Home › Forums › Iseng dalam keluhuran › Suara adzan membuatku menangis
- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 16 years, 7 months ago by samsul bahri.
-
AuthorPosts
-
March 22, 2008 at 1:03 pm #96618743samsul bahriParticipant
“Pilihannya untuk menjadi muslimah membuat dia diancam akan dibunuh, malah beberapa temannya mengira dia kena hipnotis”.
Aku tidak menyangka hidayah keislaman yang aku dapatkan membawa persoalan yang begitu sulit dalam hidupku. Suamiku memberi ultimatum “Dia yang mati atau aku yang mati”, begitu ancamannya. Tapi aku sudah sampai pada satu titik yang tidak mungkin kembali lagi.
Apapun resikonya aku siap hadapi. Ibarat bom yang meledak di sisinya, suamiku benar-benar kaget. Beberapa kali dia berusaha mengintimidasiku. Tidak mempan memakai cara yang keras dia berusaha membujukku dengan cara yang lembut, berusaha berbuat baik kepadaku dan menyenangkan hatiku. Apapun pekerjaan rumah tangga yang dulu tabu baginya dia coba kerjakan. Kalau dulu dia yang memegang uang dan bahkan belanja sendiri, kini uang diberikannya padaku. Tapi aku tahu itu cara yang hanya digunakan untuk menarik hatiku. Yang lucunya lagi sekarang dia begitu rajin ke gereja, rajin berdoa, dan kadang menurutku seperti anak kecil yang tidak sudi mainannya direbut orang. Dulu dia tidak pernah beribadah ke gereja.
Sebelum aku menyatakan keislamanku rumah tangga kami sudah diambang kehancuran. Banyak hal yang sudah tidak bias dikompromikan. Aku juga sudah lelah untuk mempertahankan kebersamaan kami.
Namaku Thresia. Aku dulu pemeluk katolik, ibuku asli bali beragama hindu, ayahku berasal dari flores NTT juga suamiku. Aku berusia 40 tahun, beranak dua yang sulung berusia 18 tahun, yang kecil 9 tahun. Sejak remaja aku sudah tertarik dengan islam. Setiap mendengar adzan, hatiku selalu damai, kadang air mata meleleh di pipi. Begitu indah apa yang aku dengar, meresap ke dalam jiwa, dan ingin membuatku mendengar lagi dan lagi.
Di dalam keluarga, waktu itu tidak ada bimbingan apapun, mungkin karena ayah dan ibuku berbeda keyakinan. Aku dibiarkan mencari-cari sendiri. Dalam pergaulan aku punya teman-teman yang beragama islam. Aku melihat hidup mereka begitu tenang, ibadah yang mereka kerjakan begitu teratur. Mulailah aku tertarik dan beberapa teman meminjamkan buku tentang islam.
Proses perjalanan keislamanku tidak lah sebentar, panjang dan berliku-liku, penuh tantangan. Dalam proses pencarian itu, aku bertanya pada banyak orang, baik dari kalangan katolik, hindu maupun islam sendiri. Beberapa peristiwa menurutku aneh sering terjadi dalam perjalanan keruhanianku. Aku berjumpa dengan orang yang berbaju putih, bersorban dan memberi salam. Assalamu’alaikum, kepadaku. Itu terjadi beberapa kali, di jalan, bahkan ketika akan tidur. Karena penasaran, lalu aku datang keseorang katolik yang punya kelebihan supranatural, aku mencoba berkonsultasi. Dia coba pegang tanganku, lalu tiba-tiba dia terhentak, “maaf ya, tampaknya akan ada yang terputus dari rumah tanggamu, tapi kelanjutannya saya tidak bisa membacanya”. Aku semakin bertanya-tanya dalam hati.
Ada satu ritual lagi yang aku masuki, yaitu hindu, untuk mencari jawaban dari persoalan yang aku hadapi. Apa yang aku alami? Ketika semua dalam semedi, tiba-tiba ada seorang ibu yang mengalami trance, berdiri di depanku dan berkeliling. Tangannya di taruh di kepala. Suaranya berubah menjadi suara laki-laki. Diapun bilang ,”Anakku engkau sudah benar dengan pilihan engkau, lanjutkan pilihan hatimu, jangan pernah engkau bimbang”. Padahal dia hindu. Lalu dia membaca surah Al-Ikhlas yang membuat semua orang yang ada di situ merinding. Benar-benar menakjubkan. Kata orang tua-tua di situ, ada beberapa arwah kiai yang turun.
Aku merasa biasa saja dengan iman katolik, tidak ada greget yang membuatku merasa memiliki, sehingga ketika aku memilih islam, menurutku itu sudah sewajarnya. Tapi semua orang kaget dan tidak percaya. Beberapa pengurus akan mempersoalkannya dan beberapa teman mengira aku sedang dalam keadaan tidak sadar, dihipnotis atau dibius. Aku bilang itu hak asasiku, karena tidak ada seorangpun yang aku rugikan atau untungkan dengan keputusanku ini, begitu aku jelaskan kepada mereka.
Disisi lain, suasana mulai tidak nyaman bagiku. Sebenarnya kalau punya penghasilan sendiri, ingin rasanya aku mengakhiri rumah tangga ini. Itulah yang sedang aku rintis, karena aku tidak ingin lagi dibujuk-bujuk, dikhutbahi sampai pagi dan diintimidasi. Sekarang aku terus berdoa dan sholat agar di tunjuki jalan keluar terbaik. Insya Allah aku semakin kuat. Aku punya Allah, aku selalu minta petunjuk dan bimbinganNya. Aku yakin Dia tidak akan pernah menyia-nyiakanku.
Tantanganku kedepan cukup berat, karena suamiku dan juga pihak keluarganya akan melakukan segala cara untuk menghambat keislamanku. Tetapi aku yakin Allah SWT akan melindungiku. Kini teman-eman sesama pembaca ratib dan juga beberapa kawan-kawan pengajian berusaha terus memotivasiku dan selalu memperhatikanku.
Pernah suamiku melihat aku sholat, emosinya siap meledak. Dia mengkhutbahi aku sampai pagi, aku dengarkan saja. Ke depan, aku akan terus belajar islam dan bergaul dengan teman-teman yang bias membimbing dan memperkokoh imanku.“Jangan Takut Wahai Saudariku, Innallaha ma’ana,
Allah bersama-sama kita”Sumber : Thresa
Al kisah -
AuthorPosts
- The forum ‘Iseng dalam keluhuran’ is closed to new topics and replies.