Home Forums Forum Masalah Tauhid Ucapan ibnu masud

Viewing 5 posts - 1 through 5 (of 5 total)
  • Author
    Posts
  • #136484630
    Barata Aditya Akbar
    Participant

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Semoga Allah selalu melindungai kita semua, sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada penghuli kita Nabi Muhammad SAW, beserta anak , cucu, sahabat sampai kiamat.

    pertama tama saya mohon maaf bib, karena baru ada kesempatan untuk bertanya seringnya quota habis, atau connec internet ngadat di kantor. sebenarnya saya ada kiriman emile dari seseorang tentang berbagai macam sanggahan terutama tentang maulid, sudah saya berusaha sanggah dengan mengutip, atau copy paste tulisan habib, tapi nyatanya sulit untuk membendung kebencifan mereka dengan maulid. apa cara penyampaian saya yang kruang greget atau dalil yang saya pakai ( hampir kesemuanya saya dapat di lind ini, MR ) yang kurang mengena atau memang tabiat mereka yang salah , saya kurang faham bib. saya terus terang malu untuk menyampaikan kepada forum, jikalau berkenan habib memeriksa sanggahan tersebutsaya minta ijin untuk mengirim fia e-mile kepada habib. tapi jikalau waktu dan kesibukan habib tidak memungkinkan maka saya tidak akan mengirimkan sanggahan tersebut. mohon tanggapan dari habib, terus terang hati saya miris karena sudah membawa bawa nama habib ( padahal saya tidak pernah menyebut, dari mana saya mendapat tulisan saya itu ) tapi barangkali karena MR sudah menyebar di kalangan netter maka dia bisa tahu kalau saya copy paste dari MR. sekali lagi jikalau habib berkenan maka akan saya kirim, tapi jikalau habib kurang berkenan maka saya tidak akan kirimkan.

    kedua saya ingin bertanya secara maratoh kepada habib ( juga ada hubungan dengan tulisan penentang maulid tersebut )
    berikut sepenggal tulisan itu bib

    [b]Perhatikan atsar Sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu ulama besar dari kalangan Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dibawah ini semoga anda dapat memetik pelajaran;

    Al-Hakam bin Mubarak berkata: “Kami duduk di samping pintu Abdullah bin Mas’ud sebelum shalat subuh. Jika dia keluar kita pergi bersamanya. Lalu datang kepada kami Abu Musa al-Asya’ari radhiallahu anhu dan bertanya: “Apakah Abu Abdirrahman (Ibnu Mas’ud) sudah keluar menemui kalian?” Kami menjawab: “Belum”. Lalu dia (Abu Musa) duduk bersama kami sampai dia (Ibnu Mas’ud) keluar. Tatkala dia (Ibnu Mas’ud) keluar, maka kami menghadap kepadanya. Abu Musa berkata: “Wahai Abu Abdirrahman! Tadi saya melihat di masjid ada acara yang aku tidak menyenanginya tapi aku mengira mereka itu baik.” Lalu dia (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Apa itu?”. Jawab (Abu Musa): “Jika kamu masih hidup kamu akan melihatnya, saya melihat di masjid ada halaqah dalam rangka menanti shalat, setiap halaqah di pimpin oleh satu orang dengan menggenggam batu kerikil, lalu dia (komandannya) berkata: ‘Bertakbirlah seratus kali,’ Lalu mereka bertakbir. Yang lain berkata: ‘Bacalah tahlil seratus kali,’ Lalu mereka membaca tahlil. Yang lain berkata: ‘Bacalah tasbih seratus kali,’ Lalu mereka membaca tasbih seratus kali’. Lalu Abu Abdirrahman (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kamu bicara apa pada mereka?” Abu Musa berkata: “Aku tidak berkata apa-apa karena aku menanti perkataanmu dan menanti keputusanmu”. Abu Abdirrahman berkata: “Mengapa kamu tidak memerintahkan mereka agar menghitung dosanya dan kamu jamin mereka tidak akan sia-sia amal baiknya.” Lalu dia (Ibnu Mas’ud) pergi, kami pun pergi bersamanya, sampailah Ibnu Mas’ud datang di majelis halaqah mereka, lalu dia (Ibnu Mas’ud) berhenti mengahadap kepada mereka, dan bertanya: “Apa yang kalian sedang kerjakan!!!???” Mereka menjawab: “Wahai Abu Abdurrahman, ini batu kerikil untuk menghitung kalimat takbir, tahlil dah tasbih.” Lalu Ibnu Mas’ud berkata: “Hitunglah dosamu, aku jamin kalian tidak akan sia-sia amal baikmu sedikitpun. Celaka kamu wahai umat Muhammad!! Alangkah cepatnya kamu dirusak dengan amalanmu ini! Itu Sahabat Nabi kalian masih banyak, ini pakaian beliau belum rusak, bejananya masih utuh. Demi Dzat yang diriku berada ditangan-Nya, engkau merasa agamamu lebih tinggi dari pada agama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam atau kalian pembuka pintu kesesatan”. Mereka berkata: “Demi Allah wahai Abu Abdirrahaman, tidaklah kami bermaksud melainkan untuk kebaikan”. Beliau (Ibnu Mas’ud) menjawab: “Berapa banyak manusia bermaksud baik akan tetapi tidak baik, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada kami: “Sesungguhnya ada kaum membaca al-Qur’an tetapi tidak sampai di tenggorokan mereka. Demi Allah, saya tidak tahu, barangkali kebanyakan mereka itu kalian.” (Riwayat Imam ad-Darimi no. 206).

    Perhatikan dengan hati yang terbuka, Alangkah tegasnya sahabat besar Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud didalam mengingkari kebid’ahan yang dilakukan oleh orang-orang dimasjid tersebut. Padahal kita mengetahui bahwa mereka berdzikir dengan lafadz yang benar dan niat yang baik, tetapi mengapa Abdullah bin Mas’ud justru mendebat mereka dan mengingkari perbuatan kaum tersebut??? Apakah Abdullah bin Mas’ud melarang seseorang untuk berdzikir?????? Demi Allah tidak. Tetapi yang di ingkari adalah cara aneh yang dilakukan oleh kaum tersebut yang tidak pernah di syari’atkan oleh Rasulullah shallallahu alahi wasallam.
    Lalu bagaimana jika Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu hidup pada zaman sekarang ini dan melihat banyaknya kebid’ahan diantaranya bid’ah zikir secara berjama’ah dengan aneka ragam lafadz dan cara yang dibuat-buat dan yang aneh-aneh dan bid’ah maulidan??? Tentunya kaum sufiyun quburiyun tersebut akan berhadapan langsung dengan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dan insya Allah beliau radhiallahu anhu dan para Sahabat akan berlepas diri dari bid’ah kaum sufi tersebut.

    Hujjah anda yang sangat batil lemah bahkan lebih lemah dari sarang laba-laba sekalipun sudah saya patahkan diatas, tapi kalau memang keluasan ilmu anda yang suka mentolol-tololkan merasa hujjah saya adalah bualan tunjukkan bualan itu secara ilmiah bukan akal-akalan dan mengada-ngada, jangan hanya menebar fitnah saja wahai saudaraku. Bertaubatlah ya akhi sebelum ajal menjemput.[/b]

    mohon koreksi manusia dholim ini bib, doakan saya, dan keluarga saya bib agar selalu mendapat lindungan seta petunjukNYA dan selalu satu shaf di dalam bendera Sayidina Muhammad

    #136484643
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Anugerah dan Cahaya Rahmat Nya semoga selalu menerangi hari hari anda,

    Saudaraku yg kumuliakan,
    pertanyaan ini sudah dijawab oleh saudara kita, dan ia adalah bukan hadits, ia adalah ucapan sahabat, riwayatnya dhoif pula, ia akan dipakai membentur puluhan hadits shahih yg memperbolehkan dzikir berjamaah.

    berikut penjelasannya :
    Hujjah yang dikemukakan ini, adalah atsar \’Abdullah bin Mas`ud r.a.. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam ad-Daarimi dalam sunannya, jilid 1 halaman 68, dengan sanad dari al-Hakam bin al-Mubarak dari \’Amr bin Yahya dari ayahnya dari datuknya (Amr bin Salamah).
    Menurut sebagian muhadditsin, kecacatan atsar ini adalah pada rawinya yang bernama \’Amr bin Yahya (yakni cucu Amr bin Salamah). Imam Yahya bin Ma`in memandang \"riwayat daripadanya tidak mempunyai nilai\".

    Imam adz-Dzahabi menerangkannya dalam kalangan rawi yang lemah dan tidak diterima riwayatnya, dan Imam al-Haithami menyatakan bahwa dia adalah rawi yang dhoif.

    Jadi sanad atsar ini mempunyai pertentangan di kalangan muhadditsin, sekalipun dinyatakan shohih oleh al-Albani, padahal ALbani bukan muhaddits, bukan pula AL hujjah, bukan pula ALhafidh, yg bisa dipegang fatwa haditsnya.

    Dalam Atsar tersebut dapat dipahami bahwa yang ditegur oleh Sayyidina Ibnu Mas`ud adalah golongan KHAWARIJ. Maka atsar Sayyidina Ibnu Mas`ud lebih kepada kritikan beliau kepada para pelaku yang tergolong dalam firqah Khawarij. Di mana golongan Khawarij memang terkenal dengan kuat beribadah, kuat sholat, kuat berpuasa, kuat membaca al-Quran, banyak berzikir sehingga mereka merasakan diri mereka lebih baik daripada para sahabat radhiyallahu \’anhum.

    Maka kritikan Sayyidina Ibnu Mas`ud ra ini ditujukan kepada kelompok Khawarij yang mereka itu mengabaikan bahkan mengkafirkan para sahabat

    Sehingga janganlah digunakan atsar yang ditujukan kepada kaum Khawarij ini digunakan terhadap saudara muslim lain yang sangat memuliakan para sahabat Junjungan Nabi s.a.w.
    Jangan dikira para ulama Aswaja tidak tahu mengenai atsar Sayyidina Ibnu Mas`ud ini.

    Imam AL Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy pada \"Natiijatul Fikri fil Jahri fidz Dzikri\" dalam \"al-Hawi lil Fatawi\" juz 1, beliau menguraikan 25 hadits dan atsar yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim hingga yang diriwayatkan oleh al-Mirwazi berkaitan dengan zikir secara jahar dan majlis zikir berjamaah.

    Sedangkan terhadap atsar Ibnu Mas`ud tersebut, Imam asy-Sayuthi pada halaman 394 menyatakan, antara lain:
    Jika dikatakan ianya memang tsabit, maka atsar ini bertentangan dengan hadits-hadits yang banyak lagi tsabit yang telah dikemukakan yang semestinya didahulukan (sebagai pegangan) dibanding atsar Ibnu Mas`ud apabila terjadi pertentangan.

    Kemudian, aku lihat apa yang dianggap sebagai keingkaran Sayyidina Ibnu Mas`ud itu (yakni keingkarannya terhadap majlis-majlis zikir bersama-sama tadi) yakni penjelasan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab \"az-Zuhd\" yang menyatakan:- Telah memberitahu kami Husain bin Muhammad daripada al-Mas`udi daripada \’Aamir bin Syaqiiq daripada Abu Waail berkata:- \"Mereka-mereka mendakwa \’Abdullah (yakni Ibnu Mas`ud) mencegah daripada berzikir (dalam majlis-majlis zikir), padahal \’Abdullah tidak duduk dalam sesuatu majlis melainkan dia berzikirUllah dalam majlis tersebut.\"

    Dalam kitab yang sama, Imam Ahmad juga meriwayatkan bahwa Tsabit al-Bunani berkata: \"Bahwasanya ahli dzikrullah yang duduk mereka itu dalam sesuatu majlis untuk berdzikrullah, jika ada bagi mereka dosa-dosa semisal gunung, niscaya mereka bangkit dari (majlis) dzikrullah tersebut dalam keadaan tidak tersisa sesuatupun dosa tadi pada mereka\", (yakni setelah berzikir, mereka memperolehi keampunan Allah ta`ala).

    saudaraku, saya akhiri dg riwayat riwayat dibawah ini :

    Allah berfirman :
    \"DAN SABARKAN DIRIMU UNTUK TETAP BERSAMA ORANG ORANG YG BERDZIKIR DAN BERDOA KEPADA TUHAN MEREKA DI PAGI HARI DAN SORE SEMATA MATA HANYA MENGINGINKAN RIDHA ALLAH, DAN JANGAN KAU PALINGKAN WAJAHMU DARI MEREKA KARENA MENGHENDAKI KEDUNIAWIAN, DAN JANGAN TAATI ORANG ORANG YG KAMI BUAT MEREKA LUPA DARI MENGINGAT KAMI………….” (QSAl Kahfi 28)

    Berkata Imam Attabari : “Tenangkan dirimu wahai Muhammad bersama sahabat sahabatmu yg duduk berdzikir dan berdoa kepada Allah di pagi hari dan sore hari, mereka dengan bertasbih, tahmid, tahlil, doa doa dan amal amal shalih dengan shalat wajib dan lainnya, yg mereka itu hanya menginginkan ridho Allah swt bukan menginginkan keduniawian” (Tafsir Imam Attabari Juz 15 hal 234)

    Dari Abdurrahman bin sahl ra, bahwa ayat ini turun sedang Nabi saw sedang di salah satu rumahnya, maka beliau saw keluar dan menemukan sebuah kelompok yg sedang berdzikir kepada Allah swt dari kaum dhuafa, maka beliau saw duduk bersama berkata seraya berkata : Alhamdulillah… yg telah menjadikan pada ummatku yg aku diperintahkan untuk bersabar dan duduk bersama mereka” riwayat Imam Tabrani dan periwayatnya shahih (Majmu’ zawaid Juz 7 hal 21)

    Sabda Rasulullah saw : “akan tahu nanti dihari kiamat siapakah ahlulkaram (orang orang mulia)”, maka para sahabat bertanya : siapakah mereka wahai rasulullah?, Rasul saw menjawab : :”majelis majelis dzikir di masjid masjid” (Shahih Ibn Hibban hadits no.816)

    Sabda Rasulullah saw : “sungguh Allah memiliki malaikat yg beredar dimuka bumi mengikuti dan menghadiri majelis majelis dzikir, bila mereka menemukannya maka mereka berkumpul dan berdesakan hingga memenuhi antara hadirin hingga langit dunia, bila majelis selesai maka para malaikat itu berpencar dan kembali ke langit, dan Allah bertanya pada mereka dan Allah Maha Tahu : “darimana kalian?” mereka menjawab : kami datang dari hamba hamba Mu, mereka berdoa padamu, bertasbih padaMu, bertahlil padaMu, bertahmid pada Mu, bertakbir pada Mu, dan meminta kepada Mu.
    Maka Allah bertanya : “Apa yg mereka minta?”, Malaikat berkata : mereka meminta sorga, Allah berkata : apakah mereka telah melihat sorgaku?, Malaikat menjawab : tidak, Allah berkata : “Bagaimana bila mereka melihatnya”. Malaikat berkata : mereka meminta perlindungan Mu, Allah berkata : “mereka meminta perlindungan dari apa?”, Malaikat berkata : “dari Api neraka”, Allah berkata : “apakah mereka telah melihat nerakaku?”, Malaikat menjawab tidak, Allah berkata : Bagaimana kalau mereka melihat nerakaku. Malaikat berkata : mereka beristighfar pada Mu, Allah berkata : “sudah kuampuni mereka, sudah kuberi permintaan mereka, dan sudah kulindungi mereka dari apa apa yg mereka minta perlindungan darinya, malaikat berkata : “wahai Allah, diantara mereka ada si fulan hamba pendosa, ia hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka, Allah berkata : baginya pengampunanku, dan mereka (ahlu dzikir) adalah kaum yg tidak ada yg dihinakan siapa siapa yg duduk bersama mereka” (shahih Muslim hadits no.2689),

    perhatikan ucapan Allah yg diakhir hadits qudsiy diatas : dan mereka (ahlu dzikir) adalah kaum yg tak dihinakan siapa siapa yg duduk bersama mereka”

    lalu hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.6045.

    dan masih banyak riwayat shahih lainnya.

    Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

    Wallahu a\’lam

    anda dapat kirimkan file file tsb ke : syukron@ymail.com

    Insya Allah Ustaz Syukron akan segera menyampaikannya pada saya.

    #136485470
    Barata Aditya Akbar
    Participant

    Assalamualaikum

    Alahmdulillah, segala puji kepunyaan Allah, sholawat serta salam semoga dan semoga tetap tercurah kepada jujungan kita habibuna Muhammad , semoga habib selalu dalam keadaan yang terbaik.

    Melajutkan pertanyaan saya bib
    1. apa benar alamat e-mile yang habib kasih yaitu syukron@ymail.com
    2. karena saya sudah mengiri tulisan penentang mauled bib. Mohon koreksi
    3. masalah atsar ibnu masud, ada yang menyampaikan seperti di bawah ini bib

    atsar ini mempunyai beberapa jalur periwayatan.

    1. ad-Darimi men-shohihkan hadits dari jalur amr bin yahya bin amr bin salamah. silakan lihat sunan ad-Darimi no.210 dan silakan lihat juga tarikh wasith hal. 198-199 oleh Bahsyal. silakan lihat rujukannya dalam Bahsyal dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah 5/11-13/no. 2003
    oleh al-Albani.

    lalu mengenai Syaikh al-Albani, anda mengatakan bahwa beliau bukan ahli hadits. apa anda punya argumen dengan tuduhan anda ini? atau anda hanya ngikut perkataan ulama anda semacam Hasan Ali as-Saqqof? apa yang salah dengan Syaikh al-Albani sehingga anda katakan beliau bukan ahli hadits?

    2. Hammad bin Zaid dan Mujalid bin said dan Amr bin Salamah
    DHAIF. Dikeluarkan At-Thabrani dalam Al-Mujamul jbir 9/136/no. 8636. Berkata Al-Haitsami dalam Majma Zawaid 1/18 1: Dalam sanadnya terdapat Mujalid bin Said, dia dianggap tsiqah oleh Nasai, tapi dilemahkan Bukhari, Ahmad bin Hanbal dan Yahya.

    3. Sufyan bin Uyainah dari Bayan dan Qais bin Abu Hazim
    SHAHIH. Dikeluarkan Abdur Razzaq dalam AlMushannaf: 5408 dan At-Thabrani dalam Al-Mujamul Kabir: 8629. Seluruh perawinya tsiqah. Oleh karenanya, imam al-Haitsami menshahihkan sanad ini.

    4. Sufyan dan Salamah bin Kuhail dari Abu Az-Za raa, Abdullah bin Hani.
    HASAN. Dikeluarkan At-Thabrani dalam Al Mujamul Kabir: 8628 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 4/38 1. Sanad ini hasan, seluruh perawinya terpercaya kecuali Abu Zaraa Abdullah bin Hani, ada sedikit pembicaraan tetapi tidak turun dan derajat hasan.

    Dan masih ada jalur-jalur lainnya lagi dalam AlMujamul Kabir no. 8637-8639 oleh Imam AtThabrani

    kesimpulannya, atsar dari Abdulloh bin Mas\’ud itu shohih dengan terkumpulnya banyak jalur yang men-shohihkan.

    4. Masalah bid’ah

    ‘Abdullah bin ‘Umar cmengatakan: “Semua bid’ah itu adalah sesat meskipun orang menganggapnya baik.” (Al-Ibanah 1/339, Al-Lalikai 1/92)

    Al-Imam Malik bin Anas t mengatakan: “Barangsiapa yang berbuat satu kebid’ahan di dalam Islam dan dia menganggapnya baik, berarti dia telah menuduh Rasulullah Muhammad  telah mengkhianati risalah. Karena Allah  telah menyatakan:
    “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian. Dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kalian. Dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al- Maidah: 3)
    Maka apapun yang ketika itu (di zaman Rasulullah dan para shahabatnya) bukanlah sebagai ajaran Islam, maka pada hari ini juga bukan sebagai ajaran Islam.”

    Al-Imam Asy-Syaukani t menyebutkan: “Sesungguhnya apabila Allah menyatakan Dia telah menyempurnakan agama-Nya sebelum mencabut ruh Nabi-Nya , maka apakah lagi gunanya segala pemikiran atau pendapat yang diada-adakan oleh pemiliknya sesudah Allah menyempurnakan agama-Nya ini?! Kalau pendapat mereka itu merupakan bagian dari agama ini menurut keyakinan mereka, itu artinya mereka menganggap bahwa agama ini belum sempurna kecuali setelah dilengkapi dengan pemikiran mereka. Hal ini berarti penentangan terhadap Al Qur’an. Dan seandainya pemikiran tersebut bukan dari agama, maka apa gunanya mereka menyibukkan diri dengan sesuatu yang bukan dari ajaran agama (Islam)?!
    (Ayat) ini adalah hujjah yang tegas dan dalil yang pasti. Tidak mungkin mereka membantahnya sama sekali selama-lamanya. Maka jadikanlah ayat yang mulia ini senjata pertama yang dipukulkan ke muka ahlul bid’ah dan untuk mematahkan semua hujjah mereka.” (Al-Qaulul Mufid hal. 38, dinukil dari Al-Luma’)

    5. apa oleh oleh dari guru mulia al habib umar …………… kok tidak ditampilkan dalam bentuk tulisan bib, saya menunggunya bib

    Mohon tanggapannya bib

    Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    #136485496
    Munzir Almusawa
    Participant

    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

    Kesejukan kasih sayang Nya semoga selalu menerangi hari hari anda dg kebahagiaan,

    Saudaraku yg kumuliakan,
    akan saya perjelas ke Ust Syukron apakah email anda sudah masuk.

    mengenai atsar, sekuat kuatnya atsar, ia tak bisa dibenturkan dengan puluhan hadits shahih dan firman Allah swt sebagaimana yg telah saya sampaikan, maka atsar itu sudah jelas batil, mustahil seorang sahabat semacam Ibn Mas;\’ud menentang belasan hadits shahih dan firman Allah.

    coba tunjukkan firman Allah swt yg melarang dzikir berjamaah..?
    coba tunjukkan hadits shahih yg melarang dzikir berjamaah..?

    puluhan hadits shahih meriwayatkan pujian ALlah atas majelis dzikir, lalu seorang albani membawakan atsar seorang sahabat untuk menentangnya, subhanallah..

    albani tidak diakui sebagai hadits, karena ia tak sampai pada derajat Alhafidh, yaitu hafal 100 ribu hadits dg sanad dan matannya, ia hanya menukil nukil saja, maka fatwanya batil, ucapannya mardud, pendapatnya tertolak

    kenapa?

    karena bertentangan dg ALqur;an dan hadits shahih sebagaimana teriwayatkan.

    jika albani seorang pakar hadits, tunjukkan ucapan para Imam dimasanya yg mengakui bahwa ia adala Alhafidh atau ALhujjah atau Almusnid,

    tidak ada.

    tunjukkan sanad beliau kepada para muhadditsin, karena dalam ilmu hadits tak bisa seseorang berfatwa soal hadits jika tak punya sanad hadits, fatwa tentang hadits tak diakui jika ia tak punya sanad.

    jika ia berkata fatwa addarimiy, maka apakah ia punya sanad kepada Imam Addarimiy?

    jika ia berkata fatwa Imam Bukhari, apakah ia punya sanad kepada Imam Bukhari?

    ia tak punya sanad kepada siapapun, fatwa hadits tanpa sanad adalah tertolak, sebagaimana dijelaskan oleh para Muhadditsin: \"Tiada fatwa ilmu tanpa sanad, dan orang yg tidak punya sanad dalam mencari ilmu bagai pencari kayu bakar ditengah malam gelap gulita tanpa pelita, ia tak bisa membedakan mana tali pengikat kayu bakar mana ular hitam yg berbisa\" (Tadzkiratul Huffadh dan Siyar A\’lamunnubala)

    saya bingung, belasan hadits shahih dan firman Allah sdh disampaikan, orang masih meragukannya karena hanya fatwa Al Bani yg menukil atsar, dan pada para periwayata atsar itupun terdapat padanya disana sini sangkalan pula, dan iapun berfatwa tanpa sanad pula

    ia hanya penukil dan tak lebih dari penukil, lalu ditipu oleh kesempitan pemahamannya tentang hadits.

    Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

    Wallahu a\’lam

    #136485497
    Munzir Almusawa
    Participant

    BID’AH

    1. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.
    Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid;ah dhalalah.

    Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yg membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yg baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yg tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”, maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yg baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam,

    bila yg dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yg baik boleh boleh saja.

    namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yg bertentangan dg syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yg sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : “Barangsiapa yg membuat buat hal baru yg berupa keburukan…dst”, inilah yg disebut Bid’ah Dhalalah.

    Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yg baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dg hal yg ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yg buruk (Bid’ah dhalalah).

    Mengenai pendapat yg mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yg dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.

    2. Siapakah yg pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?
    Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

    Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”, hatinya jernih menerima hal yg baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yg tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yg memulainya.

    Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yg membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dg geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yg baru, sungguh semua yg Bid;ah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).

    Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yg baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dg persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.

    Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dg nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.
    Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).

    Siapakah yg salah dan tertuduh?, siapakah yg lebih mengerti larangan Bid’ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?

    3. Bid’ah Dhalalah
    Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.

    Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.

    Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.

    Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.

    Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut.
    Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.
    Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

    Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
    Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yg telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dg jelas bahwa hal hal baru yg berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yg berupa keburukan (Bid’ah dhalalah).

    Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”.

    Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua”.

    Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih menerima hal hal baru yg baik adalah hati yg sehati dg Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yg dijernihkan Allah swt,
    Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dg mereka, belum setuju dg pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dg geraham yg maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
    Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dg Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin

    Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah

    1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
    Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dg sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dg ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

    2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
    “Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal hal yg tidak sejalan dg Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

    3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
    “Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

    Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram.
    Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

    Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
    Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

    Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yg bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati hati darimanakah ilmu mereka?, berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau seorang yg disebut imam padahal ia tak mencapai derajat hafidh atau muhaddits?, atau hanya ucapan orang yg tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa fatwa para Imam?

    mengenai ucapan Al Hafidh Imam Assyaukaniy, beliau tidak melarang hal yg baru, namun harus ada sandaran dalil secara logika atau naqli nya, maka bila orang yg bicara hal baru itu punya sandaran logika dan sandaran Naqli nya, maka terimalah, sebagaimana ucapan beliau :

    وهذا الحديث من قواعد الدين لأنه يندرج تحته من الأحكام ما لا يأتي عليه الحصر وما مصرحه وأدله على إبطال ما فعله الفقهاء من تقسيم البدع إلى أقسام وتخصيص الردببعضها بلا مخصص من عقل ولا نقل
    فعليك إذا سمعت من يقول هذه بدعة حسنة بالقيام في مقام المنع مسندا له بهذه الكلية وما يشابهها من نحو قوله صلى الله عليه وآله وسلم كل بدعة ضلالة طالبا لدليل تخصيص تلك البدعة التي وقع النزاع في شأنها بعد الاتفاق على أنها بدعة فإن جاءك به قبلته وإن كاع كنت قد ألقمته حجرا واسترحت من المجادلة

    “hadits hadits ini merupakan kaidah kaidah dasar agama karena mencakup hukum hukum yg tak terbatas, betapa jelas dan terangnya dalil ini dalam menjatuhkan perbuatan para fuqaha dalam pembagian Bid’ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan penolakan pada sebagiannya (penolakan thd Bid;ah yg baik) dengan tanpa mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil akal ataupun dalil tulisan (Alqur’an/hadits),
    maka bila kau dengar orang berkata : “ini adalah Bid’ah hasanah”, dg kau mengambil posisi melarangnya dg bertopang pada dalil bahwa keseluruhan Bid;ah adalah sesat dan yg semacamnya sebagaimana sabda Nabi saw : “semua Bid’ah adalah sesat” dan (kau) meminta dalil pengkhususan (secara aqli dan naqli) mengenai hal Bid’ah yg menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu bid;ah yg baik atau bid’ah yg sesat) setelah ada kesepakatan bahwa hal itu Bid;ah (hal baru), maka bila ia membawa dalilnya (tentang Bid’ah hasanah) yg dikenalkannya maka terimalah, bila ia tak bisa membawakan dalilnya (aqlan wa syar’an) maka sungguh kau telah menaruh batu dimulutnya dan kau selesai dari perdebatan” (Naylul Awthaar Juz 2 hal 69-70).

    Jelaslah bahwa ucapan Imam Assyaukaniy menerima Bid;ah hasanah yg disertai dalil Aqli (Aqliy = logika) atau Naqli (Naqli = dalil Alqur’an atau hadits), bila orang yg mengucapkan pada sesuatu itu Bid’ah hasanah namun ia tak bisa mengemukakan alasan secara logika, atau tak ada sandaran Naqli nya maka pernyataan tertolak, bila ia mampu mengemukakan dalil logikanya, atau dalil Naqli nya maka terimalah.

    Jelas jelas beliau mengakui Bid’ah hasanah.

    وقال ابن رجب في كتابه جامع العلوم والحكم ما لفظه جوامع الكلم التي خص بها النبي صلى الله عليه وسلم نوعان أحدهما ما هو في القران كقوله تعالى إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي قال الحسن لم تترك هذه الاية خيرا إلا أمرت به ولا شرا إلا نهت عنه والثاني ما هو في كلامه صلى الله عليه وسلم وهو منتشر موجود في السنن المأثورة عنه صلى الله عليه وسلم انتهى

    Berkata Ibn Rajab dalam kitabnya Jami’ul Uluum walhikam bahwa lafadhnya : kumpulan seluruh kalimat yg dikhususkan pada nabi saw ada dua macam, yg pertama adalah Alqur’an sebagaimana firman Nya swt : “Sungguh Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan kebaikan, dan menyambung hubungan dg kaum kerabat, dan melarang kepada keburukan dan kemungkaran dan kejahatan” berkata Alhasan bahwa ayat ini tidak menyisakan satu kebaikanpun kecuali sudah diperintahkan melakukannya, dan tiada suatu keburukan pun kecuali sudah dilarang melakukannya.
    Maka yg kedua adalah hadits beliau saw yg tersebar dalam semua riwayat yg teriwayatkan dari beliau saw. (Tuhfatul Ahwadziy Juz 5 hal 135)

    Walillahittaufiq

    Telah beredar buku saya mengenai Bid’ah, tawassul, istighatsah, maulid, ziarah kubur, tabarruk dll, buku itu saya beri judul “Kenalilah Akidahmu”. Dapat dipesan di sekertariat kami.

Viewing 5 posts - 1 through 5 (of 5 total)
  • The forum ‘Forum Masalah Tauhid’ is closed to new topics and replies.