Senin, 28 Januari 2013, Kitab Arrisalatul Jami’ah Bagian 7


P
enjelasan Kitab Arrisalatul Jami’ah Bagian 7
Makna Kalimat الحمدلله
Senin, 28 Januari 2013

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Sang Maha Pemilik kebahagiaan dan ketenangan, samudera kelembutan di alam semesta, samudera kasih sayang yang menebar kasih sayang di segenap kehidupan sehingga cinta dan kasih sayang tumbuh dalam seluruh ciptaanNya, hingga sampai pada semua hewan, tumbuhan dan bebatuan yang seakan-akan mereka tidak mempunyai perasaan, padahal justru perasaan mereka jauh lebih kuat daripada manusia yang kenyataannya senantiasa mampu bergerak, akan tetapi benda-benda yang seakan tidak bergerak itu tampaknya justru jauh lebih khusyu’ daripada manusia. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ( الحشر : 21 )

“Jika Kami (Allah) menurunkan Al Qur’an ini pada sebuah gunung, pasti engkau akan melihatnya tunduk terpecah belah dikarenakan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir”. ( QS. Al Hasyr : 21 )

مَا وَسِعَنِيْ أَرْضِيْ وَلاَ سَمَائِيْ وَلكِنْ وَسِعَنِيْ قَلْبُ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ

“ Tidak (akan) mampu menampungKu (keagungan dan kewibawaan Allah ), bumi dan langitKu, akan tetapi mampu menampungKu sanubari hambaKu yang beriman”

Sehingga cahaya kewibawaan Allah subhanahu wata’ala dapat berpijar dalam jiwa dan sanubari para ulama’ dan para shalihin, terlebih pimpinan mereka yang termulia sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang membawa kita ummatnya kepada tuntunan terluhur dan termulia, kebahagiaan dan kesejahteraan tertinggi di dunia dan di akhirat dalam kehidupan yang fana dan kehidupan yang abadi kelak. Sehingga sampai malam hari ini kita masih diberi kenikmatan untuk terus meneguk tetesan-tetesan samudera ilmu rabbani yang disampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilanjutkan dari generasi ke generasi, dengan sanad keguruan yang jelas yang bersambung kepada Al Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan kitab Risaalah Al jaami’ah yang ditulis oleh Al Imam Muhammad bin Zen Al Habsyi Ar, yang mengambil sanad keguruan dari banyak guru, dan diantaranya adalah Al Imam Abdullah bin ‘Alawy Al Haddad shaahib Ar Ratib dari guru-guru beliau hingga bersambung kepada pemimpin para guru sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Pembahasan kalimat (Bismillahirrahmanirrahim) telah selesai kita bahas pada majelis-majelis yang lalu, di malam ini akan kita lanjutkan dengan pembahasan kalimat (Al Hamdu Lillahi Rabbil’aalamin). Maka saya mewakili segenap guru yang hadir di sini, untuk sedikit menjelaskan makna kalimat (Alhamdulillah). Kalimat (Al Hamd) secara bahasa bermakna (At Tsanaa’ wa As Syukr) yaitu pujian. Adapun makna (Al Hamd) menurut ‘urf (kebiasaan) adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk mengagungkan atau memuliakan yang memberi kenikmatan, dimana perbuatan tersebut dapat berupa ucapan (Al Hamdulillah), atau dengan sekedar mengingat di hati tanpa diucapakan, dan bisa juga dengan berupa tulisan.

Maka segala perbuatan tersebut termasuk ke dalam makna (Al Hamd) selama maksudnya adalah memuji kepada Yang Maha Memberi Kenikmatan kepadanya atau kepada selainnya. Maka secara ringkas makna (Al Hamd) adalah suatu perbuatan utnuk memuji atau memuliakan yang memberi kenikmatan untuk diri kita atau untuk orang lain. Adapun kalimat (Al Hamd) tidak digunakan kecuali hanya untuk memuji Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala telah menyampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikannya kepada kita, yaitu hadits yang telah kita baca dimana hadits tersebut berkaitan dengan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah.

Dimana maksud hadits tersebut adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba-hambaNya. Sehingga ketika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala cemburu karena telah berbuat sesuatu yang tidak Allah sukai dan lebih memilih untuk berbuat sesuatu yang tidak disukai Allah daripada sesuatu yang disukai Allah subhanahu wata’ala.

Hadits ini menunjukkan keagungan rahasia cinta Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa tidak yang lebih cemburu daripada Allah subhanahu wata’ala. Kita ketahui makna cemburu yaitu sebagai contoh seseorang mencintai orang lain , kemudian orang tersebut melihat orang yang dicintainya mencintai orang selainnya, maka muncullah rasa cemburu dari dalam diri orang yang mencintai itu. Allah subhanahu wata’ala sangat mencintai hamba-hambaNya sehingga Allah cemburu jika mereka mencintai selainNya, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan dosa baik yang secara terang-terangan atau pun yang tersembunyi, karena Allah subhanahu wata’ala tidak menyukai jika seorang hamba melakukan sesuatu yang membuatnya jauh dari Allah subhanahu wata’ala, jauh dari cinta Allah subhanahu wata’ala, jauh dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, karena lebih memilih melakukan sesuatu yang menjadikan seorang hamba mendekat dengan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala. Maka hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba-hambaNya, dimana jika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala menyiapkan pengampunan untuknya, dan jika Allah subhanahu wata’ala tidak mencintai hamba-hambaNya, maka ketika seorang hamba berbuat hal yang makruh sekali saja, maka hal itu cukup untuk membuatnya terlempar ke dalam jurang api neraka. Namun kenyaataannya dimana manusia telah banyak berbuat dosa baik dengan ucapan, perbuatan, penglihatan dan lainnya, tetapi Allah subhanahu wata’ala masih mengizinkan mereka untuk tetap hidup di dunia ini.

Ketika kita berbuat dosa dengan ucapan, maka Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita bisu sehingga tidak lagi bisa berbicara, begitu juga ketika kita berbuat dosa dengan mata atau penglihatan maka Allah subhanahu wata’ala tidak membutakan mata kita dari melihat, meskipun demikian bukan berarti bahwa Allah subhanahu wata’ala ridha akan hal tersebut sehingga membiarkannya begitu saja, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala sangat cemburu melihat perbuatan-perbuatan dosa tersebut dilakukan oleh hamba-hambaNya. Sehingga ketika kita lebih mencintai kepada selainNya, maka Allah subhanahu wata’ala akan menjauhkan kita dariNya. Namun selama kita masih hidup di dunia ini, Allah subhanahu wata’ala masih akan terus membuka pintu taubat untuk kita kembali kepadaNya. Pintu taubat tidak pernah tertutup bagi setiap pendosa, cahaya pengampunan Allah subhanahu wata’ala selalu memanggil hamba-hambaNya untuk selalu kembali dan mendekat kepadaNya.

Kemudian disebutkan dalam hadits tersebut bahwa tiada yang lebih menyukai pujian dari selain Allah subhanahu wata’ala sehingga Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya sendiri. Mengapa Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian?, karena sebuah pujian tidaklah timbul kecuali dari rasa cinta. Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkan hamba-hambaNya, tidak pula membutuhkan pujian-pujian dari mereka, namun Allah subhanahu wata’ala memanggil dan mengundang mereka kepada cintaNya, sehingga Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian dari hamba-hambaNya sebab pujian itu muncul dari adanya cinta pada diri mereka kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya maka terlebih lagi kita yang sebagai hamba-hambaNya sepantasnyalah untuk senantiasa memujiNya.

Dengan seseorang memuji Allah subhanahu wata’ala maka hal itu merupakan tanda bahwa ia mencintai Allah subhanahu wata’ala. Dan dengan mencintai Allah subhanahu wata’ala maka seseorang akan dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, bahkan cinta Allah kepada hamba tersebut lebih besar dari cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firmanNya dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari:

مَنْ تَقَرَّبَ إِليَّ شِبْراً تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعاً ، وَمَنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ ذِرَاعاً تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعاً وَمَنْ أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“ Barangsiapa yang mendekat kepadaKu ( Allah ) sejengkal maka Aku mendekat kepadanya satu hasta, dan barangsiapa yang mendekat kepadaKu satu hasta maka Aku mendekat kepadanya satu depah, dan barangsiapa yang datang kepadaKu dengan berjalan (perlahan-lahan) maka Aku akan mendatanginya dengan bergegas”

Maka jika seseorang mencintai Allah satu kali, Allah mencintainya sepuluh kali. Hal ini terbukti sebagaimana yang kita ketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan pahala dari satu amal baik menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat dan bahkan lebih. Demikian rahasia keagungan cinta Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hambaNya yang selayaknya difahami, yang merupakan berlian atau mutiara yang paling berharga dalam kehidupan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala. Dimana cinta Allah subhanahu wata’ala merupakan modal kita untuk mencapai kenikmatan dalam kehidupan yang kekal kelak di akhirat, dan menikmati cinta Allah subhanahu wata’ala.

Kita tadi telah mendengarkan dalam qasidah yang dilantunkan, dimana seseorang yang telah mencintai Allah subhanahu wata’ala tidak akan dapat menahan lisannya untuk berhenti dari memuji Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala menyatukan kita dan menjadikan kita kedalam kelompok mereka yang selalu banyak mengingat dan menyebut nama Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan hal ini teriwayatkan lebih dari 70.000 riwayat dimana kalimat الحمدلله (Alhamdulillah) memenuhi timbangan amal baik, sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, dan di dalam Syarah Shahih Muslim dan lainnya bahwa pujian kepada Allah subhanahu wata’ala merupakan salah satu ibadah yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga dengan memuji Allah subhanahu wata’ala maka timbangan amal baik seorang hamba akan menjadi penuh, karena ia mencintai Allah subhanahu wata’ala hingga ia memujiNya, dan tiadalah perbuatan yang lebih agung dan mulia daripada cinta kepada Allah subhanahu wata’ala.

Disebutkan dalam sebuah riwayat yang tsiqah dimana ketika syaitan ingin mendekat dan mengganggu seseorang yang sedang melakukan shalat dan di tempat itu ada seseorang yang sedang tidur, maka syaitan berusaha untuk mendekat kepada orang yang sedang melakukan shalat itu namun ia tidak mampu untuk mendekat, kemudian ditanya oleh seorang nabi di zaman itu apa yang membuat syaitan itu tidak dapat mengganggu orang yang melakukan shalat tersebut, maka syaitan itu menjawab bahwa nafas orang yang sedang tidur itu membakarnya, sehingga syaitan itu tidak mampu menggoda orang yang sedang melakukan shalat, karena orang yang sedang tidur itu adalah hamba yang sangat mencintai Allah dan selalu dekat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, riwayat Shahih Al Bukhari bahwa syaitan ketika berjumpa dengan sayyidina Umar bin Khattab di sebuah jalan maka ia akan lari dan menghindar dari sayyidina Umar bin Khattab Ra. Kemudian dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku pada sayyidina Umar bin Khattab RA, namun banyak diantara para sahabat dan para shalihin yang telah mencapai pada derajat tersebut, dimana ketika syaitan melihat mereka maka syaitan itu akan lari dan menjauh dari mereka. Berbeda halnya dengan kita, dimana sebagian dari kita mungkin justru yang mengejar-ngejar dan memanggil syaitan, dimana diantara kita sering mengadakan acara-acara yang membuat syaitan datang, yang membuat musibah datang setelahnya. Semoga Allah subhanahu wata’ala mengangkat seluruh musibah baik musibah yang zhahir dan musibah yang bathin dari diri kita, dan wilayah kita amin allahumma amin.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Adapun kalimat ( Al Hamd : pujian ) memiliki 5 rukun yaitu, pertama (Al Haamid : orang yang memuji ), kedua ( Al Mahmuud : Dzat Yang dipuji ) yaitu Allah subhanahu wata’ala, ketiga( Al Mahmuud bihi : yang digunakan untuk memuji ) seperti pujian dengan lisan atau ucapan, dengan sanubari atau perbuatan dan lainnya, keempat ( Al Mahmuud ‘alaihi : sesuatu yang karenanya dipuji ), seperti kenikmatan yang dilimpahkan, dijauhkan dari musibah dan lainnya, dan kelima adalah ( As Shiighah : lafadz pujian ) sepeti kalimat “Alhamdulillah”. Jika dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan bahwa kalimat الحمدلله ? (Alhamdulillah) memenuhi timbangan (amal baik), maka menunjukkan begitu mulia dan luhurnya kalimat tersebut, terlebih lagi dengan kalimat at tauhid : لا إله إلا الله ( Laa ilaaha illallah ) yang pastinya lebih agung dan mulia. Namun kesimpulannya bahwa kalimat-kalimat agung dan dzikir-dzikir yang mulia itu pastilah di dalamnya terdapat nama الله , sehingga ketika kita bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu bukan semata-mata dari kita akan tetapi kita meminta atau berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala, dimana disebutkan nama Allah subhanahu wata’ala, seperti ketika kita bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita mengucapkan :

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ..

“ Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas sayyidina Muhammad”

Maka shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan dzikir dan doa kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun hukum-hukum ( Al Hamd : pujian) ada 4, pertama hukumnya wajib seperti contoh membaca surat Al Fatihah dalam shalat dan lainnya dari hal-hal yang wajib, kedua hukumnya sunnah seperti memuji Allah dalam segala hal ketika mendapatkan kenikmatan, dijauhkan dari musibah dan lainnya, ketiga hukumnya makruh yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan hal-hal yang makruh, dan keempat hukumnya adalah haram yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan perbuatan haram. Dan kalimat (Alhamdulillah) tidak mempunyai hukum mubah, sebab setiap memuji Allah subhanahu wata’ala dengan ucapan -Alhamdulillah- (bukan diucapkan setelah melakukan perbuatan haram) pasti akan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala, sedangkan makna dari hukum mubah adalah dimana suatu pekerjaan yang dilakukan atau ditinggalkan tidak mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian dalam hadits diatas disebutkan bahwa Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya, agar hamba-hambaNya mengetahui bahwa hanya Allah subhanahu wata’ala Yang berhak dipuji, mengapa?, karena hanya Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mampu melimpahkan kenikmatan untuk hamba-hambaNYa di dunia dan di akhirat. Maka hal ini merupakan penyemangat dan dorongan kepada hamba-hambaNya untuk banyak memujiNya. Sehingga dengan banyak memuji maka berarti seseorang mencintai Allah subhanahu wata’ala dan dengan mencintaiNya maka ia akan dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala. Dan dalam riwayat Shahih Muslim disebutkan oleh sebab itu Allah subhanahu wata’ala menciptakan surga, untuk hamba-hamba yang banyak memujiNya dan mereka adalah orang-orang yang mencintai Allah subhanahu wata’ala. Maka pada hakikatnya semua ketaatan kita yang didasari cinta kepada Allah subhanahu wata’ala adalah merupakan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Kelanjutan pembahasan ini insyaallah akan kita lanjutkan di majelis malam Selasa yang akan datang.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Di malam ini kita masih dalam keadaan sedih dan berkabung atas wafatnya ayahanda kita fadhilah As Sayyid Al Walid Al Habib Abdurrahman bin Ali Al Habsyi yang mana beliau selalu hadir bersama kita di majelis malam Selasa. Ketika majelis akbar malam 1 Januari yang lalu di Monas, beliau yang membaca doa Al Fatihah penutup. Pada acara Maulid akbar hari Kamis 12 Rabi’ul Awwal yang lalu di Monas beliau pun hadir, dan di malam harinya beliau terkena stroke, kemudian beliau wafat di malam Senin. Wafat beliau di bulan Rabi’ul Awwal, di mana di bulan ini juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Insyaallah kita akan berziarah ke makamnya dan melakukan shalat disana, di malam ini kita juga akan melakukan shalat ghaib yang akan dipimpin oleh Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas. Shalat ghaib ini juga kita lalukan untuk almarhum H. Sanusi bin Mawardi ayah salah seorang aktifis majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang wafat dan dimakamkan di Depok, dan juga shalat ghaib akan kita lakukan untuk almarhum saudara Muhammad Fikri bin Ahmad bin Zen As Shaggaf yang wafat di Bangil Pasuruan, dimana ayahnya adalah aktifis majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cabang Denpasar Bali.

Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan seluas-luasnya kepada kita, mengampuni dosa-dosa kita serta melimpahkan kebahagiaan, keluhuran, kedamaian, ketenangan untuk kita semua, untuk wilayah dan bangsa kita, serta seluruh muslimin muslimat di barat dan timur. Serta doa mulia,, untuk saudara kita yang malam ini baru masuk Islam Muhammad Nur, semoga dilimpahi keluhuran dan kebahagian di dunia dan akhirat. Kita bermunajat dan memanggil nama Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, semoga Allah subhanahu wata’ala mengabulakan segala hajat kita dan menjauhkan kita semua dari musibah.


فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ…مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.