Tausyiah di Masjid Raya Almunawar, Senin 26 Mei 2008

Tausyiah di Masjid Raya Almunawar, Senin 26 Mei 2008

{mosimage}Assalamu’alaikum warohmatullallhi wabarokaatuh,
Hamdan li Robbin Khosshona bi Muhammadin
Wa anqodznaa bi dzulmatiljahli waddayaajiri
Alhamdulillahilladzii hadaanaa bi ‘abdihilmukhtaari man da’aanaa ilaihi bil idzni waqod naadaanaa labbaika yaa man dallanaa wa hadaanaa
Shollallahu wa sallama wa baarok’alaih
Alhamdulillahilladzi jam’anaa fi hadzalmahdhor,Limpahan puji kehadirat Allah SWT yang Maha luhur, Maha mengasuh alam semesta dari sejak dicipta hingga alam ini berakhir, hingga tiadalah setiap makhluk di alam, terkecuali di dalam pengasuhan kelembutan Ilaahi, Maha memelihara dan mengasuh hamba-hambanya melewati kehidupan, dengan ciptaan alam dipermukaan bumi, berupa matahari, bulan, bintang-bintang, air dan lautan, daratan, tumbuhan dan hewan, yang kesemuanya adalah bentuk kelembutan Allah pada keturunan Adam, yang kesemuanya adalah seruan Allah, mengundang keturunan Adam untuk mendekat, sang Maha Pengasuh, ketika ibu mengasuh bayinya, dengan segala kasih sayangnya selama sekian tahun dan bulan, akan selesai masa pengasuhan ibu, tapi pengasuhan Allah kepada kita, sejak kita di alam rahim hingga kita wafat, pengasuhan Allah tiada berhenti setiap waktu dan kejap, memelihara seluruh sel tubuh kita dan memelihara kehidupan kita, meminjamkan panca indera, meminjamkan permukaan bumi, dan terus mengatur kehidupan kita dengan sempurna, duduk dan berdirinya, bahkan sakit dan musibahnya dijadikan penghapusan dosa, demikian indahnya perbuatan sang pengasuh kita, Allah.

Yang tiada membedakan pengasuhannya kepada hambanya yang mu’min atau yang zholim, yang muslim atau yang diluar Islam, yang menyembah Allah atau yang menyekutukan Allah, atau yang menantang kemurkaan Allah, demikianlah kasih sayang Allah mengalir bagaikan air yang tiada pernah berhenti setiap kejap dalam kehidupan kita, dan Allah mengaturkan kasih sayang-Nya yang abadi, bagi mereka yang beriman, yang mengikuti sayyidina Muhammad, SAW wa barak’alaih, kau lihat kasih sayang Ilaahi yang demikian dahsyat kepada mereka yang kufur sekalipun, sungguh setiap keturunan Adam, telah ditunggu oleh Allah untuk mendapatkan kasih sayang-Nya yang abadi, pemeliharaan dan pengasuhan-Nya yang kekal, yang jauh lebih lembut dari semua ibu terhadap bayinya, Jalla wa ‘ala Allah SWT nama yang paling berhak diagungkan di alam, nama yang paling berkuasa dan merajai langit dan bumi, yang keputusan dan kehendak-Nya tidak bisa ditentang oleh seluruh alam semesta beserta isinya, Maha Raja tunggal yang sedemikian indah dan dermawannya menawarkan pengampunan-Nya pada yang berbuat kesalahan pada-Nya, demikian indahnya Allah Jalla wa’ala, Tuhanku dan Tuhan kalian, yang mengenalkan kelembutan-Nya kepadaku dan kalian, dengan kehidupan kita dengan apa-apa yang kita lewati.

Wal-‘ashri* innal-insaana lafii husrin* illalladziina aamanuu wa ‘amilusshoolihaati wa tawaa shoubil-haqqi wa tawaa shoubisshobr* seruan dari yang Maha lembut, seruan dari Allah yang Maha berkasih sayang, Allah SWT melihat keadaan manusia, dalam luasnya kekayaan atau dalam sempitnya kemiskinan, besarnya kegembiraan atau dahsyatnya kesedihan, Allah tidak membedakan itu, “innal-insaana lafii husrin” manusia itu merugi, semua manusia itu merugi, yang kaya, yang miskin, yang susah yang gembira, yang tua yang muda merugi, ”illalladziina aamanuu wa ‘amilusshoolihaati” kecuali mereka yang beriman kepada Allah, mereka tidak merugi, dalam kemiskinannya mereka tidak dirugikan Allah, mereka dalam kekayaannya tidak dirugikan Allah, dalam kesedihannya tidak dirugikan Allah, dalam kegembiraannya tidak dirugikan Allah, “wa ‘amilusshoolihaati” beramal sholeh mengikuti Muhammad Rasulullah “wa tawaa shoubil-haqqi wa tawaa shoubisshobr” dan yang saling mewasiatkan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran, ini yang dihargai oleh Allah, tidak rugi, yang selain itu rugi di dalam keadaan apapun.

Limpahan puji kehadirat Allah yang menyinggung kita dengan singgungan lembut dan kasih sayangnya, bukan berarti Allah mengatakan mereka itu zholim, fasiq, atau lainnya, tapi Allah mengatakan merugi, apa itu merugi? merugi itu tidak mendapat anugerah atau tidak mendapat sesuatu yang berharga, karena setiap napasnya berharga, karena setiap kesedihan bisa jadi berharga, karena setiap kegembiraan bisa jadi berharga, setiap kesulitan dan kemudahan bisa berharga jika diikuti dengan iman, diikuti dengan amal sholeh, diikuti dengan saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran dan kesabaran, demikian Allah menenangkan jiwa yang dalam kesedihannya, entah dalam permasalahan kekayaannya atau permasalahan kemiskinannya, dalam permasalahan kesedihannya atau dalam kegembiraannya, ingatlah Allah SWT membentangkan mereka yang beriman dan beramal sholeh mereka tidak rugi, dalam segala keadaannya mereka beruntung, terus dilimpahi pahala dalam keadaan apapun, demikian indahnya orang-orang yang mengikuti sang Nabi.

Sampailah kita dimalam hari ini kembali menukil mutiara-mutiara indah, dari sabda Nabi kita Muhammad SAW: “yassiruu wa laa tu’assiruu sakkinuu wa laa tunaffiruu” permudahlah umat ini dan saudara-saudara kalian dan teman-teman kalian dan jangan dipersulit, jika mereka ingin bertaubat jangan dipersulit taubatnya, jika mereka ingin dekat kepada Allah SWT permudahlah agar mereka lebih ingin dekat kepada Allah, “wa sakkinuu” tenangkan temanmu, masyarakatmu, keluargamu, kerabatmu, tenangkanlah, bukan diajak untuk emosi dan marah “wa sakkinuu” tenangkanlah “wa laa tunaffiruu” jangan kau sampaikan satu ucapan yang membuat mereka menghindar dari pada tuntunan Ilaahi, kekerasan didalam tuntunan, didalam ucapan, atau didalam pengajaran, bisa membuat orang menghindar dan menjauh, ini telah diingkari oleh sang Nabi SAW wa barak’alaih wa ‘ala alih, beliau SAW menuntun kita kepada kelembutan didalam gerak-gerik dan pribadi dan didalam taqwa kita, dakwah bukan hanya harus di atas mimbar, tapi kau dengan temanmu mengajaknya berbuat baik itu adalah dakwah, demikian hadirin hadirat berlemah lembutlah, warisilah kemuliaan sifat Muhammad Rasulullah SAW wabarak’alaih, hidupkan jiwa-jiwa yang mengikuti sifat-sifat sang Nabi, munculkan kekuatan mu’jizat dalam budi pekerti dan hari-hari kita, bagaimana memunculkan kekuatan mu’jizat? Bukankah kita ini bukan Nabi dan bukan Rasul, betul kita bukan Nabi dan bukan Rasul, tapi mu’jizat adalah milik Nabi kita Muhammad SAW, namun rahasia kemuliaannya tersimpan pada sunnah beliau, mereka yang mengikuti sunnah beliau, ia akan melihat cahaya keberkahan didalam hidupnya, yang muncul dari cahaya mu’jizat tuntunan Nabi Muhammad SAW wa barak’alaih.

Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah.

Allah SWT menuntun Nabinya kepada kasih sayang dan kelembutan, maka jadilah sang Nabi ini digandrungi dan dijadika idola, dicintai dan dijadikan pintu pengaduan, hingga mereka melihat wajah sang Nabi, tenang jiwa mereka, belum bicara dengan beliau, melihat wajah yang paling ramah dari semua wajah yang ramah, wajah yang paling banyak tersenyum dari pada semua orang-orang yang ramah, Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih, beliau diundang oleh Nashrani hadir, diundang oleh Yahudi hadir, diundang oleh munafik hadir, demikian indahnya budi pekerti manusia yang paling agung, Nabiyyuna wa syafi’una Muhammad SAW wa barak’alaih. Bangkitkan keindahan budi pekerti beliau dan indahnya sosok beliau dalam jiwamu, kau akan temukan ketenangan hidup dan bimbingan Ilahiyyah dalam hari-harimu kepada keluhuran dan keberkahan.

Diriwayatkan didalam shohih bukhori : “maafiiya amroini ‘inda rasulillahi saw illaa akhodza laysarohumaa maa lam yakun itsma” “tiadalah dihadapkan dua masalah kepada sang Nabi, terkecuali beliau pasti memilih untuk umatnya yang paling mudah”

Cari yang lebih mudah untuk umatnya, diambil yang paling mudah untuk umatnya, kalau disuruh memilih beberapa, beliau pasti memilih yang paling mudah, selama bukan dosa, “maa lam yakun itsma” kalau dosa, beliau tentunya tidak akan membuatnya meringankan hal-hal yang bersifat kemurkaan dan mudhorat, akan tetapi hadirin hadirot, Nabi yang mulia ini yang menjadi lambang kasih sayang Ilaahi, telah kita kenal budi pekertinya pemaaf, telah kita kenal budi pekertinya dermawan, telah kita kenal budi pekertinya penyantun, dan beliau itu sangat ramah dan berkasih sayang kepada seluruh makhluknya Allah SWT, rahasia kemulian hadits yang kita dengar dan kita baca bersama tadi, adalah munculnya cahaya hidayah, dari berkat mu’jizat dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ketika kita mengikuti tuntunan dakwah sang Nabi akan muncul keberkahan dan manfaat bagi umat, dengan mu’jizat cahaya hidayah, dihadapan umat, atau pada temannya, atau pada keluarganya, atau pada kerabatnya, atau pada masyarakatnya, dengan apa? Islam, metode yang paling berhasil sepanjang permukaan bumi dicipta hingga permukaan bumi berakhir adalah metode sayyidina Muhammad, pembenahan umat yang paling berhasil, pembenahan masyarakat yang paling berhasil adalah metode Muhammad Rasulullah SAW wabarak’alaih.

Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, bagaimana indahnya, Rasul SAW dan para shahabatnya memahami keringanan-keringanan di dalam syari’at, ketika salah seorang shahabat, seorang tua renta “para tabi’in melihat” seorang tua renta sedang sholat sunnah, bukan sholat fardhu, sedang sholat sunnah tiba-tiba ditengah jalan didalam perjalanannya dia sedang sholat sunnah, tiba-tiba keledainya pergi, lepas dari tali pengikatnya dan pergi, maka orang tua itu keluar dari sholatnya, meninggalkan sholatnya dan mengejar keledainya, para tabi’in ketawa, ini orang tidak punya khusu’, sedang sholat sunnah, keledainya pergi ditinggal sholatnya, maka ketika ditanya ternyata orang tua itu adalah shahabat Rasulullah SAW, kenapa engkau berbuat begini wahai orang tua, sedangkan engkau shahabat Rasulullah, dia berkata; aku menyaksikan betapa ringannya tuntunan beliau, jika aku tetap dalam sholatku, keledaiku akan pergi menjauh, aku tidak bisa pulang kerumah dan rumahku jauh, Allah SWT telah mengajarkan kepada kita, “wallahu yuriidu bikumul-yusro walaa yuriidu bikul-‘usro” Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menginginkan kesulitan” demikian indahnya budi pekerti dan tuntunan Nabi kita Muhammad SAW, dan tentunya hal ini bukan meremehkan syari’at, akan tetapi mengagungkannya dan memuliakannya, dan keringanan muncul adalah pada tempatnya, bukan meremehkan, sebagaimana disampaikan oleh guru kita tadi, berpaling untuk mengagungkan syari’at, mengagungkan Allah dan Rasul, meremehkannya adalah suatu kesalahan yang nyata, meremehkan Allah dan Rasul, meremehkan al-Quran, meremehkan hadits, hal yang salah dan merupakan kemunkaran yang jelas, akan tetapi ketika kita dalam kesulitan, Allah bukakan keringanan dan kemudahan sehingga kita tidak bosan-bosannya beribadah, sehingga tidak ada kesempatan yang tertutup untuk beribadah dan kita selalu asyik kepada Allah Jalla wa’ala.

Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, bagaimana budi pekerti sang Nabi untuk menjaga lidah, ketika terjadi kesalahan besar, pada salah seorang ahlu badar ra wa ardhoh, kesalahan dimana ia tanpa sengaja membocorkan rahasia-rahasia dari pasukan di madinatul munawarah, yang disampakan kemudian pada orang-orang di makkah, musuh-musuh Islam, ketika dicari ternyata ia yang membocorkan, ketika dipanggil, dan ia berkata aku tidak sengaja ya Rasulullah, sehingga Umar berkata; ya Rasulullah biarkan aku menebas leher orang ini, ia munafik, karena ia telah membocorkan rahasia, padahal tanpa sengaja, maka Rasul SAW berkata; ya Umar lupakah engkau dengan janji Alllah, bahwa Allah SWT berkata kepada ahlu badar; “ i’maluu maa syi,tum qod ghofarullahu maa taqoddama min dzunuubikum wamaa ta-akh-khor” wahai Umar, Allah berkata: engkau ini adalah orang dari ahlu badar, orang yang ikut dalam perang badar, telah Kau katakan pada mereka; berbuatlah semau kalian, telah Ku ampuni dosa kalian yang terdahulu dan yang akan datang”, nangis sayyidina Umar bin Khattab ra, teringat pada kemuliaan sambutan Ilaahi yang Allah berikan kepada ahlul badar ra wa ardhohum, bukan berarti mereka itu boleh berbuat dosa semaunya, karena Allah sudah tahu dan akan membimbing jiwa-jiwa ahlu badar, tidak akan wafat terkecuali dalam keindahan husnul khotimah ra wa ardhohum.

Hadirin hadirot, dalam kesempatan lain, ketika Rasul SAW bertamu pada salah seorang shahabat, orang yang buta, Rasul SAW ketika sedang duduk, para shahabat berbincang satu sama lain tentang salah seorang yang tingkah lakunya buruk, banyak berdusta, banyak berkhianat, banyak berbuat kesalahan dan dosa, shahabat berkata; dia itu munafik, Rasul SAW bertanya; kenapa kalian sebut ia itu munafik? Ya Rasulullah tingkah lakunya sesuai dengan perbuatan orang munafik, maka Rasul berkata; bukankah ia mengucap “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” para shahabat berkata; betul ya Rasulullah, ia tidak mengingkari kalimat itu, maka Rasul berkata; sungguh Allah mengharamkan orang yang mati dalam “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” dalam api neraka, demikian hebatnya akhlak sang Nabi untuk tidak mencaci pada saudaranya muslimin, padahal sudah jelas-jelas perbuatannya perbuatan orang-orang munafik, akan tetapi ketika ucapan itu disampaikan kepada orang itu, engkau lagi dicaci oleh para shahabat, karena kejahatanmu, sering menipu, sering berkhianat, Rasulullah melarang, engkau dicaci, katanya engkau mengucap “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” nangis orang tersebut dan ia bertaubat kepada Allah, inilah rahasia keagungan akhlak, inilah rahasia mu’jizat dari budi pekerti sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih.

Mengenai hadits riwayat Imam Bukhori dalam Shohihnya, bahwa Rasul SAW bersabda; “aayatul-munaafiq tsalatsah” tanda orang munafik tiga, idza haddatsa kadzaba, wa idza wa’ada kholafa, wa idza’tumina khoona” tanda orang munafik tiga, jika bicara dusta, jika berjanji ingkar, jika dipercaya khianat” tiga sifat ini adalah tanda orang munafik, al-Imam al-Asgholani didalam kitabnya fathul baari bi syarah Shohih Bukhori, menukil makna dari hadits ini, bukan berarti orang yang punya tiga sifat ini pasti munafik, tapi makna dari hadits ini adalah sifat-sifat itu umumnya ada pada orang-orang munafik, kalau orang munafik punya sifat-sifat seperti itu, tapi orang yang bersifat tiga ini belum tentu munafik, demikian al-Imam al-Asgholani didalam kitabnya fathul bari mensyarahkan makna hadits ini, demikian indahnya budi pekerti Nabi kita Muhammad SAW.

Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, manusia yang paling indah dicipta Allah ini, jika tidak suka pada sesuatu berubah wajahnya, jika beliau tidak suka akan suatu hal berubah wajahnya, para shahabat bisa mengambil fatwa, Rasulullah suka atau tidak suka, belum beliau berucap sudah terlihat dari wajahnya, kalau wajah beliau tidak berubah dan terlihat gembira berarti beliau senang walau belum berucap, kalau beliau berubah wajahnya, maka disaat itu pahamlah para shahabat kalau Rasul tidak senang, karena Rasul sangat pemalu, sangat tidak mau menyakiti perasaan orang lain, hingga dalam beberapa hal yang bukan bersifat hak-haknya Allah, Rasul tidak mau bicara, padahal hal itu menyusahkan beliau SAW wa barak’alaih wa’ala alih.

Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah

Rasul SAW diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, menyukai syair-syair yang mendorong kepada kebaikan dan kemuliaan, Rasul SAW bersabda: “inna fii syair hikmatan” sungguh di dalam syair-syair itu terdapat hikmah” demikian riwayat Shohih Bukhori, syair-syair yang menuju kepada Allah dan Rasul tentunya.

Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, salah seorang shahabat bernama Amir bin ‘uquq ra, ketika memimpin perjalanan, maka Amir bin ‘uquq ini membaca syair-syair, menyemangati hadirin yang ikut didalam shaf-shaf Nabi, ketika selesai membaca syair-syair, Rasul bertanya; man farih hadza? Siapa itu yang membaca syair paling depan, maka orang berkata; Amir bin ‘uquq ya Rasulullah, Rasul menjawab; “yarhamhullah” Allah SWT melimpahkan rahmat kepadanya, shahabat lain menjawab; “wajabat ya rasulullah” memang pantas dia itu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan rahmat, karena kalau dia sudah mengucapkan syair-syairnya, kita tambah khusu’ lagi kepada Allah, selesai peperangan Amir bin ‘uquq tanpa sengaja, ketika sedang diserang oleh salah seorang Yahudi musuhnya, ia memukulkan pedangnya, tanpa sengaja tertusuk kepada tubuhnya sendiri, wafat dengan senjatanya sendiri, maka berkata para shahabat, Amir bin ‘uquq wafat di dalam su’ul khotimah, Amir bin ‘uquq wafat di dalam keburukan karena ia telah lepas sebelum amal sholehnya karena telah membunuh dirinya, padahal dia ingin membunuh musuhnya tanpa sengaja tertusuk dirinya sendiri dan wafat, Rasul SAW berkata: “laa wallah laa wallah” tidak demi Allah tidak demi Allah” sulit orang-orang dari bangsa Arab yang mempunyai kemuliaan seperti Amir bin ‘uquq ra, disini menunjukkan dengan jelas bahwa Rasul SAW menyukai syair-syair pujian kepada Allah dan Rasul, jika ditanyakan tentang syair bersama, ini kita sering membacakan syair bersama, satu membaca yang lain mengikuti, apakah ini ajaran dari Rasul? Ini ajaran Nabi Muhammad SAW, mereka yang mengatakannya bid’ah ini karena tidak memahami ilmu hadits, al-Imam ibnu Hajar al-Asgholani didalam kitabnya fathul baari bi syarah Shohih Bukhori, menukil bahwa Rasul ketika mendengar salah satu nashidah dan syair seorang shahabat, Rasul ikuti ucapan shahabat itu, ucapan shahabat itu satu syair, Rasulullah ikuti setelahnya, persis sebagaimana yang kita lakukan didalam majlis-majlis, yang satu membaca qashidah yang lain mengikutinya, ini perbuatan sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih dan tidak keluar dari syari’atul muthaharoh.

Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah.

Demikian rahasia-rahasia keindahan disampaikan dari masa ke masa, mengenai permasalahan yang terus datang didalam kehidupan kita di dunia ini, kita ingat satu riwayat Nabi kita Muhammad SAW didalam Shohih Muslim, Rasul bersandar disebuah tikar yang kasar, tikar itukan karpet yang dirajut dari dedaunan, itu tikar kasar, shahabat melihat sampai kulit beliau yang demikian halusnya kemerah-merahan karena tertekan kasarnya tikar tersebut, ketika beliau bersandar, maka menangis salah seorang shahabat, ya Rasulullah bi abi wa ummi, demi ayah dan ibu, ya Rasulullah jika engkau mau ku bentangkan karpet untukmu ya Rasul, jangan bersandar ditikar sampai terlihat bekas dari kulitmu, demikian cinta para shahabat ra kepada Rasul SAW, lihat kulitnya sang Nabi kemerah-merahan karena bersandar ditikar mereka tidak ridho, mereka ra ingin Rasul berada diatas karpet permadani, maka Rasul SAW menjawab, aku dengan dunia ini hanya bagaikan orang yang lewat dan numpang berteduh di bawah sebuah pohon, maka aku akan pergi meninggalkannya, maka apa yang perlu ku bawa dan ku siapkan kalau hanya untuk bersandar dibatang pohon sementara dan kemudian meneruskan perjalanan, pohon akan kutinggalkan, itulah dunia dan kehidupanku, bagaikan numpang berteduh disebuah pohon saja, kemudian menuju kehidupan milyaran tahun, jutaan tahun dalam kebahagiaan yang kekal atau dalam kehinaan yang kekal.

Hadirin hadirot Allah SWT berfirman diriwayatkan didalam mustadrak ‘ala shohihain, dan juga didalam musnad Imam Ahmad dan lainnya, bahwa Allah SWT berfirman: “yabna aadam” wahai keturunan Adam, khusu’lah didalam beribadah kepadaku maka akan ku penuhi kehidupanmu dengan keluasan rezeki” kita memahami Allah yang Maha membukakan keluasan rezeki ini, Allah SWT yang Maha mengusai kejadian, yang bisa merubah sesuatu mestinya untung menjadi rugi, atau sebaliknya, jika seseorang bercocok tanam dan dia mengandalkan kemampuannya yang zhohir saja tanpa mengandalkan doa, tiba-tiba Allah kirimkan hujan atau Allah kirimkan kemarau atau mengirimkan hama, habis seluruh apa-apa yang ia siapkan, demikian pula usaha dalam hidup, kalau sudah Allah SWT tidak diikut sertakan didalam usahanya, maka usahanya itu selalu terbentur didalam kesulitan, kalau tidak terbentur didunia, terbentur diakhirat.

Hadirin hadirot ini penyampaian saya yang terakhir, maka menghadapi kesulitan dan permasalahan yang terus dalam kehidupan kita, telah diwasiatkan oleh Rasul dengan firman Allah dalam hadits qudsi “taqorrob fi qoryatii” kosongkan jiwamu dalam ibadah kepada-Ku kata Allah SWT, disaat kita beribadah, lupakan seluruh nama dari selain Allah, kita bermunajat kepada Allah SWT, agar Allah SWT mengosongkan jiwa kita dari selain-Nya saat kita beribadah, Ya Rahman Ya Rahim, dan penuhilah kehidupan kami dengan keluasan rezeki, dan penuhi jiwa kami dengan kecukupan, Ya Allah Ya Rahman, wahai yang Maha mengasuh kami, wahai yang Maha memelihara kehidupan kami, dari sejak kami di alam lahir hingga kami terkubur didalam kubur kami, Engkaulah yang Maha mengasuh kami melebihi semua teman dan kekasih, Robbi, yang mengenalkan nama Maha dekat, yang mengenalkan dzat-Mu Maha pemaaf, yang mengenalkan dzat-Mu selalu menanti munajat dan taubat para pendosa.

Ya rahman Ya Rahim, terimalah istighfar kami, permohonan maaf kami, atas dosa-dosa kami Robbi, terimalah taubat kami Ya Rahman Ya Rahim, beri kami kekuatan untuk selalu mengosongkan diri saat ibadah kepada-Mu, yang dengan itu Kau penuhi jiwa kami dengan kecukupan, dan Kau penuhi kehidupan kami dengan keluasan rezeki, jadikan seluruh usaha kami berhasil, jadikan mereka yang masih sekolah mendapat keberhasilan yang gemilang, semua aktifitas kami Robbi jawablah dengan pengabulan dan keluasan, fa quuluu Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya dzaljalali wal-Ikrom, hadirin ingatlah Dialah yang Maha melihat keadaanmu dan Maha Mampu melimpahkan keluasan kepadamu dalam sisa kehidupan kita, Dia yang Maha melihat saat tubuh kita digelimpangkan di alam kubur dan ditinggal oleh seluruh sahabat dan kekasih kita, Dialah yang terus bersama kita.

Maka serulah nama-Nya yang Maha Luhur, serulah cahaya kedermawanan Allah, serulah cahaya keberkahan-Nya agar terlimpah kepadamu, dan panggillah nama-Nya, sebagaimana firman-Nya : “qulid’ullaha awid’urrahman ayyaama tad’u” serulah Dia Allah, serulah Dia Ar-Rahman ketika kalian bermunajat, padukan seluruh doa-doamu didalam lafdzul Jalalah nama-Nya yang Maha Agung, padukan seluruh kesulitan dan permohonan kita pada luasnya samudera nama-Nya yang Maha melimpahkan kebahagian dari zaman ke zaman, fa quuluu jamii’an Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya dzaljalali wal-Ikrom Ya dzatthouli wal-in’am wa shollahu ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam wal-hamdulillahi robbil-‘ala