لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Sebelum kita ta’lim , kita membaca niat yang di niatkan oleh imam Abdullah Al Haddad, kita baca bersama sama
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
نَوَيْتُ التَّعَلُّمَ وَالتَّعْلِيْمَ، وَالتَّذَكُّرَ وَالتَّذْكِيْرَ، وَالنَّفْعَ وَاْلإِنْتِفَاعَ، وَاْلإِفَادَةَ وَاْلإِسْتِفَادَةَ، وَالْحَثَّ عَلَى التَّمَسُّكِ بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ، وَالدُّعَاءَ إِلَى الْهُدَى، وَالدَّلاَلَةَ عَلَى الْخَيْرِ، اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ وَمَرْضَاتِهِ وَقُرْبِهِ وَثَوَابِهِ.
Sampailah kita kepada perkataan al Imam Al Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi
والْجُمُعَةُ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ذَكَرٍ حُرِّ حَاضِرٍ بِلاَ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ: كَالْمَرَضِ وَالمَطَرِ
dan shalat Jum’at hukumnnya fardu ‘ain atas setiap orang muslim yaitu muslim yang mengucap dua kalimat sahadat wajib atasnya melaksanakan shalat jum’at ذَكَرٍ , laki –laki wajib hadir shalat Jum’at , kalau perempuan hukumnya sunnah, bagi perempuan hukumnya sunnah namun lebih baik jangan. Kalau dulu di zaman Nabi Saw, wanita shalat bersama Nabi, tapi setelah shalat Nabi Saw berdzikir dan perempuan pulang sehingga tidak bertemu dengan pria. Di zaman sayidatuna Aisyah R.A saat sayidatuna Aisyah ingin ke masjid lalu mendengar dua perempuan yang sedang berjalan dan mengobrol lalu tertawa dan Siti Aisyah mendengar lalu beliau mengatakan ‘’ Demi Allah kalau nabi Muhammad ﷺSaw masih hidup maka di haramkan perempuan ke masjid ‘’, ini siti Aisyah baru mendengar ketawa nya perempuan, apalagi kalau di zaman kita ini perempuan dandan , shalat trawih sunnah, menutup aurat wajib tapi dia rela meninggalkan yang wajib demi yang sunnah, hadir belajar ilmu wajib seperti belajar fikih dasar , tauhid dasar ini semua hukumnya wajib akan tetapi boncengan dengan laki –laki yang bukan makhromnya hukumnya haram, akan tetapi dia rela mengerjakan yang haram demi perbuatan yang wajib, yang bisa dia cari yang sebenernya tidak harus seperti itu.
Kata Al Habib Salim Bin Abdullah Bin Umar Asyatiri, ‘’ Orang yang perhatian dengan yang sunnah dan lupa dengan yang wajib itu seperti orang yang menggunakan imamah akan tetapi tidak menggunakan baju dan celana ‘’, inilah perumpamaan nya , maka hal seperti ini adalah kelakuan orang yang bodoh , biarkan mereka hadir yang perempuan dengan yang perempuan, yang laki-laki dengan yang laki-laki hingga kehormatan perempuan itu bertambah mulia dan kita sebagai laki laki pun terjaga .
Kemudian yang wajib shalat Jum’at adalah حُرِّ orang yang merdeka, bukan budak, setiap laki- laki muslim yang merdeka .
Kemudian حَاضِرٍ yang artinya tidak berpergian atau menetap baik dia mustautin ataupun muqim harus melakukan shalat Jum’at, perbedaan Mustautin dan Muqim
1 . Mustautin terhitung dari 40 orang
2 . Muqim tidak terhitung
Pengertian Mustautin adalah orang yang tinggal di suatu daerah yang dia tidak kelauar terkecuali karena keperluan berarti orang asli penduduk tempat tersebut, misal Jakarta walaupun besar tetap di sebut satu daerah .
Sedangkan Muqim seperti kebanyakan di Jakarta, contoh datang ke Jakarta ingin kuliah ngekos maka di sebut muqim , walaupun bertahun tahun di Jakarta di sebut muqim karena pasti dia akan kembali ke daerahnya.
Makanya di sebut kalimat hadir baik dia Muqim atau Mustautin بِلاَ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ : tanpa ada udzur sar’i : كَالْمَرَضِ seperti sakit, bukan sakit yang ringan seperti ‘’ panuan ‘’, kalau sakit ringan seperti ‘’ panuan ‘’ maka tetap wajib hadir, jadi maksudnya sakit yang boleh tidak shalat Jum’at adalah sakit yang di perbolehkan dia tayamum dengan kadar seperti itu , penyakit yang menyulitkan nya hadir shalat Jum’at seperti buang buang air , وَالمَطَرِ atau hujan yang deras dan tidak ada penaung , tidak ada payung , dan jalanan becek dan sulit dilalui, maka boleh tidak shalat Jum’at begitu juga kalau pejabat atau ulama yang biasa memakai pakaian resmi misalkan pejabat terbiasa memakai jas kalau sarung misalkan BHS (merek sarung mahal ) dan ketika ingin keluar shalat Jum’at tidak ada terkecuali hanya kaos saja, akan membeli sudah tidak sempat maka karena menjaga kewibawaanya maka tidak wajib atasnya shalat Jum’at, begitu juga ulama yang biasa memakai pakaian imamah jubah , syal , tiba tiba gamis tidak ada, untuk menjaga kewibawaanya maka boleh atasnya meninggalkan shalat Jum’at karena ini semua adalah udur sar’i .
Semoga kita semakin di berikan pemahaman tentang syari’at nabi besar kita Sayidina Muhamamad Saw.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jasaltul Itsnain Majelis Rasulullah
Senin 27 April 2015, Masjid Raya Almunawar, Pancoran
~ Habib Abdurahman Al Habsyi ~