Amal Yang Lebih Afdhal
Senin, 31 Oktober 2011
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
مَاالْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هذه قَالُوْا: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ.
( صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Tiada amal yang lebih afdhal (pahalanya) daripada hari-hari ini” para sahabat bertanya: walaupun Jihad?, Rasul SAW bersabda: “Walau Jihad, kecuali ia keluar dengan diri dan semua hartanya, dan tak kembali keduanya” (Shahih Bukhari)
{mosimage}
Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kepada kita rahasia keluhuran-Nya di setiap waktu dan kejap, Yang selalu melimpahkan kebahagiaan kepada kita tiada pernah terputus, dan tidak ada satu hamba pun yang terputus darinya pemberian kebahagiaan dari Allah subhanahu wata’ala, walaupun diantara mereka ada yang bagiannya dilebihkan dari yang lainnya, namun tidak satu pun hamba Allah yang dicabut seluruh kebahagiaan atau pemberiannya, kecuali hanya sebagian kecil saja yang mungkin masih ditahan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk sementara waktu, namun masih banyak kebahagiaan yang terus ada pada seorang hamba tanpa ia sadari. Tidak ada yang memberi kita anugerah yang besar dan mulia seperti anugerah yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala, dan tidak ada juga yang mampu menyiapkan kebahagiaan yang kekal setelah kematian kecuali Allah subhanahu wata’ala.
Di hari keempat di bulan Dzulhijjah yang merupakan salah satu dari 10 hari yang luhur, yang mana para ulama’ telah menjelaskan makna firman Allah subhanahu wata’ala :
وَالْفَجْرِ ، وَلَيَالٍ عَشْرٍ ، وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
( الفجر : 1-3 )
“ Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil (Qs. Al Fajr : 1-3 )
Ayat ini ( والفجر ) menjelaskan akan kemuliaan pagi hari Idul Adha, yaitu hari penyembelihan hewan kurban. Kemudian ayat (وليال عشر ) yang dimaksud adalah malam 1 Dzulhijjah hingga malam 10 Dzulhijjah. Maka dalam 10 hari tersebut tidak ada amal perbuatan yang lebih utama daripada hari-hari tersebut, sebagaimana hadits yang tadi kita baca. Al Imam Ibn Hajar Al Astqalani menjelaskan makna hadits tersebut adalah kemuliaan pada 10 hari Dzulhijjah yaitu tanggal 1 sampai 10 Dzulhijjah, namun sebagian ulama’ mengatakan bahwa hari-hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah termasuk dalam makna hadits tersebut. Maka seseorang yang beramal pada hari-hari tersebut sungguh pahalanya lebih besar daripada beramal di hari-hari yang lainnya, bahkan tidak ada pahala yang lebih besar daripada beramal di hari-hari tersebut. Hadits ini bersifat ‘aamun makhshush ( hadits umum namun mempunyai pengecualian ), bahwa ada waktu-waktu yang mulia seperti bulan Ramadhan, namun hadits ini menunjukkan kemuliaan 10 hari Dzulhijjah, dimana Allah subhaanahu wata’’ala melipatgandakan pahala setiap amal kebaikan manusia hingga 700 kali lipat bahkan lebih. Jadi orang yang beramal pada tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah minimal ia akan mendapatkan 700 kali lipat pahalanya, maka kehadiran kita di malam hari ini minimal seperti 700 kali hadir majelis seperti malam ini, dan yang berdoa di malam-malam tersebut maka minimal ia telah berdoa dengan 700 kali doa yang sama, begitu juga dengan amalan yang lainnya. Maka disunnahkan pada waktu-waktu tersebut untuk memperbanyak amal ibadah di siang hari atau di malam hari.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda barangsiapa yang berpuasa di hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah maka diampuni dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang. Sebagian riwayat mengatakan diampuni dosa dua tahun sebelumnya, namun dalam riwayat Shahih Muslim mengatakan bahwa akan diampuni dosa setahun sebelumnya dan setahun yang akan datang. Sungguh anugerah Allah subhanahu wata’ala terkadang tidak bisa kita renungkan dengan logika, bagaimana Allah akan mengampuni dosa-dosa yang akan datang? sehingga sebagian orang akan berpendapat bahwa ia bisa berbuat semaunya di tahun yang akan datang, namun tidak demikian karena jika seseorang telah berniat yang tidak baik dengan puasanya, maka di saat puasanya dipertimbangkan di hadapan Allah ia akan mendapatkan pertimbangan yang lain karena tujuan dari puasanya adalah untuk bermaksiat di hari-hari berikutnya, maka perhitungan di hadapan Allah akan berbeda, namun jika berpuasa dengan niat ikhlas karena Allah subhanahu wata’’ala, maka Allah mampu untuk memberi lebih dari setahun yang akan datang. Jika Allah subhanahu wata’ala memberinya husnul khatimah dan dibebaskan dari api neraka, maka jauh sebelum ia wafat telah diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala. Demikianlah Allah subhanahu wata’ala terus menyeru kita untuk selalu berbuat baik dan mendekat kepada-Nya.
Mengenai masalah kurban, telah diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyembelih hewan kurban beliau mengucapkan:
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“ Ya Allah, terimalah (kurban) ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad “
Al Imam An Nawawi berkata di dalam Syarh An Nawawiyah ‘alaa Shahih Muslim bahwa hadits ini menunjukkan bahwa pahala kurban nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sampai untuk seluruh ummatnya yang ketika itu masih hidup atau yang telah wafat bahkan yang saat itu belum lahir hingga di akhir zaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memperhatikan ummatnya sehingga ketika berkurban pun beliau tetap teringat kepada ummatnya. Oleh sebab itu Al Imam Abu Abbas Muhammad bin Ishaq As Tsaqafi telah menyembelih 12.000 ekor kambing yang pahalnya dihadiahkan untuk rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , kemudian beliau mengkhatamkan Al qur’an 12.000 kali dan pahalanya dihadiahkan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian cinta mereka para shalihin kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga kita termasuk dalam kelompok pecinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun kita tidak bisa mengikuti amal perbuatan yang telah mereka lakukan akan tetapi seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya, maka jika mencintai mereka kelak kita akan bersama mereka, sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang bersama orang yang dicintainya”
Di bulan yang mulia ini, selayaknya kita memperbanyak amal baik terlebih sebelum kita melewati hari Idul Adha. Adapun diantara amalan yang telah kita kenal di hari-hari tersebut adalah “Takbir”, dimana takbiran mulai boleh dilakukan mulai terbitnya fajar di hari Arafah, namun takbirnya hanya terbatas setiap selesai melakukan shalat, dan ketika terbenam matahari di hari Arafah maka takbiran boleh dilakukan terus menerus tanpa berhenti hingga selesai shalat Idul Adha, dan setelah waktu itu masih tetap boleh bertakbir namun terikat setiap selesai melakukan shalat saja hingga terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah, demikian yang terdapat dalam madzhab Syafi’i.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ، وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
( الفجر: 15- 16 )
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku”. ( QS. Al Fajr: 15-16 )
Tabiat manusia ketika ia diberi kenikmatan dengan rizki yang banyak oleh Allah maka ia akan memuji Allah, dengan berkata : “Allah Maha Dermawan”, namun ketika Allah memberinya rizki yang sedikit maka ia berkata : “Allah telah menghinakan aku”, demikianlah keadaan manusia. Maka di hari-hari ini kita memperbanyak doa dan lebih lagi memahami makna keindahan dan kelembutan Allah subhanahu wata’’ala kepada kita. Sebagaimana kita ketahui kelembutan Allah dibalik ketentuan yang secara dhahir sangat menyakitkan yang telah menimpa sayyidah Hajar As wanita yang shalihah, istri nabi Ibrahim As. Ketika Allah memerintahkan nabi Ibrahim As untuk meninggalkan sayyidah Hajar di sebuah padang pasir yang sangat tandus yang tidak ada penghuni dan tidak pula ada tempat untuk berteduh, di tempat itu sayyidah Hajar dan putranya sayyidina Ismail ditinggalkan oleh nabi Ibrahim As dengan meninggalkan bekal beberapa kurma dan air untuk mereka. Maka sayyidah Hajar berkata : “wahai Ibrahim, kemana kau akan pergi apakah kau akan meninggalkan kami di lembah ini?”, namun nabi Ibrahim tidak menjawab, maka sayyidah Hajar terus mengejarnya dan kembali bertanya namun nabi Ibrahim tetap tidak menjawab, dan yang ketiga kalinya sayyidah Hajar bertanya: “Wahai Ibrahim, apakah Allah yang telah memerintahkan hal ini?”, kemudian nabi Ibrahim menjawab : “ iya betul, Allah Yang telah memerintahkan ku untuk meninggalkan kalian di tempat ini”. Bagaimana jawaban wanita shalihah itu setelah mendengar perkataan nabi Ibrahim As, jawaban yang sangat agung yang menjadikan ribuan pintu rahmat Allah subhanahu wata’ala terbuka hingga akhir zaman, sayyidah Hajar berkata : “Jika demikian sungguh Allah tidak akan mengecewakan kita”. Setelah beberapa waktu dan persediaan makanan dan minuman yang telah ditinggalakan nabi Ibrahim untuk mereka mulai habis, sayyidah Hajar mulai merasa bingung karena anaknya nabi Isma’il mulai menangis merasa kehausan dan kelaparan. Maka sayyidah Hajar mulai naik ke bukit Shafa untuk mencari air atau menemukan kafilah yang sedang lewat di tempat itu, kemudian turun dari bukit Shafa dan naik ke bukit Marwa namun tetap tidak menemukan apa yang ia harapkan. Sayyidah Hajar terus menaiki bukit Shafa dan Marwa, hingga kali yang ketujuh di bukit Marwa ia bertemu dengan malaikat Jibril As, yang kemudian malaikat Jibril menghentakkan kakinya lalu memancarlah air yang kemudian disebut dengan Air Zamzam, maka saat itu sayyidah Hajar berteriak dengan mengucapkan “Zam Zam ( berkumpullah, berkumpullah)”, kemudian beliau membuatkan semacam kolam untuk menampung agar air tersebut tidak tumpah kemana-mana, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika menceritakan kisah ini:
رَحِمَ اللهُ أُمَّ إِسْمَاعِيْلَ
“Allah melimpahkan rahmat kepada ibu Isma’il”
Karena jika sayyidah Hajar membiarkan air itu memancar begitu saja, maka Makkah akan menjadi danau yang digenangi air zam zam. Kemudian sayyidah Hajar meminum air itu yang rasanya sangat nikmat dan berbeda dengan semua air yang ada di dunia, dimana air itu tidak hanya menghilangkan haus tetapi juga menghilangkan lapar, dan kandungan zat yang ada dalam air zam zam belum pernah ditemukan di semua air yang ada di dunia ini. Setelah sayyidah Hajar minum dan kemudian memberi minum anaknya nabi Ismail As, beliau duduk dan tidak tau apa yang harus dilakukan. Beberapa lama kemudian lewatlah kafilah di tempat itu dan mereka melihat ada burung di sekitar tempat itu, puluhan tahun mereka melewati tempat itu namun tidak pernah mereka mendapati burung disana yang mana yang hal itu menunjukkan bahwa ada air di tempat tersebut, kemudian mereka mulai mencari sumber air tersebut lalu mereka menemukan seorang wanita yang sedang memeluk putranya di sebelah pancaran air itu. Maka setelah meminta izin kepada sayyidah Hajar mereka dan hewan-hewan mereka minum dari air itu, namun air itu terus memancar tiada hentinya. Kemudian mereka menjadikan tempat itu sebagai tempat bersinggah lalu mereka membangun perkemahan yang akhirnya tempat itu menjadi sebuah perkampungan, demikianlah sejarah kota Makkah, buah dari kesabaran sayyidah Hajar As. Kota Makkah berasal dari kalimat Bakkah yang memiliki banyak arti yang diantaranya berarti tangisan, yaitu tangisan sayyidah Hajar As yang saat itu berdoa kepada Allah, adapun makna yang kedua adalah kota tangisan karena Makkah adalah tempat paling banyak orang menangis, diantaranya ketika orang mengunjungi Makkah ia akan menangis ketika melihat Ka’’bah. Demikian perbuatan mulia dari seorang wanita shalihah yang bersabar atas takdir Allah subhanahu wata’ala.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ibadah Haji atau Umrah merupakan gambaran perbuatan yang telah dilakukan oleh ummat-ummat sebelum kita, namun Allah subhanahu wata’’ala tidak melewatkannya begitu saja dengan menjadikan pahalanya hanya untuk ummat terdahulu saja, akan tetapi Allah subhanahu wata’’ala menjadikan kita untuk bisa mendapatkan sekilas keberkahan daripada perbuatan-perbuatan mereka di masa lalu. Dimana saat ini kita tidak akan mampu jika kita diperintah untuk menyembelih anak kita sendiri, namun sebagai penggantinya kita disunnahkan untuk menyembelih kurban agar kita mendapatkan bagian keberkahan dari ketakwaan nabi Ibrahim As ketika diperintah oleh Allah untuk menyembelih anaknya. Begitu pula sebagaimana kita tidak akan mampu jika kita ditinggal di padang pasir yang sangat tandus tidak ada kehidupan disana seperti sayyidah Hajar dan nabi Ismail, namun Allah mensyari’atkan kepada ummat Islam untuk melintasi langkah-langkah sayyidah Hajar diantara bukit Shafa dan Marwa ketika mencari air, yang kita kenal dengan sa’’i , hal ini agar kita mendapatkan bagian keberkahan dari perbuatan sayyidah Hajar As dan kesabarannya akan takdir Allah subhanahu wata’ala. Begitu pula sebagaimana kita tidak mendapatkan bagian pahala untuk turut membangun Ka’’bah yang telah runtuh di masa Nabi Ibrahim As, yang kemudian Allah memerintahkan untuk dibangun kembali, sebagai gantinya Allah subhanahu wata’ala mensyari’atkan kepada kita untuk melakukan thawaf, karena setelah selesai membangun Ka’’bah, nabi Ibrahim dan nabi Isma’il mengitari Ka’’bah sebanyak 7 kali, maka ketika kita melakukan thawaf berarti kita telah mengikuti langkah mereka sehingga kita mendapatkan bagian keberkahan dari perbuatan mereka. Demikian banyak hal-hal luhur yang diperbuat oleh para nabi terdahulu kemudian Allah perintahkan kepada ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk diikutinya agar mendapatkan bagian dari keberkahan tersebut.
Seluruh kemuliaan yang Allah tumpahkan di permukaan bumi dalam kehidupan di dunia ini telah Allah siapkan pada sosok sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantaranya adalah indahnya akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bermasyarakat, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan tunggal dan panutan utama dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai orang-orang yang memuliakan tetangganya, dan meremehkan tetangga merupakan hal yang sangat berbahaya dan tidak disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad :
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah seseorang yang sempurna imannya orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.”
Bahkan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyampaikan banyak hadits dalam Shahihul Bukhari dan Shahih Muslim tentang adab dan mu’’amalah terhadap tetanggga. Disebutkan dalam kitab Adabul Mufrad dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada istrinya untuk membagikan makanan kepada tetangganya, dan di saat itu tetangga yang terdekat dari pintu rumah beliau adalah orang yahudi, maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada istrinya : “apakah sudah kau berikan bagian untuk tetangga kita”, maka istri beliau menjawab : “belum wahai rasulullah, karena dia adalah seorang yahudi”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberikan bagian itu meskipun dia seorang yahudi, karena ia adalah tetangga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian akhlak luhur sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan pula ketika salah seorang datang kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengadukan kepada beliau bahwa ia diganggu oleh tetangganya, maka Rasulullah memerintahkan kepada orang itu untuk mengeluarkan barang-barangnya dan meletakkannya di jalan agar orang-orang yang lewat di jalan itu terganggu, maka ia pun melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan meletakkan barang-barangnya di jalan. Kemudian orang-orang yang lewat di jalan itu merasa terganggu dan semua orang yang lewat di jalan itu melaknat dan mencaci nya, maka Rasulullah berkata kepada orang itu : “Katakan kepada tetanggamu itu, bahwa seperti itulah yang diperbuat Allah kepadanya karena telah menyakiti tetangganya”. Maka orang yang mengganggu itu meminta maaf dan berjanji tidak akan lagi mengganggunya. Allah subhanahu wata’ala ingin menunjukkan bahwa orang yang mengganggu tetangganya, seperti itulah keadaannya dilaknat dan dicaci oleh orang lain, maka jika seseorang mengganggu tetangganya maka Allah yang melaknat orang tersebut.
Diriwayatkan oleh Al Imamul Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikabari tentang seorang wanita yang shalihah, yang banyak melakukan ibadah, banyak berpuasa di siang hari dan selalu melakukan qiyamul lail, namun ia sering membicarakan aib tetangganya dan menyakiti perasaan tetangganya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa wanita itu tempatnya di neraka, karena dia tidak memuliakan tetangganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ باللهِ واليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beriman pada hari akhir (kiamat) maka muliakanlah tetangganya”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling memuliakan tetanggannya, para sahabat berkata : “wahai Rasulullah, aku mempunyai dua orang tetangga, manakah yang harus aku dahulukan?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ tetangga yang paling dekat dengan pintu rumahmu”, indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi :
ياَدَاوُد لَوْ يَعْلَمُ الْمُدْبِرُوْنَ عَنِّيْ شَوْقِي لِعَوْدَتِهِمْ ، وَمَحَبَّتِيْ فِيْ تَوْبَتِهِمْ ، وَرَغْبَتِيْ فِي إِناَبَتِهِمْ لَطاَرُوْا شَوْقًا إِلَيَّ
يَادَاوُد هَذِهِ رَغْبَتِيْ فِى الْمُدْبِرِيْنَ عَنِّي ، فَكَيْفَ تَكُوْنُ مَحَبَّتِيْ فِى الْمُقْبِلِيْنَ عَلَيَّ…؟
“Wahai Daud : Seandainya orang-orang yg berpaling dari-Ku mengetahui kerinduan-Ku atas kembalinya mereka, dan cinta-Ku akan taubatnya mereka, dan besarnya sambutanku atas kembalinya mereka pada keridhoan Ku, niscaya mereka akan terbang karena rindunya mereka kepada-Ku. Wahai Daud, demikianlah cinta-Ku kepada orang-orang yg berpaling dari Ku (jika mereka ingin kembali), maka bagaimanakah cinta-Ku kepada orang-orang yg datang (mencintai dan menjawab cinta Allah ) kepada-Ku?”
Kita berdzikir bersama dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala semoga saudara saudari kita yang berangkat haji diberi keselamatan dan kemudahan dalam medan haji dan pulang dengan haji mabrur, amin. Wahai Allah, bukalah seluruh pintu kemuliaan Arafah, pintu kemuliaan Mina, bukalah seluruh pintu kemulian Shafa dan Marwa, Ya Allah bukalah seluruh pintu kemuliaan di Makkah dan Madinah, demi kemuliaan shahib Makkah dan Madinah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, demi kemuliaan sayyid Ad Dunya wal Akhirah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ya Allah, kami tenggelamkan seluruh dosa-dosa kami dalam samudera pengampunan dan kasih sayang-Mu, dan kami titipkan sisa hidup kami dalam gerbang kelembutan dan kasih sayang-Mu…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ…مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.