Jalsatul itsnain Majelis Rasulullah Saw
Senin , 12 Juli 2021
-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Habsyi-
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
نَوَيْتُ التَّعَلُّمَ وَالتَّعْلِيْمَ، وَالنَّفْعَ وَالاِنْتِفَاعَ، وَالْمُذَاكِرَةَ وَالتَّذْكِيْرَ،
وَالإِفَادَةَ وَالاِسْتِفَادَةَ، وِالْحِثُّ عَلَى تَمَسُّكِ بِكِتَابِ الله،
وَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلَّم،
وَالدُّعَاءَ إِلَى الْهُدَى، وَالدِّلالَةَ عَلَى الْخَيْرِ،
اِبْتِغَاءَ وَجْهِ الله وَمَرْضَاتِهِ وَقُرْبِهِ وَثَوَابِهِ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
نعم المولى ونعم النصير
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala Taufiq,Hidayah dan Inayah nya yang telah di berikan kepada kita, nikmat Islam sehat wal Afiyah sehingga malam ini kita kembali di pertemukan di dalam rutinitas kita yang mulia bersama Majelis Rasulullah Saw. Mudah-mudahan ke hadiran kita demikian para pendengar live streaming Majelis Rasulullah Saw dimana pun berada saat ini juga mendapatkan rahmat dari Allah Swt. Kita semua senantiasa di lindungi oleh Allah Swt dalam keadaan sehat wal afiyah di jauhkan marah bahaya, demikian juga para pendengar di mana pun berada.
Sholawat dan salam khusus untuk makhluk teragung junjungan Rasul termulia panutan teladan untuk kita manusia yang paling mulia produk ciptaan Allah Swt baginda Nabi besar Muhammad Saw. Mudah-mudahan setiap sholawat salam yang kita haturkan untuk beliau di dunia ini menjadi sebab obat untuk kita, menjadi sebab turun nya rahmat di angkat marabahaya dan musibah dan mudah-mudahan di hari kiamat menjadi sebab untuk kita mendapatkan syafaat nya berkumpul di dalam sorga nya Allah Swt Amin Allahumma Amin.
Alhamdulillah malam ini kita kembali akan melanjutkan pelajaran hadist kita dari pada kalam Sayyidina Rasulillah Saw dalam rangkuman kitab Riyadhussholihin yang di karang oleh Imam Nawawi yaitu sampailah kita pada hadist yang ke 30 dan dari pada bab sabar. Hadist ini cukup lumayan panjang kurang lebih hampir 2 lembar. Maka mudah-mudahan waktu yang akan kita lalui bersama mudah-mudahan di berkahi dan di rahmati cukup satu hadist ini. Oleh karena nya mungkin kita tidak telalu melebar sebagaimana biasa kita focus ke hadist ini agar supaya bisa kita khatamkan dalam satu majelis satu hadist Rasulullah Saw
|
وَعَنْ صُهَيْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « كَانَ مَلِكٌ فيِمَنْ كَانَ قبْلَكُمْ، وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ ، فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِك : إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابعَثْ إِلَيَّ غُلاَماً أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلاَماً يعَلِّمُهُ ، وَكَانَ في طَريقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ، فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلاَمهُ فأَعْجَبهُ ، وَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بالرَّاهِب وَقَعَدَ إِلَيْه ، فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ ، فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فقال : إِذَا خَشِيتَ السَّاحِر فَقُلْ : حبَسَنِي أَهْلي ، وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ: حَبَسَنِي السَّاحرُ . |
فَبيْنَمَا هُو عَلَى ذَلِكَ إذْ أتَى عَلَى دابَّةٍ عظِيمَة قدْ حَبَسَت النَّاس فقال : اليوْمَ أعْلَمُ السَّاحِرُ أفْضَل أم الرَّاهبُ أفْضلَ ؟ فأخَذَ حجَراً فقالَ : اللهُمَّ إنْ كان أمْرُ الرَّاهب أحَبَّ إلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فاقتُلْ هَذِهِ الدَّابَّة حتَّى يمْضِيَ النَّاسُ ، فرَماها فقتَلَها ومَضى النَّاسُ، فأتَى الرَّاهب فأخبَرهُ . فقال لهُ الرَّاهبُ : أىْ بُنيَّ أَنْتَ اليوْمَ أفْضلُ منِّي ، قدْ بلَغَ مِنْ أمْركَ مَا أَرَى ، وإِنَّكَ ستُبْتَلَى ، فإنِ ابْتُليتَ فَلاَ تدُلَّ عليَّ ، وكانَ الغُلامُ يبْرئُ الأكْمةَ والأبرصَ ، ويدَاوي النَّاس مِنْ سائِرِ الأدوَاءِ . فَسَمعَ جلِيسٌ للملِكِ كانَ قدْ عمِىَ، فأتَاهُ بهداياَ كثيرَةٍ فقال : ما ههُنَا لك أجْمَعُ إنْ أنْتَ شفَيْتني ، فقال إنِّي لا أشفِي أحَداً، إِنَّمَا يشْفِي الله تعَالى، فإنْ آمنْتَ بِاللَّهِ تعَالَى دعوْتُ الله فشَفاكَ ، فآمَنَ باللَّه تعَالى فشفَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ، فأتَى المَلِكَ فجَلَس إليْهِ كما كانَ يجْلِسُ فقالَ لَهُ المَلكُ : منْ ردَّ علَيْك بصَرك؟ قال : ربِّي . قَالَ: ولكَ ربٌّ غيْرِي ؟، قَالَ : رَبِّي وربُّكَ الله ، فأَخَذَهُ فلَمْ يزلْ يُعذِّبُهُ حتَّى دلَّ عَلَى الغُلاَمِ فجئَ بِالغُلاَمِ ، فقال لهُ المَلكُ : أىْ بُنَيَّ قدْ بَلَغَ منْ سِحْرِك مَا تبْرئُ الأكمَهَ والأبرَصَ وتَفْعلُ وَتفْعَلُ فقالَ : إِنَّي لا أشْفي أَحَداً ، إنَّما يشْفي الله تَعَالَى، فأخَذَهُ فَلَمْ يزَلْ يعذِّبُهُ حتَّى دلَّ عَلَى الرَّاهبِ ، فجِئ بالرَّاهِبِ فقيل لَهُ : ارجَعْ عنْ دِينكَ، فأبَى ، فدَعا بالمنْشَار فوُضِع المنْشَارُ في مفْرقِ رأْسِهِ، فشقَّهُ حتَّى وقَعَ شقَّاهُ ، ثُمَّ جِئ بجَلِيسِ المَلكِ فقِلَ لَهُ : ارجِعْ عنْ دينِكَ فأبَى ، فوُضِعَ المنْشَارُ في مفْرِقِ رَأسِهِ ، فشقَّهُ به حتَّى وقَع شقَّاهُ ، ثُمَّ جئ بالغُلامِ فقِيل لَهُ : ارجِعْ عنْ دينِكَ ، فأبَى ، فدَفعَهُ إِلَى نَفَرٍ منْ أصْحابِهِ فقال : اذهبُوا بِهِ إِلَى جبَلِ كَذَا وكذَا فاصعدُوا بِهِ الجبلَ ، فـإذَا بلغتُمْ ذروتهُ فإنْ رجعَ عنْ دينِهِ وإِلاَّ فاطرَحوهُ فذهبُوا به فصعدُوا بهِ الجَبَل فقال : اللَّهُمَّ اكفنِيهمْ بمَا شئْت ، فرجَف بِهمُ الجَبَلُ فسَقطُوا ، وجَاءَ يمْشي إِلَى المَلِكِ ، فقالَ لَهُ المَلكُ : ما فَعَلَ أَصحَابكَ ؟ فقالَ : كفانيهِمُ الله تعالَى ، فدفعَهُ إِلَى نَفَرَ منْ أصْحَابِهِ فقال : اذهبُوا بِهِ فاحملُوه في قُرقُور وَتَوسَّطُوا بِهِ البحْرَ ، فإنْ رَجَعَ عنْ دينِهِ وإلاَّ فَاقْذفُوهُ ، فذَهبُوا بِهِ فقال : اللَّهُمَّ اكفنِيهمْ بمَا شِئْت ، فانكَفَأَتْ بِهِمُ السَّفينةُ فغرِقوا ، وجَاءَ يمْشِي إِلَى المَلِك . فقالَ لَهُ الملِكُ : ما فَعَلَ أَصحَابكَ ؟ فقال : كفانِيهمُ الله تعالَى . فقالَ للمَلِكِ إنَّك لسْتَ بقَاتِلِي حتَّى تفْعلَ ما آمُركَ بِهِ . قال : ما هُوَ ؟ قال : تجْمَعُ النَّاس في صَعيدٍ واحدٍ ، وتصلُبُني عَلَى جذْعٍ ، ثُمَّ خُذ سهْماً مِنْ كنَانتِي ، ثُمَّ ضعِ السَّهْمِ في كَبدِ القَوْسِ ثُمَّ قُل : بسْمِ اللَّهِ ربِّ الغُلاَمِ ثُمَّ ارمِنِي ، فإنَّكَ إذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتنِي . فجَمَع النَّاس في صَعيدٍ واحِدٍ ، وصلَبَهُ عَلَى جذْعٍ ، ثُمَّ أَخَذَ سهْماً منْ كنَانَتِهِ ، ثُمَّ وضَعَ السَّهمَ في كبِدِ القَوْسِ، ثُمَّ قَالَ : بِسْم اللَّهِ رَبِّ الغُلامِ ، ثُمَّ رمَاهُ فَوقَعَ السَّهمُ في صُدْغِهِ ، فَوضَعَ يدَهُ في صُدْغِهِ فمَاتَ . فقَالَ النَّاسُ : آمَنَّا بِرَبِّ الغُلاَمِ ، فَأُتِىَ المَلكُ فَقِيلُ لَهُ : أَرَأَيْت ما كُنْت تحْذَر قَدْ وَاللَّه نَزَلَ بِك حَذرُكَ . قدْ آمنَ النَّاسُ . فأَمَرَ بِالأخدُودِ بأفْوَاهِ السِّكك فخُدَّتَ وَأضْرِمَ فِيها النيرانُ وقالَ : مَنْ لَمْ يرْجَعْ عنْ دينِهِ فأقْحمُوهُ فِيهَا أوْ قيلَ لَهُ : اقْتَحمْ ، ففعَلُوا حتَّى جَاءتِ امرَأَةٌ ومعَهَا صَبِيٌّ لهَا ، فَتقَاعَسَت أنْ تَقعَ فِيهَا ، فقال لَهَا الغُلاَمُ : يا أمَّاهْ اصبِرِي فَإِنَّكَ عَلَي الحَقِّ » روَاهُ مُسْلَمٌ .
« ذرْوةُ الجَبلِ » : أعْلاهُ ، وَهي بكَسْر الذَّال المعْجمَة وضمها و « القُرْقورُ » بضَمِّ القَافَيْن : نوْعٌ منْ السُّفُن و « الصَّعِيدُ » هُنا : الأرضُ البارزَةُ و «الأخْدُودُ»: الشُّقوقُ في الأرْضِ كالنَّهْرِ الصَّغيرِ و « أُضرِمَ » أوقدَ « وانكفَأَت» أي : انقلبَتْ و « تقاعسَت » توقَّفتْ وجبُن
Dari Shuhaib radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Dahulu ada seorang raja dari golongan umat yang sebelum engkau semua, ia mempunyai seorang ahli sihir. Setelah penyihir itu tua, ia berkata kepada raja: “Sesungguhnya saya ini telah tua, maka itu kirimkanlah padaku seorang anak yang akan saya beri pelajaran ilmu sihir.” Kemudian raja itu mengirimkan padanya seorang anak untuk diajarinya. Anak ini di tengah perjalanannya bertemu seorang rahib -pendeta Nasrani yang- berjalan di situ, iapun duduklah padanya dan mendengarkan ucapan-ucapannya. Apabila ia telah datang di tempat penyihir -yakni dari pelajarannya, iapun melalui tempat rahib tadi dan terus duduk di situ- untuk mendengarkan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan olehnya. Selanjutnya apabila datang di tempat penyihir, iapun dipukul olehnya -karena kelambatan datangnya. Hal yang sedemikian itu diadukan oleh anak itu kepada rahib, lalu rahib berkata: “Jikalau engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa engkau ditahan oleh keluargamu dan jikalau engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa engkau ditahan oleh penyihir.”
Pada suatu ketika di waktu ia dalam keadaan yang sedemikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang yang besar dan menghalang-halangi orang banyak -untuk berlalu di jalanan itu. Anak itu lalu berkata: “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah pendeta itu yang lebih baik?” Iapun lalu mengambil sebuah batu kemudian berkata: “Ya Allah, apabila perkara pendeta itu lebih dicintai di sisiMu daripada perkara penyihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu.”
Selanjutnya binatang itu dilemparnya dengan batu tadi, kemudian dibunuhnya dan orang-orang pun berlalulah. Ia lalu mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itupun berkata: “Hai anakku, engkau sekarang adalah lebih mulia daripadaku sendiri. Keadaanmu sudah sampai di suatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya. Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka jikalau engkau terkena cobaan itu, janganlah menunjuk kepadaku.”
Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit lepra serta dapat mengobati orang banyak dari segala macam penyakit. Hal itu didengar oleh kawan seduduk -yakni sahabat karib- raja yang telah menjadi buta. Ia datang pada anak itu dengan membawa beberapa hadiah yang banyak jumlahnya, kemudian berkata: “Apa saja yang ada di sisimu ini adalah menjadi milikmu, apabila engkau dapat menyembuhkan aku.” Anak itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun, sesungguhnya Allah Ta’ala yang dapat menyembuhkannya. Maka jikalau Tuan suka beriman kepada Allah Ta’ala, saya akan berdoa kepada Allah, semoga Dia suka menyembuhkan Tuan. Kawan raja itu lalu beriman kepada Allah Ta’ala, kemudian Allah menyembuhkannya. Ia lalu mendatangi raja terus duduk di dekatnya sebagaimana duduknya yang sudah-sudah. Raja kemudian bertanya: “Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?” Maksudnya: Siapakah yang menyembuhkan butamu itu? Kawannya itu menjawab: “Tuhanku.” Raja bertanya: “Adakah engkau mempunyai Tuhan lain lagi selain dari diriku?” Ia menjawab: “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Kawannya itu lalu ditindak -dihukum- oleh raja tadi dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga kawannya itu menunjuk kepada anak yang menyebabkan kesembuhannya. Anak itupun didatangkan. Raja berkata padanya: “Hai anakku, kiranya sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit lepra dan engkau dapat melakukan ini dan dapat pula melakukan itu.” Anak itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun, sesungguhnya Allah Ta’ala jualah yang menyembuhkannya.” Anak itupun ditindaknya, dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga ia menunjuk kepada pendeta. Pendetapun didatangkan, kemudian kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu!” Maksudnya supaya meninggalkan agama Nasrani dan beralih menyembah raja dan patung-patung. Pendeta itu enggan mengikuti perintahnya.
Raja meminta supaya diberi gergaji, kemudian diletakkanlah gergaji itu di tengah kepalanya. Kepala itu dibelahnya sehingga jatuhlah kedua belahan kepala tersebut. Selanjutnya didatangkan pula kawan seduduk raja dahulu itu, lalu kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu itu!” Iapun enggan menuruti perintahnya. Kemudian diletakkan pulalah gergaji itu di tengah kepalanya lalu dibelahnya, sehingga jatuhlah kedua belahannya itu. Seterusnya didatangkan pulalah anak itu. Kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu.” Iapun menolak ajakannya. Kemudian anak itu diberikan kepada sekelompok sahabatnya lalu berkata: “Pergilah membawa anak ini ke gunung ini atau itu, naiklah dengannya ke gunung itu. Jikalau engkau semua telah sampai di puncaknya, maka apabila anak ini kembali dari agamanya, bolehlah engkau lepaskan, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ia dari atas gunung itu.”
Sahabat-sahabatnya itu pergi membawanya, kemudian menaiki gunung, lalu anak itu berkata: “Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu.” Kemudian gunung itupun bergerak keras dan orang-orang itu jatuhlah semuanya. Anak itu lalu berjalan menuju ke tempat raja. Raja berkata: “Apa yang dilakukan oleh kawan-kawanmu?” Ia menjawab: “Allah Ta’ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka. Anak tersebut terus diberikan kepada sekelompok sahabat-sahabatnya yang lain lagi dan berkata: “Pergilah dengan membawa anak ini dalam sebuah tongkang (kapal/perahu) dan berlayarlah sampai di tengah lautan. Jikalau ia kembali dari agamanya -maka lepaskanlah ia, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ke lautan itu.”
Orang-orang bersama-sama pergi membawanya, lalu anak itu berkata: “Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu.” Tiba-tiba tongkang itu terbalik, maka tenggelamlah semuanya. Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Rajapun berkatalah: “Apakah yang dikerjakan oleh kawan-kawanmu?” Ia menjawab: “Allah Ta’ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka.” Selanjutnya ia berkata pula pada raja: “Tuan tidak dapat membunuh saya, sehingga Tuan suka melakukan apa yang kuperintahkan.” Raja bertanya: “Apakah itu?” Ia menjawab: “Tuan kumpulkan semua orang di lapangan menjadi satu dan Tuan salibkan saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya, lalu ucapkanlah: “Dengan nama Allah, Tuhan anak ini,” terus lemparkanlah anak panah itu. Sesungguhnya apabila Tuan mengerjakan semua itu, tentu Tuan dapat membunuhku.” Raja mengumpulkan semua orang di suatu padang luas. Anak itu disalibkan pada sebatang pohon, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya, lalu meletakkan anak panah di busur, terus mengucapkan: “Dengan nama Allah, Tuhan anak ini.”
Anak panah dilemparkan dan jatuhlah anak panah itu pada pelipis anak tersebut. Anak itu meletakkan tangannya di pelipisnya, kemudian meninggal dunia. Orang-orang yang berkumpul itu sama berkata: “Kita semua beriman kepada Tuhannya anak ini.” Raja didatangi dan kepadanya dikatakan: “Adakah Tuan mengetahui apa yang selama ini Tuan takutkan? Benar-benar, demi Allah, apa yang Tuan takutkan itu telah tiba -yakni tentang keimanan seluruh rakyatnya. Orang-orang semuanya telah beriman.” Raja memerintahkan supaya orang-orang itu digiring di celah-celah bumi -yang bertebing dua kanan-kiri- yaitu di pintu lorong jalan. Celah-celah itu dibelahkan dan dinyalakan api di situ, Ia berkata: “Barangsiapa yang tidak kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam celah-celah itu,” atau dikatakan: “Supaya melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya.” Orang banyak melakukan yang sedemikian itu -sebab tidak ingin kembali menjadi kafir dan musyrik lagi, sehingga ada seorang wanita yang datang dengan membawa bayinya. Wanita ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri ke dalamnya. Bayinya itu lalu berkata: “Hai ibunda, bersabarlah, karena sesungguhnya ibu adalah menetapi atas kebenaran.” (Riwayat Muslim).