadit :
[i]Abdurrazaq menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Az Zubair dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata “Nabi SAW menjama’ Zhuhur dengan Ashar di Madinah ketika tidak sedang bepergian dan tidak pula dalam kondisi takut(khawatir)”. Ia(Sa’id) berkata “Wahai Abu Al Abbas mengapa Beliau melakukan itu?”. Ibnu Abbas menjawab “Beliau ingin agar tidak memberatkan seorangpun dari umatnya”. (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 2557, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)[/i]
Kata-kata yang jelas dalam hadis di atas sudah cukup sebagai hujjah bahwa Menjama’ shalat dibolehkan saat tidak sedang bepergian. Hal ini sekali lagi telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri dengan tujuan agar tidak memberatkan Umatnya. Jadi mengapa harus memberatkan diri dengan prasangka-prasangka yang tidak karuan
hadit :
[i]Yahya menceritakan kepada kami dari Daud bin Qais, ia berkata Shalih maula At Taumah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, ia berkata “Rasulullah SAW pernah menjama’ antara shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dan antara shalat Maghrib dengan shalat Isya’ tanpa disebabkan turunnya hujan atau musafir”. Orang-orang bertanya kepada Ibnu Abbas “Wahai Abu Abbas apa maksud Rasulullah SAW mengerjakan yang demikian”. Ibnu Abbas menjawab “Untuk memberikan kemudahan bagi umatnya SAW” (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 3235, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)[/i]
Lantas apa yang akan dikatakan oleh mereka yang seenaknya berkata bahwa hal ini adalah bid’ah atau dengan pengaruh Syiahpobhia seenaknya menuduh orang yang Menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’ sebagai Syiah. Begitulah akibatnya kalau membiarkan diri tenggelam dalam prasangka-prasangka.
hadit :
[i]Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Az Zubair dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata “ Aku pernah shalat bersama Nabi SAW delapan rakaat sekaligus dan tujuh rakaat sekaligus”. Aku bertanya kepada Ibnu Abbas “Mengapa Rasulullah SAW melakukannya?”.Beliau menjawab “Dia ingin tidak memberatkan umatnya”. (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 3265, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)[/i]
Hadis di atas juga mengisyaratkan bahwa kebolehan Menjama’ Shalat itu mencakup juga untuk shalat berjamaah. Hal ini seperti yang diungkapkan dengan jelas oleh Ibnu Abbas RA bahwa Beliau pernah melakukan shalat jama’ bersama Nabi SAW.
hadit :
[i]Abdurrazaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, Ibnu Bakar berkata Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, ia berkata Amr bin Dinar mengabarkan kepada kami bahwa Abu Asy Sya’tsa mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu Abbas mengabarkan kepadanya, Ia berkata “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah SAW delapan rakaat secara jamak dan tujuh rakaat secara jamak”. (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 3467, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)[/i]
Begitulah dengan jelas hadis-hadis shahih telah menetapkan bolehnya Menjamak Shalat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ ketika tidak sedang dalam perjalanan atau dalam uzur apapun. Hal ini adalah ketetapan dari Rasulullah SAW sendiri dengan tujuan memberikan kemudahan pada umatnya.
Bagi siapapun yang mau berpegang pada prasangka mereka atau pada doktrin Ulama mereka bahwa hal ini tidak dibenarkan maka kami katakan Rasulullah SAW lebih layak untuk dijadikan pegangan. Wassalam
(selesai)bib, ana dengan sangat meminta, kejelasan akan hal ini, karena baru-baru ini saya mendapat kabar bahwa faham syi\’ah telah menyebar di sekita kampung saya..
jazakallah
-
AuthorPosts
- The forum ‘Forum Masalah Fiqih’ is closed to new topics and replies.