{mosimage}Saya tiba di bandara Hasanudin Makassar pada pk.9.40 waktu Indonesia bagian tengah, (8.40 WIB) pada hari Jum’at 18 Januari 2002, saya disambut dibandara oleh beberapa pemuka jama’ah Tabligh, yang dipimpin oleh Drs.Andi Muhammad Hatta, Lalu kami bertatap muka dengan beberapa anggota jama’ah Tabligh dikediaman Andi Muhammad Hatta, dengan membahas permasalahan da’wah di Ujung pandang, pk. 11.00 setelah makan siang kami bergerak menuju kota Pinrang 300km dari Makassar, bersama rombongan jama’ah Tabligh, kami shalat jum’at di kota Maros, sekitar 20km dari Makassar.
Kami bertemu dengan Syeikh Samsuri, seorang syeikh dari Malaysia yang sedang berkunjung ke Ujungpandang, ia kebetulan akan khutbah jum’ah di masjid tersebut, perangainya sangat tegas , juga dalam perkataannya, ia berkhotbah singkat dengan bahasa Arab, setelah selesai shalat ia berdiri dan memberikan wejangan-wejangan dan menyemangati hadirin untuk berjihad, maka hadirinpun duduk tanpa ada yang bangkit, ia beberapa kali menyebut kemuliaan Rasul saw, dengan memerintahkan para hadirin untuk meneriakkan takbir dan mengulang-ulang kalimat “Adriknaa Yaa Rasulullah..! (bantu kami wahai Rasulullah saw), Dia menyerahkan pembacaan do’a penutup pada saya.
Kitapun berpisah dan meneruskan perjalanan ke Pinrang, kami tiba di tujuan pada waktu magrib, acarapun dimulai pada pk 20.00 waktu setempat, dihadiri Lurah dan para pemuka masyarakat, dan tidak kurang dari seratus hadirin turut meramaikan acara tersebut, kebanyakan dari mereka masih beranggapan orang yang berpakaian islami adalah kelompok fanatik, ketika saya sedang memberikan pengarahan, mulai terlihat para hadirin berlinangan air mata, tampak hati mereka mulai bergetar untuk mendekatkan diri kepada Al Khaliq, hati yang telah belasan tahun mati dari seruan Rasulullah saw. Pengarahan selesai pk 21.30 waktu setempat, dengan perubahan total di wajah semua hadirin, Para Jama’ah Tabligh berniat mengajak saya meneruskan perjalanan keesokan harinya ke Mambasa, 400km dari Pinrang (700km dari makassar), karena disana akan berlangsung pertemuan seluruh jama’ah Tabligh di Sulawesi, biasanya dihadiri ribuan orang, saya menolak mengingat waktu yang sangat sempit, karena saya harus menghadiri undangan di kota Makassar di Majelis Ta’lim saudara Mahmud Alhamid, salah seorang pemuda yang giat mengumpulkan para pemuda di Makassar untuk menghidupkan Sunnah Rasululllah saw.
Saya kembali dari Pinrang menuju Makassar malam itu juga, dengan diiringi perpisahan yang memilukan hati dari masyarakat setempat dan para jama’ah tabligh, Drs.Andi tampak sangat kecewa dengan kepergian saya karena dia sangat berharap saya bisa memberikan wejangan kelak pada semua jama’ah tabligh di Sulawesi, yang akan berkumpul di Mambasa,
Saya pulang bersama rekan saya sdr.Mardin menuju Makassar, dan tiba di kota Makassar pk.03.00 dinihari waktu setempat, Hari sabtu 19 Januari 2002, Saya sampai dikediaman sdr. Mahmud Alhamid pk 17.00 waktu setempat, Rumah yang dipenuhi cahaya Nabawiy, dan pemuda pemuda berwajah Nabawiy, Mahmud Alhamid setiap hari mempunyai majlis di Makassar dan sekitarnya, satu hal yang sangat mengharukan, ia hanya seorang diri di Makassar, tanpa rekan yang dapat dimintai pendapat atau berkonsultasi, tapi ia tetap tegak dan bersemangat membuka majelis-majelis dengan menyebarkan syi’ar Rasulullah saw, Setelah Adzan Isya, acara dimulai dengan pembacaan maulid Dhiyaa’ullami’, yang diteruskan dengan penjelasan tentang siapakah Muhammad Rasulullah saw, maka tangisan merekapun mulai terdengar, dari sanubari yang suci ketika tersentuh panggilan Rasulullah saw.
Acara selesai, kami makan malam bersama, lalu saya diminta oleh tuan rumah untuk beristirahat, “Tamu akan terus berdatangan habib, tak akan ada hentinya hingga subuh kalau antum tak masuk kamar..”, seraya berkata demikian sambil menarik tangan saya ke kamar. Saya masuk kamar sementara diluar kamar masih berdatangan tamu yang ingin bertatap muka, Ahad 20 januari 2002, waktu subuhpun menjelang, rumah itu sudah dipenuhi tamu yang berjejal, Kitapun shalat subuh berjamaah, diteruskan dengan kuliah subuh, Pk 07.00 waktu setempat, kami berziarah pada beberapa makam shalihin, diantaranya makam syekh Yusuf, yang wafat pada abad ke 16 Masehi, konon ia adalah pembawa Islam ke Makassar,
Pk.08.30 waktu setempat, kami menuju salah satu rumah penduduk, untuk majelis berikutnya,
Pk 10.30 waktu setempat, kami sempat menyalatkan salah satu jenazah yang kebetulan wafat hari itu, lalu kami kembali kekediaman sdr.Mahmud, Saya sempat menyerahkan 10 Naskah Edisi Bulanan “Pemuda Nabawiy”, pada mereka, yang kemudian diakhiri dengan acara penutupan.
Pk 11.30 kami menuju bandara Hasanudin untuk kembali ke jakarta, Perpisahan sangat mengharukan, rombongan pemuda itu berduyun-duyun turut mengantar kami, dengan terus mengalirkan airmata sepanjang perjalanan menuju bandara Sultan Hasanudin, kamipun berpisah, saya tak sanggup menolehkan wajah untuk menatap wajah-wajah yang berlinangan airmata memandangi kepergian saya, pk. 14.00 waktu setempat pesawat tinggal landas menuju bandara soekarno hatta, Satu hal yang sangat mengesankan saya adalah sambutan penduduk Makassar yang sangat hangat terhadap siapapun yang mengatas namakan dirinya da’i, siapapun dia, dan dari golongan manapun dia, ini adalah cermin dari karakter penduduk Makassar yang sangat mencintai segala hal yang berbau Islami, dan penghargaan tinggi terhadap para da’i terutama yang datang dari jauh, juga membuktikan bahwa Makassar sangat mengharapkan kedatangan para pembawa kejelasan yang dapat membimbing mereka menuju Allah dan Rasul Nya saw, saya juga sempat mengadakan pertemuan dengan sekelompok jama’ah tabligh dan juga sdr.Mahmud, maka kami bersepakat untuk mengadakan majelis bulanan pada setiap malam jum’at awal bulan atau akhir bulan, Drs.Muhammad hatta memang mempunyai perkumpulan setiap malam jum’at di kota makassar dengan semua anggota tabligh ba’da magrib, begitu juga sdr. Mahmud yang siap mengadakan tabligh akbar setiap bulan pada malam jum’at ba’da Isya, dan para pemuda tabligh akan turut menghadiri acara tersebut, sehingga terjalinlah persatuan Islami, Nabawiy, demi terjalinnya kelancaran da’wah di Makassar.
Sdr. Mahmud Al Hamid juga memohon, agar dibuka juga majelis bulanan di Manado (ibukota sulawesi Utara), Kendari (ibukota Sulawesi tenggara)dan Palu (ibukota Sulawesi tengah), ia siap mengatur orang-orang di masing-masing kota untuk berjalannya da’wah bulanan ini, dengan waktu yang berdekatan, misalnya malam jum’at di Makassar, lalu khutbah jum’at di Palu, jum’at malam di Kendari, dan sabtu siang di Manado, demikian setiap bulan kalau perlu secara bergantian, sehingga dalam dua hari saja, telah tercakup da’wah diseluruh sulawesi.
Permasalahan kita adalah kesiapan da’i, kesiapan waktu dan pengadaan dana. Bahkan saya bercita-cita untuk membuka majelis bulanan di semua ibukota propinsi yang masih jarang dijangkau para da’i, karena merekapun ummat Muhammad saw, merekapun berhak mendapatkan perhatian, siapa yang akan bertanggungjawab atas jutaan kalbu yang masih menjerit mengharapkan penjelasan, semua para da’i turut tercatat untuk ditanya kelak dihadapan Allah swt karena melalaikan sampainya seruan seruan Allah swt pada wilayah-wilayah tersebut, Semoga Allah swt mengabulkan rencana mulia ini, dan menjadikan panji-panji Muhammad Rasulullah saw berkibar megah disemua Ibukota Propinsi di Nusantara, Amin Yaa Rabbal’alamin.