السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
و يفعل باقي الركعات كذلك. و التشهد الأول و قعوده سنة. و التشهد الأخير و الجلوس فيه فرض، و الصلاة على النبي صلى الله عليه و سلم بعد التشهد و قبل السلام فرض. و السلام من الصلاة فرض. و أقل السلام
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Berkata Al Imam Al Habib Ahmad Bin Zen Al Habsyi alaihi ridwanullah alaihi rahmatullah rahmatal abrar dalam kitab Arisalatul Jami’ah sampai pada perkataan beliau
و يفعل باقي الركعات كذلك
Dan melakukan sisa raka’at seperti yang di jelaskan di penjelasan sebelumnya dari takbiratul ikhram berbarengan dengan niat , dari membaca Al Fatihah , ruku , sampai sujud setiap harus melakukan seperti apa yang telah di anjurkan kemudian beliau melanjutkan
و التشهد الأول و قعوده سنة.
Tassahud /tahyat yang pertama adalah tahiyat yang di lakukan di dalam shalat yang 3 rakaat atau yang 4 rakaat , ada tasahud yang pertama dan ada yang kedua adapun shalat subuh tasahud hanya satu akan tetapi di hukumi yang terakhir , dan tahiyat yang pertama duduknya adalah sunnah
Dan membicarakan sunnah , sunnah itu ada 2
1. sunnah haiat
2. dan sunnah ab’ad
Adapun duduk tahyat yang pertama adalah sunnah ab’ad , barang siapa yang meninggalkan sunnah ab’ad baik itu sengaja atau lupa sunnah baginya untuk melakukan sujud sahwi bukan hukumnya wajib sujud sahwi
و قعوده سنة
Dan duduknya juga sunnah , و التشهد الأخير adapun tasahud akhir , و الجلوس فيه فرض, dan duduk di tahyat yang terakhir hukumnya fardu/rukun tidak boleh baca tahyat sambil berdiri
Adapun sunnah duduknya adalah tawaruk , kalau tahyat yang pertama sunnah duduknya iftiros yaitu menjadikan kaki kiri kita menjadi tempat duduk akan tetapi beda dengan duduk tawaruk langsung menempelkan ‘’ ALWARIK’’ atau mangkuknya dubur langsung menyentuh bumi tidak di tatakin kaki itu duduk tawaruk sunah dan afdhalnya bagi yang mampu kalau tidak bisa duduk tawaruk maka tidak harus duduk tawaruk
و الصلاة على النبي صلى الله عليه و سلم بعد التشهد و قبل السلام فرض
Dan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw salawat saja ga pake salam ,, shalawat kepada nabi saja tidak di serati dengan keluarganya tidak pula di sertai dengan sahabatnya , shalawat kepada Nabi Saw yang pertama tanpa salam dan nabi menyuruh kita untuk membaca shalawat ibrahimiyah di salawat tsb tidak ada asalamu’alika ayuhannabiyu
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ . كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ . كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ.
فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Shalawat dan salam ga boleh di pisah karena hukumnya makruh terkecuali tiga hal
يا رب صل علی محمد ، يا رب صل عليه وسلم
di gandeng ya rabi Sali wa salim ‘’ atau ya rabana soli wasalim dll kalau di pisah maka hukumnya makruh terkecuali dalam tiga hal
1 . shalawat yang di riwayatkan oleh nabi Saw seperti shalawat ibrahimiyah maka tidak makruh
2. saat kita ziarah atau di hadapan Nabi Muhammad saw gausah mengucapkan ‘’asalamu wasalatu ‘alika Ya Rasulallah ‘’ akan tetapi cukup asalamu’alika Ya Rasulullah di pisah
3. yang mengucap Nabi bukan kita
Karena perbuatan anbiya bagi dirinya semuanya wajib mungkin kalau secara kasap mata tidak sesuai seperti Nabi Adam salah menurut Allah akan tetapi bukan salah menurut kita nabi Adam memakan buah khuldi wajib atasnya karena untuk membenarkan firman Allah
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ.,,
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”
Bukan Allah sebutkan menjadi khalifah di syurga jadi makan buah khuldi bagi nabi Adam adalah wajib akan tetapi bagi beliau adalah kesalahan beliau terhadap Allah Swt akan tetapi kita tidak boleh mengatakan itu kesalahan nabi Adam
Jadi setiap perbuatan ambiya hukumnya wajib tidak ada yang sunnah dan tidak ada yang makruh , adapun shalwat kepada keluarga nabi saat tahiyat yang terakhir menurut pendapat terkuat di madhab imam syafi’I yang jadid hukumnya sunnah ab’ad adapun hokum di madzhab imam syafi’I yang qodim adalah rukun tapi di hapus ‘’ imam syafi’I mengatakan ‘’ cukup mulia wahai keluarga nabi Muhammad Saw mencintai kalian hukumnya rukun atau wajib sebagaimana Allah mewajibkanya dalam Al Qur’an
قل لآ أسئلكم عليه أجرا إلا ألمودة فى القربى
Katakanlah “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan (kaum kerabat, keluarga yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad Saww)”. (QS. Asy-Syuura : 23)
Itu dalilnya dan beliau imam syafi’I melanjutkanya dalam syair ‘’
dari yang memiliki keagungan yang besar sesungguhnya kalian siapa yang ga shalawat kepada kalian berarti ga shalat ‘’ ini di madzhab Qadimnya imam syafi’I dan begitu imam syafi’I pindah ke mesir bukan tidak sah akan tetapi hanya tidak sempurna shalatnya adapun shalwat kepada keluarga Nabi di tahyat yang pertama hukumnya makruh ada pendapat lemah yang mengatakan lemah akan tetapi pendapat terkuat hukumnya makruh karena takut berkepanjangan sedangkan sunnah di tahiyat yang pertama itu cepat bukan lama kata imam ahmad bin hambal boleh akan tetapi ‘’ hanya ‘’WA ALIH’’ saja yang makruh kalau panjang .
abis tahyat setelah أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الل ه. Lalu bershalawat اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
sebelum salam adalah hukumnya rukun ‘’ dan juga salam ucapanya yang wajib kalau menengoknya hukumnya sunnah ‘ jangan sampai nengok sebelum kalimat ‘’ kum ‘’ ke depan jangan sampai dengan badanya kalau sampai dengan badanya maka bisa batal karena keluar dari kiblat sunahnya adalah orang yang di belakang bisa melihat pipinya abis imam salam yang keedua baru sunah makmum salam
و السلام من الصلاة فرض. و أقل السلام
Sedikitnya salam السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Wasalamu’alikum warahmatullahi wabarakatuh
Jasaltul Itsnain Majelis Rasulullah
Sening 30 Maret 2015, Masjid Raya Almunawar, Pancoran
~ Habib Abdurahman bin Hasan Al Habsyi ~