Forum Replies Created
-
AuthorPosts
-
sudartoParticipant
Assalamualaikum Warahamatullahi Wabarakatuh
Afwan,Ya habib saya mengirim artikel yang banyak kesalahan,saya akan lebih hati-hati dalam membaca artikel-artikel mereka,mohon maaf
Ya Habib kalau tidak berkenan mohon dihapus saja .Cuma saya pesan
dalam menanggapi artikel mereka jangan kita terpancing oleh ejekan dan cacian mereka ,walau bagaimana pun mereka saudara kita,seperti yang sudah dijelaskan di dalam forum ini.Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
sudartoParticipantAssalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Semoga Habaib dan keluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah.
Ya,Habib bagaimana kalau jualbeli secara kredit dan menjualnya dengan cara kontan harganya sekian dan kalau kredit perbulannya sekian selama setahun atau lebih tanpa menyebutkan ke seluruhan harga yang di angsur setahun atau lebih dan di tambah bunga bila lewat jatuh tempo setiap bulannya,apakah ini sudah jelas sekali ribanya.
Bagaimana dosa yang kita lakukan jikalau kita tidak mengetahui secara jelas Riba yang kita lakukan,Ya Habib apakah kita boleh menjual barang dengan 2 harga sebelum adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli semisal saya menjual barang sebuah TV dengan harga kalau kontan Rp.100.000,- dan kalau kredit Rp.120.000 dengan perbulannya Rp.10.000 selama setahun dan memberi kebebasan kepada pembeli untuk memilih jenis pembayaran secara jelas baik kontan maupun kredit
sebelum adanya kesepakatan akhir,mohon penjelasan dari Habib.Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
sudartoParticipantAssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sekedar menambahkan makna Bid\’ah Insya Allah bermanfaat.
Para ulama memang berbeda pendapat ketika mendefinisikan bid\’ah. Definisi oleh para ulama tentang isitlah ini ada sekian banyak versi. Hal itu lantaran persepsi mereka atas bid\’ah itu memang berbeda-beda. Sebagian mereka ada yang meluaskan pengertiannya hingga mencakup apapun jenis yang baru (diperbaharui), sedangkan yang lainnya menyempitkan batasannya.
Dalam Ensiklopedi Fiqih jilid 8 keluaran Kementrian Wakaf dan Urusan Ke-Islaman Kuwait halaman 21 disebutkan bahwa secara umum ada dua kecenderungan orang dalam mendefinisikan bid\’ah. Yaitu kecenderungan menganggap apa yang tidak di masa Rasulullah SAW sebagai bid\’ah meski hukumnya tidak selalu sesat atau haram. Dan kedua adalah kecenderungan untuk mengatakan bahwa semua bid\’ah adalah sesat.
Tapi kalau kita tarik garis umum, paling tidak ada dua kecenderungan ulama dalam masalah ini.
Kelompok Pertama
Mereka yang meluaskan batasan bid\’ah itu mengatakan bahwa bid\’ah adalah segala yang baru diada-adakan yang tidak ada dalam kitab dan sunnah. Baik dalam perkara ibadah ataupun adat. Baik pada masalah yang baik atau yang buruk.
a. Tokoh
Di antara para ulama yang mewakili kalangan ini antara lain adalah Al-Imam Asy-Syafi\’i dan pengikutnya seperti Al-\’Izz ibn Abdis Salam, An-Nawawi, Abu Syaamah. Sedangkan dari kalangan Al-Malikiyah ada Al-Qarafi dan Az-Zarqani. Dari kalangan Hanafiyah seperti Ibnul Abidin dan dari kalangan Al-Hanabilah adalah Al-Jauzi serta Ibnu Hazm dari kalangan Dzahiri.
Bisa kita nukil pendapat Al-Izz bin Abdis Salam yang mengatakan bahwa bid`ah perbuatan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, yang terbagi menjadi lima hukum. Yaitu bid\’ah wajib, bid\’ah haram, bid\’ah mandub (sunnah), bid\’ah makruh dan bid\’ah mubah.
b. Contoh
Contoh bid\’ah wajib misalnya belajar ilmu nahwu yang sangat vital untuk memahami kitabullah dan sunnah rasulnya. Contoh bid\’ah haram misalnya pemikiran dan fikrah yang sesat seperti Qadariyah, Jabariyah, Murjiah dan Khawarij. Contoh bid\’ah mandub (sunnah) misalnya mendirikan madrasah, membangun jembatan dan juga shalat tarawih berjamaah di satu masjid. Contoh bid\’ah makruh misalnya menghias masjid atau mushaf Al-Quran. Sedangkan contoh bid\’ah mubah misalnya bersalaman setelah shalat.
c. Dalil
Pendapat bahwa bid\’ah terbagi menjadi lima kategori hukum didasarkan kepada dalil-dalil berikut:
Perkataan Umar bin Al-Khattab ra. tentang shalat tarawih berjamaah di masjid bulan Ramadhan yaitu:
Sebaik-baik bid\’ah adalah hal ini.
Ibnu Umar juga menyebut shalat dhuha\’ berjamaah di masjid sebagai bid\’ah yaitu jenis bid\’ah hasanah atau bid\’ah yang baik.
Hadits-hadits yang membagi bid\’ah menjadi bid\’ah hasanah dan bid\’ah dhalalah seperti hadits berikut:
Siapa yang mensunnahkan sunnah hasanah maka dia mendapat ganjarannya dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat. Siapa yang mensunnahkan sunnah sayyi\’ah (kejelekan), maka dia mendapatkan ganjaran dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat.
Kelompok Kedua
Kalangan lain dari ulama mendefinisikan bahwa yang disebut bid\’ah itu semuanya adalah sesat, baik yang dalam ibadah maupun adat.
Di antara mereka ada yang mendifiniskan bid\’ah itu sebagai sebuah jalan (tariqah) dalam agama yang baru atau tidak ada sebelumnya (mukhtara\’ah) yang bersifat syar`i dan diniatkan sebagai tariqah syar\’iyah.
a. Tokoh
Di antara mereka yang berpendapat demikian antara lain adalah At-Thurthusy, Asy-Syathibi, Imam Asy-Syumunni dan Al-Aini dari kalangan Al-Hanafiyah. Juga ada Al-Baihaqi, Ibnu Hajar Al-`Asqallany serta Ibnu Hajar Al-Haitami dari kalangan Asy-Syafi\’iyah. Dan kalangan Al-Hanabilah diwakili oleh Ibnu Rajab dan Ibnu Taymiyah.
b. Contoh
Contohnya adalah orang yang bernazar untuk puasa sambil berdiri di bawah sinar matahari atau tidak memakan jenis makanan tertentu yang halal tanpa sebab yang jelas (seperti vegetarian dan sebangsanya).
c. Dalil
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Bahwa Allah SWT telah menurunkan syariat dengan lengkap di antaranya adalah fiman Allah SWT:
… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni\’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…(QS. Al-Maidah: 3)
Juga ayat berikut:
dan bahwa adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al-An`am: 153)
Setiap ada hadits Rasulullah SAW yang berbicara tentang bid\’ah, maka selalu konotasinya adalah keburukan. Misalnya hadits berikut:
Klasifikasi Lain
Selain pembagian di atas maka sebagian ulama juga ada yang membuat klasifikasi yang sedikit berbeda, oleh para ulama bid’ah terbagi dua:
a. Bidah dalam adat kebiasaan (di luar masalah agama) seperti banyaknya penemuan-penemuan baru di bidang tekhnologi, hal tersebut dibolehkan karena asal dalam adat adalah kebolehan (al-ibahah)
b. Bid’ah dalam agama, mengada-ngada hal yang baru dalam agama. Hukumnya haram, karena asal dalam beragama adalah at-tauqief (menunggu dalil).
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut akan tertolak” (HR Muslim 1817)
Namun dalam kaitannya dengan bid’ah dalam agama, para ulama ternyat juga masih memilah lagi menjadi dua bagian:
Pertama: Bid’ah perkataan yang berkaitan dengan masalah I’tiqod, seperti perkataan Jahmiyah, Mu’tazilah, Rafidhoh dan sekte-sekte sesat lainnya. Misalnya pendapat Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Alloh dan bukan firman-Nya.
Kedua: Bid’ah dalam beribadah, seperti melaksanakan suatu ritual ibadah yang tidak ada dalil syar’inya. Bid’ah dalam ibadah ini terbagai beberapa macam:
a. Bid’ah yang terjadi pada asal ibadah, dengan cara mengadakan suatu ritual ibadah baru yang tidak pernah disyariatkan sebelumnya, contohnya adalah melaksanakan shaum seperti yang anaa sebutkan dengan tujuan agar dapat menguasai ilmu-ilmu tertentu
b. Bid’ah dalam hal menambah Ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat sholat shubuh menjadi tiga.
c. Bid’ah dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang diwujudkan dengan melaksanakannya di luar aturan yang disyariatkan, contohnya melaksanakan dzikir sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu.
d. Bid’ah dengan mengkhususkan waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah masyru’. Seperti mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban dengan shaum dan sholat. Karena shaum dan sholat pada asalnya disyari’atkan akan tetapi pengkhususan pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut di waktu-waktu tertentu haruslah berdararkan nash (dalil-dali) dari Alloh dan rasul-Nya.
Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
NB:Sumber dari eramuslim.com
sudartoParticipantAssalamu\’alaikum Wr Wb
Ya Habib,saya mau bertanya tentang Maulid Nabi,siapa yang pertama kali memperingati perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW,dijaman Khalifah siapa dan tahun berapa,dan dalam rangka apa mengadakan perayaan Maulid Nabi,karena selama ini yang saya dengar tentang perayaan Maulid Nabi itu Bid\’ah karena dijaman Nabi,beliau tidak merayakan dan sampai sekarang masih saja ada perdebatan tentang Maulid Nabi,baik dari golongan Ormas Islam ataupun golongan lainnya,untuk itu saya mohon penjelasan dari Habib.
-
AuthorPosts