Forum Replies Created
-
AuthorPosts
-
RibiParticipant
Salam Habib yang dirahmati Allah
Tentang Umar bin Khattab:
Bukankah benar bahwa Umar bin Khattab pernah melakukan perbuatan yang keji terhadap Nabi Saw? Tidakkah antum melihat salah satu buktinya yang telah menolak sunah dan mencela Nabi? Berikut ini adalah bukti riwayatnya di dalam Sahih Bukhari juz 1 Bab Ilmu:
Ibnu Abbas berkata: \"Ketika Nabi bertambah keras sakitnya, beliau berkata, \’Bawalah kemari kertas supaya kamu dapat menuliskan sesuatu agar kamu tidak lupa nanti.\’ Kata Umar bin Khattab, \’Sakit Nabi bertambah keras. Kita telah mempunyai Kitabullah (Qur\’an); cukuplah itu!\’ Para sahabat (yang hadir ketika itu) berselisih pendapat, dan menyebabkan terjadinya suara gaduh. Berkata Nabi, \’Aku harap Anda semua pergi! Tidak pantas Anda bertengkar di hadapanku!\’ Ibnu Abbas lalu keluar dan berkata, \’Alangkah malangnya, terhalang mencatat sesuatu (wasiat sunnah) dari Rasulullah.\’\"
Lihatlah, para sahabat berbeda pendapat, ada yang setuju ada yang tidak setuju Nabi menuliskan wasiat beliau yang terakhir untuk dituliskan. Umar bin Khattab menolak wasiat sunnah dari Nabi, katanya sudah cukup dengan Qur\’an saja. Perlakuan Umar sangat bertentangan dengan Al-Qur\’an.
\"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.\" (QS. Al-Hasyr: 7)
Kemudian Umar menghina Nabi bahwa Nabi sakitnya bertambah keras. Hal ini menunjukkan bahwa Umar tidak beriman kepada Kenabian Muhammad saw. Karena segala perkataan Nabi baik dia sedang sakit ataupun sehat tetap perkataannya adalah wahyu Allah.
\"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.\" (QS. An-Najm: 3-5)
Dan sikap dan perilaku mereka (para sahabat termasuk Umar) telah bertentangan dengan ayat-ayat Allah sehingga terhapuslah seluruh amal mereka (kualat).
\"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.\" (QS. Al-Hujuraat: 2)
Layakkah kita menjadikan mereka yang menentang Allah dan Rasul-Nya sebagai pemimpin Islam? Layakkah kita menjadikan mereka hujjah, padahal telah jelas kejahatan mereka dan mereka akan dimasukkan ke dalam Neraka?
\"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.\" (QS. An-Nisaa: 115)
Tentang Abu Bakar:
Masalah tanah Fadaq pun telah tertulis jelas di dalam kitab-kitab Ahlussunnah itu sendiri.
Di dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan dari Aisyah (Ummul Muminin), bahwa setelah wafatnya Rasulullah Saw, Fatimah, putri sang Nabi meminta kepada Abu Bakar agar memberikan warisannya dari harta fa’i yang ditinggalkan mendiang ayahnya.
Mendengar jawaban Abu Bakar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa beliau tidak boleh diwarisi dan harta peninggalannya merupakan sedekah, maka Fatimah marah dan tidak lagi mau berbicara dengan Abu Bakar. Bahkan Fatimah tidak mau menegur Abu Bakar sampai Fatimah wafat, 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Kepada Abu Bakar, Fatimah juga meminta bagiannya dari peninggalan Rasulullah Saw berupa harta di Khaibar, di Fadak, dan di Madinah.
Akan tetapi Abu Bakar menolaknya seraya berkata, “Aku akan tetap setia mengamalkan segala yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. Aku tidak berani meninggalkkannya barang sedikit pun. Aku takut kalau menyimpang dari perintah beliau. Mengenai harta yang di Madinah sudah diberikan Umar kepada Ali dan al-Abbas. Jadi bagian itu sudah dikuasai Ali. Lalu mengenai harta di Khaibar dan di Fadak masih di tangan Umar. Kata Umar, kedua harta sedekah Rasululah Saw itu akan tetap dipertahankan dan diserahkan kepada khalifah umat, sebagaimana pesan beliau sendiri. Sampai sekarang harta itu masih ada dan tetap akan dipergunakan sebagaimana mestinya.” (Lihat Sahih Bukhari Juz 4 juga di dalam Sahih Muslim dan Ahmad bin Hambal di dalam Musnadnya)
Dari hadits Shahih Bukhari di atas ini kita melihat Sayyidah Fatimah marah kepada Abu Bakar, maka timbul sebuah pertanyaan baru dari kasus ini : Tidak pernahkah Abu Bakar mendengar sebuah hadits yang juga tercatat di dalam Shahih Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Sayyidah Fatimah: “Fatimah adalah bagian dari diriku, maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti juga telah membuatku marah!” (Lihat Sahih Bukhari Juz 5 diriwayatkan dari Al-Miswar bin Makhrama)
\"Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.\" (QS. At-Taubah: 61)
Kedua hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari dan terekam di dalam Jami’ Al-Shahih-nya. Apakah mungkin pernyataan Rasulullah Saw ini cuma gurauan belaka, canda atau omongan tanpa dasar? Tentu saja tidak. Tidak mungkin Rasulullah Saw akan mengucapkan kata-kata yang sia-sia, apalagi gurauan dan yang semacamnya. Apalagi hadits ini juga diriwayatkan oleh banyak perawi lainnya seperti Tirmidzi, al-Hakim, Muslim dan banyak lagi.
“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (QS. Al-Najm: 2-3)
Tentang Utsman bin Affan:
Berikut ini adalah beberapa bukti kebathilan Khalifah Utsman, dia telah memberikan khums Afrika Utara kepada Marwan bin Hakam, kemudian Marwan membelanjakannya untuk membina istana. Justru itu perbuatannya adalah bertentangan dengan ayat Surah al-Anfal: 41 sebagaimana juga ia telah dinyatakan oleh Ibn Abd Rabbih: \"Di antara kebencian orang banyak terhadap Utsman ialah memberi Fadak kepada Marwan, dan apabila dia membuka Afrika Utara ia mengambil khums dan memberikannya kepada Marwan.\"(Lihat referensi Ahlussunnah: Ibn Abd Rabbih, al-Iqd al-Farid, II, hlm. 261; Ibn Qutaibah, Al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 32)
Khalifah Utsman telah memukul Abu Dzar kemudian mengusirnya ke Rabzah. Tindakannya itu ialah disebabkan Abu Dzar mengkritiknya karena menggunakan harta Baitul Mal untuk keluarganya. (Lihat referensi Ahlussunnah: Ibn Abd al-Birr, al-Isti\’ab, I, hlm. 114; al-Ya\’qubi, Tarikh, II, hlm. 162; al-Syahrastani, al-Milal, I, hlm. 26) Abu Dzar berkata: \"Sesungguhnya anda telah melakukan perkara yang tidak ada di dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Demi Tuhan, aku melihat kebenaran dipadamkan, kebatilan dihidupkan, kebenaran dibohongi, cintakan kebendaan tanpa ketakwaan. (Lihat referensi Ahlussunnah: al-Ya\’qubi, Tarikh, II, hlm. 16)
Khalifah Utsman telah mengambil tempat khas (hima) untuknya dan kerabat-kerabatnya. Dia melarang kaum Muslimin menggunakan tempat-tempat tersebut yang mengandungi rumput-rumput dan lain-lain, sedangkan Rasulullah SAW menjadikan tempat-tempat tersebut milik bebas kaum Muslimin yaitu mereka bebas memiliki air, rumput, dan api secara saksama. Rasulullah SAW bersabda: \"Kaum Muslimin berkongsi di dalam tiga perkara, rumput-rumputan, air dan
api.\" (Lihat referensi Ahlussunnah: al-Halabi, Sirah Nabawiyyah, II, hlm. 78; Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 32)Tetapi Khalifah Uthman telah membina rumah-rumah mewah untuk isterinya Na\’ilah dan anak perempuannya Aisyah dengan menggunakan wang Baitul Mal. Oleh itu perbuatannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW, dan tidak heranlah jika kaum Muslimin mengkritiknya. (Lihat referensi Ahlussunnah: Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 32]
Khalifah Utsman telah memberikan pungutan zakat Qadha\’ah (di Yaman) kepada al-Hakam bin al-As sebanyak 300,000 Dirham. (Lihat referensi Ahlussunnah: al-Baladhuri, Ansab al-Asyraf, V, hlm. 28). Sedangkan al-Hakam adalah orang yang telah diusir dan dilaknati oleh Rasulullah SAW. (Lihat referensi Ahlusunnah: al-Ya\’qubi, Tarikh, II, hlm. 145)
Khalifah Uthman telah memberikan wang Baitul Mal kepada Sa\’id bin al-As bin Umaiyyah sebanyak 100,000 Dirham. Lantaran itu Ali, al-Zubair, Talhah, dan Abdur Rahman bin Auf menentangnya.(Lihat referensi Ahlussunnah: al-Baladhuri, Ansab al-Asyraf, V, hlm. 28)
Habib Munzir yang saya cintai, begitu banyak dan jelas bukti-bukti kebatilan mereka baik semasa Nabi Saw hidup maupun telah wafat, akan tetapi kenapa banyak ulama Ahlussunnah yang menutup-nutupi tentang kebenaran ini?
\"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.\" (QS. Al-Baqarah: 159)
Umat Islam Syiah tidaklah berkedok, berkhianat kepada Ahlulbait atau apapun seperti apa yang Antum tuduhkan, umat Islam Syiah insyaAllah benar-benar menjalani Agama dengan belajar, dan terus belajar, mengkaji Islam secara menyeluruh, baik dari kitab2 Ahlussunnah hingga sampai kitab Wahabi sekalipun agar terlihat mana golongan yg benar dan mana golongan yang salah. Semoga kita dapat kenal lebih dekat lagi demi persatuan Islam dan antar Mazhab.
Afwan Habib, inilah kajian ilmiah yang didapat dari kitab-kitab besar Ahlussunnah Wal Jama\’ah. Semoga dapat dikaji dengan akal sehat dan hati yang bersih, dan juga terlepas dari bebagai bentuk fanatisme kemazhaban di dalam Islam ini demi terungkapnya Hak dan Bathil didalam kehidupan umat Islam.
RibiParticipantSalam Habib yang dirahmati Allah.
Habib yang saya cintai, izinkan saya mengkoreksi perkataan Antum. 12 Imam penerus Nabi Saw yang diyakini Syiah bukan sebuah kelemahan yang nyata. Dan hal ini juga bukan hasil karya Syiah yang mengada-ada tentang 12 Imam Ahlulbait.
Syiah mengikuti apa yang disabdakan oleh Nabi Saw tentang 12 Imam ini. Antum dapat kaji hal ini didalam kitab-kitab besar Ahlussunnah itu sendiri, salah satunya riwayat sahih yang tertulis didalam kitab Ahlussunnah Yanabi\’ Al-Mawaddah (Syekh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi) yang berbunyi sebagai berikut:
Seorang Yahudi memanggil Na’tsal untuk datang menemui Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Muhammad! Aku memiliki beberapa pertanyaan yang telah lama kusimpan. Jika engkau dapat menjawabnya, maka aku akan mameluk Islam dengan pertolonganmu.” Rasulullah saw bersabda, “Wahai Abu Amarah! Engkau dapat menanyakannya padaku!” Ia bertanya, “Wahai Muhammad! Bertahukanlah kepadaku penerus-penerusmu, karena tidak ada Rasul tanpa penerus.” Rasulullah saw menjawab, “Penerusku adalah Ali bin Abi Thalib dan setelahnya adalah kedua cucuku Al-Hasan dan Al-Husain, yang setelahnya akan ada 9 imam dari keturunan al-Husain yang datang secara berurutan.” Kemudian Yahudi itu berkata, “Sebutkan nama-nama mereka, wahai Muhammad!” Rasulullah saw menyatakan, “Setelah al-Husain akan ada putranya Ali (Zainal Abidin), setelahnya Muhammad (Al-Baqir), setelahnya Ja’far (Ash-Shadiq), setelahnya Musa (Al-Kazhim), setelahnya Ali (Ar-Ridha), setelahnya Muhammad (Al-Jawad) setelahnya Ali (Al-Hadi), setelahnya Hasan (Al-Asykari) dan setelah Hasan putranya Hujjah Muhammad Al-Mahdi. Maka jumlah mereka ada 12 imam.”
Maka dengan jelas bahwa Imam Ahlulbait yang harus diikuti setelah Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain adalah mereka para Imam dari keturunan Imam Husain yang berjumlah 9 orang, bukan dari keturunan Imam Hasan. Karena bukti inilah yang dijadikan umat Islam Syiah sebagai 12 Imam penerus Nabi Saw yang wajib diikuti. Buat apa kita menjadikan keturunan Imam Hasan adalah juga para Imam penerus kalau Nabi Saw sudah menetapkannya mereka dari keturunan Imam Husain?
Dari sini membuktikan dengan jelas bahwa umat Islam Syiah tidak membesarkan Ratu Persia karena para imam adalah keturunan istrinya Imam Husain yang seperti dituduhkan oleh Antum. Syiah mengikuti apa yang dikatakan Nabi Saw. Dan bukti tentang 12 imam Ahlulbait penerus Nabi Saw yang dijadikan umat Islam Syiah ini sebagai penerus Nabi masih banyak lagi tertulis didalam kitab-kitab Ahlussnnah itu sendiri.
Semoga Antum lebih terbuka setelah mengkajinya lebih jauh tentang mazhab Syiah Imamiah yang berpegang teguh kepada Al-Quran dan Ahlulbait.
RibiParticipantSalam Habib yang dirahmati Allah.
Menurut saya, alangkah lebih baik apabila diadakan dialog atau dskusi terbuka antara ulama Ahlussunnah dengan ulama Syiah dengan damai. InsyaAllah dengan cara seperti ini akan terlihat jelas apakah mazhab Syiah di Indonesia ini sesat atau malah sesuai dengan ajaran Al-Qur\’an dan Sunnah.
Habib juga pernah menyinggung bahwa tidak semua Syiah itu sesat, nah alangkah lebih baik jika diadakan diskusi terbuka dengan ulama Syiah untuk mengkaji dan mengetahui apakah Syiah di Indonesia adalah yang sesat atau Syiah yang benar.
Saya sangat mengharapkan diskusi ini digelar secara terbuka agar jelas apa yang menjadi keraguan di kalangan masyarakat Ahlussunnah terhadap mazhab Islam Syiah, apalagi jika diliput oleh media massa dan stasium Televisi di Indonesia ini akan sangat mendukung sekali khasanah Islam di negeri tercinta ini.
Saya sangat mengharapkan sekali agar seluruh muslimin di negeri kita tidak bertindak provokatif terhadap aliran atau mazhab lainnya yang berbeda. Selayaknya kita bersikap professional sebagai pemuda/i Islam, tidak mudah diadu domba.
Kita dapat lihat Mazhab Ja\’fari (Syiah Imamiah) di Mesir khususnya di Universitas Al-Azhar resmi sebagai mazhab ke-5 setelah 4 mazhab Ahlussunnah. Umat Islam disana hidup dengan damai walaupun berbeda mazhab. Begitu pula di Lebanon, saya pernah bertemu dengan salah satu ulaama besar Ahlussunnah yang bermazhab Hanafi di Lebanon bahwa dia mengatakan, \"Umat Islam Ahlussunnah maupun Syiah di Lebanon hidup dengan damai, bahkan bersatu dalam membentuk persatuan ulama Islam Internasional dari berbagai mazhab.\" Mengapa di Indonesia tidak bisa seperti ini? Sangat menyedihkan sekali dengan pola berpikir masyarakat kita yang individualis, fanatisme terhadap mazhab terlihat dengan jelas, dan terkotak-kotak..
Miskin sekali orang-orang yang cara berfikirnya masih dangkal dalam melihat perbedaan dalam Islam. Umat Islam Ahlussunnah HAMAS di Palestina berjihad melawan musuh yang nyata, umat Islam Syiah HEZBOLLAH di Lebanon juga berjihad melawan musuh yang sama, akan tetapi umat Islam Indonesia disibukkan dengan perbedaan-perbedaan yang menyebabkan perpecahan yang seharusnya kita bersatu padu melawan agitasi dan kedzaliman kaum kafir mustakbirin dan munafikin wahabi yang selalu membuat propaganda untuk memecah belah umat Islam.
Sunnah Syiah bersatulah, lupakanlah perbedaan-perbedaan yang hanya akan melemahkan umat Islam di Indonesia. Malu lah kepada bangsa Palestina, Lebanon dan Iran yang mereka dengan gigih berjuang jihad dijalan Allah, bersatu padu dalam payung Islam membassi kaum kafir Israel dan Amerika.
Marilah kita berdiskusi (dialog Islami) dengan sehat. Janganlah mudah terprovokasi oleh kaum-kaum yang ingin memecah belah umat Islam. Bersatulah!
RibiParticipantSalam Habib yang dirahmati Allah.
Mengenai mencela atau mencaci, bukankah Mu\’awiyah sendiri telah mencaci Ahlulbait Nabi? Dia telah mencaci Imam Ali bin Abi Thalib. Banyak dikalangan ulama Ahlussunnah itu sendiri telah menuliskan di dalam kitab-kitab besar mereka bahwa Mu\’awiyah selalu melakukan cacian dan makian hingga melaknat Imam Ali di setiap mimbar-mimbar Shalat Jumat. Layakkah Mu\’awiyah dikatakan sahabat atau khalifah Nabi yang dengan jelas menunjukkan kebenciannya kepada Ahlulbait Nabi khususnya kepada Imam Ali?
Di antara bukti yang memperjelas kekafiran Mu\’awiyah dan sahabatnya adalah perintahnya terhadap kaum Muslimin untuk melaknat Ali dan memaksa mereka agar melakukannya dengan ancaman yang berat. Dia perintahkan orang-orang agar melakukan kemungkaran tersebut pada setiap khutbah Jumat mereka. Perbuatan Mu\’awiyah ini telah tertulis dengan sangat jelas di dalam banyak kitab sejarah, baik yang bersumber dari kalangan Syiah sendiri ataupun dari kitab-kitab besar tarikh dan/atau hadits kalangan Ahlussunnah Wal Jama\’ah.
Mu\’awiyah membunuh kaum Mukmin yang berusaha mencegah dan membangkang peraturan itu seperti Hujr bin Adi dan para sahabatnya. Seluruh ulama Mazhab Islam telah menetapkan hadits mutawatir ketika Nabi Saw bersabda, \"Barangsiapa mencaci Ali, berarti dia telah mencaci diriku dan barang siapa mencaciku, berarti dia telah mencaci Allah Swt!\"
Banyak dari kalangan ulama besar Ahlussunnah seperti Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Al-Musnad, An-Nasa\’i dalam kitabnya Al-Khasha\’is, Al-Tsa\’labi dalam tafsirnya, Fakhrurrazi dalam kitab tafsirnya, Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, Allamah Al-Kanji Asy-Syafi\’i dalam Kifayatut Thalib, Sabath bin Al-Jauzi dalam Al-Tadzkirah, Syaikh Al-Qundusi Al-Hanafi dalam Yanabi\’ AL-Mawaddah, Allamah Al-Hamdani dalam Mawaddatu al-Qurba, Al-Dailami dalam Firdaus, Syaikh Muslim bin Hajjaj dalam Shahih-nya (Shahih Muslim), Muhammad bin Thalhah dalam Mathalibu al-Su\’al, Ibnu Shabagh al-Maliki dalam al-Fushul, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Al-Khatib al-Khawarizmi dalam Al-Manaqib, Syaikhul Islam Al-Humawaini dalam Al-Fara\’idh, Al-Faqih Asy-Syafi\’i Ibnu Al-Maghazili dalam Al-Manaqib, Thabari dalam Adz-Dzakha\’ir, Ibnu Hajar dalam As-Sawa\’iq al-Muhriqah dan lain-lainnya dari para ulama besar Anda (Ahlussunnah wal Jama\’ah).
Hadis yang diriwayatkan oleh mereka sangatlah banyak, di antaranya sabda Nabi Saw, \"Barangsiapa menyakiti Ali, maka dia telah menyakitiku, dan barangsiapa yang menyakitiku maka laknat Allah baginya.\"
Ibnu Hajar meriwayatkan sebuah hadis yang lebih umum dan lebih mencakup persoalan di atas, yaitu dalam al-Shawa\’iq bab tentang peringatan bagi orang-orang yang membenci Ali, ia berkata bahwa Nabi Saw bersabda, \"Wahai Bani Abdul Muthalib! Aku memohon kepda Allah bagi kalian tiga hal; Agar menguatkan kedudukan kalian, memberikan petunjuk bagi orang yang masih tersesat di antara kalian, dan mengajarkan orang-orang yang bodoh di antara kalian, dan aku juga memohon kepada Allah agar kalian menjadi orang-orang yang mulia dan pengasih. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang menganggap dirinya suci, membasuh kakinya dan sebagian tubuhnya untuk berwudhu kemudian ia shalat dan berpuasa tetapi dia membenci Ali dan Ahlulbaitku, dia akan masuk neraka.\"
Dalam hadis lain Nabi Saw bersabda, \"Barangsiapa menjelek-jelekkan Ahlulbaitku maka ia termasuk orang yang murtad kepada Allah dan keluar dari Islam dan barangsiapa menyakiti Ahlulbaitku maka laknat Allah kepadanya dan barang siapa menyakitiku di dalam Ahlulbaitku, maka ia telah menyakiti Allah. Sesungguhnya Allah mengharamkan surga kepada orang-orang yang menzalimi Ahlulbaitku atau memerangi mereka, atau membantu atas pembunuhan terhadapnya, atau orang-orang yang menghinanya.\"
Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad, dan yang lainnya dari ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jama\’ah, bahwasannya Nabi Saw bersabda, \"Barangsiapa menyakiti Ali, maka pada hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan Nasrani atau Yahudi.\"
Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya Al-Kamil serta yang lainnya dari ahli sejarah Ahlussunnah bahwa terbukti Mu\’awiyah ketika melaksanakan doa qunut pada shalat Shubuh, ia melaknat Imam Ali, Al-Hasan, Al-Husain, Ibnu Abbas dan Malik Al-Asytar.
Apa yang Antum katakan setelah disampaikannya hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah itu sendiri, tidak ada seorangpun dari ulama besar Ahlussunnah Wal Jama\’ah yang mengingkarinya.
Seluruh ulama telah mengetahui bahwa diantara masalah pokok dalam Islam yang telah disepakati adalah barangsiapa melaknat atau menghina Allah Swt dan Rasul-Nya maka ia adalah orang kafir yang najis dan terlaknat.
Ada sebuah hadis yang telah diriwayatkan oleh Allamah Al-Kanji Asy-Syafi\’i, seorang ahli fiqih Ahlussunnah di dua tanah suci Makkah dan Madinah, juga seorang pemberi fatwa Iraq dan ahli hadis di negri Syam. Hadis ini juga bersumber dari seorang Ahlussunnah hafizh atau penghafal Al-Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf Al-Quraisyi, yang terkenal dengan Allamah Al-Kanji, penulis kitab Kifayatut Thalib, dinukil dalam bab 10 dengan sanad yang bersambung kepada Ya\’qub bin Ja\’far bin Sulaiman, ia berkata, saya berada bersama bapakku, Abdullah bin Abbas dan Said Ibnu Jabir yang membawa kami melewati tepian sumur Zamzam. Tiba-tiba ada sebuah kaum dari penduduk Syam yang mencerca Ali, Abdullah bin Abbas kemudian berkata kepada Said, \’Kembalilah kepada mereka.\’ Dan ketika unta yang mereka tumpangi tiba di tempat mereka berkumpul, Ibnu Abbas berkata, \’Adakah di antara kalian yang sedang menghina Allah?\’ Mereka berata, \’Mahasuci Allah! Tak seorang pun di antara kami yang menghina Allah!\’ Ibnu Abbas melanjutkan, \’Adakah di antara kalian yang sedang menghina Nabi Saw?\’ Mereka menjawab, \’Tentu tidak seorang pun dari kami yang menghina Nabi Saw.\’ Ia berkata, \’Siapa di antara kalian yang menghina Ali bin Abi Thalib?\’ Mereka serempak berkata, \’Kalau ini memang ada.\’ Dia berkata, \’Saya bersaksi kepada Nabi Saw bahwa saya telah mendengar darinya pernah berkata kepada Ali, \’Barangsiapa menghinamu berarti ia telah menghinaku dan barangsiapa menghinaku ia telah menghina Allah, dan barangsiapa menghina Allah, ia akan dicampakkan ke dalam api neraka!\"
Hadis ini diriwayatkan oleh banyak para ulama besar Ahlussunnah yang sanadnya bersambung ke Ibnu Abbas. Mereka itu antara lain adalah Allamah al-hafizh al-Faqih Ibnu al-Maghazili dalam kitabnya Manaqib al-Imam Ali, dalam hadis no. 447. Dikeluarkan juga oleh al-Muhibb at-Thabari dalam kitab Riyadh an-Nadhirah, juz 2 melalui jalan al-Malla dalam kitab sejarahnya. Demikian pula al-Muwafiq al-Khawarizmi meriwayatkan di dalam kitabnya Manaqib, Allamah Zarnadi dalam kitab Nuzhum Durur al-Samthain.
Banyak dari kalangan ulama besar Ahlusunah meriwayatkan dari Nabi Saw, dengan sabdanya, \"Barangsiapa mencintai Ali, ia adalah orang mukmin dan barangsiapa membencinya, ia adalah orang munafik.\" Hadis semacam ini banyak diriwayatkan oleh para ahli hadis besar dari kalangan Ahlussunnah, seperti Jalaluddin As-Suyuti dalam Ad-Durr Al-Mantsur, Al-Tsa\’labi dalam kitab Tafsir-nya, Allamah Al-Hamdani dalam Mawaddatu Al-Qurba, Ahmad bin Hanbal dalam Musnad, Ibnu Hajar dalam Shawa\’iq, Al-Khawarizmi dalam Manaqib, Allamah Ibnu Maghazili dalam Manaqib, Hafizh al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi al-Mawaddah, Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, Thabrani dalam Aushath, Muhibb Thabari dalam Dzakha\’irul Uqbah, An-Nasa\’i dalam Khashais, Allamah Al-Kanji Asy-Syafi\’i dalam kitab Kifayatut Thalib, Muhammad bin Thalhah dalam Mathalibu al-Su\’al, Sabath al-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawash, Ibnu al-Shabagh al-Maliki dalam Fushul Al-Muhimmah, dan lain-lainnya.
Mereka seluruhnya mengeluarkan hadis dengan sanad-sanad mereka dan dengan jalan yang beragam pula, sehingga kedudukan hadis itu termasuk dalam kategori hadis Mutawatir, dimana semua telah bersepakat bahwa orang munafik dan orang kafir yang disebabkan karena mencaci dan menyakiti Ali bin Abu Thalib, niscaya akan masuk neraka.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari api neraka.” (QS. An-Nisa: 154)
Disebutkan oleh ulama Ahlussunnah Ibnu Shabagh al-Maliki di dalam kitab al-Fushul al-Muhimmah yang dinukil dari kitab al-Ali, karangan Ibnu Khalawiyah dari Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi Saw berkata kepada Ali, “Kecintaan kepadamu merupakan keimanan. Rasa benci kepadamu adalah kemunafikan. Orang yang pertama kali masuk surga adalah orang yang mencintaimu dan orang yang pertama kali masuk neraka adalah orang yang membencimu.”
Diriwayatkan oleh ulama Ahlussunnah al-Hamdani dalam kitabnya Mawaddah al-Qurba, bab Mawaddah ketiga, juga Syaikh Islam Ahlussunnah Humawaini dalam kitabnya Fara’idus Simthain, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada orang yang mencintai Ali kecuali orang mukmin dan tidak ada yang membencinya kecuali orang kafir.” Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Saw berbicara kepada Ali, ‘Tidak ada yang mencintaimu kecuali orang mukmin, dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik.” (Terdapat juga di kitab Nahjul Balagah khutbah ke-22, 148, 172 dan 156. Kitab al-Imamah wa al-Siyasah hal 48, ulama besar Ahlussunnah Ibnu Qutaibah)
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Thalhah dalam kitabnya Mathalib al-Sual dan Ibnu Shabagh al-Maliki dalam al-Fushul meriwayatkan dari Imam at-Turmudzi dan An-Nasa’i dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Saya tidak pernah mendapatkan orang munafik pada masa Rasulullah kecuali mereka yang membenci Imam Ali!”
Perang Nahrawan menentang Ali, penipuan Mu\’awiyah terhadap Imam Hasan, cacian Muawiyah di atas mimbar terhadap Ali di masjid-masjid, perlantikan Yazid, seorang peminum arak, pembunuhan Imam Husain, anak-anak dan keluarganya serta sahabatnya sebanyak 72 orang, pembunuhan massal di Madinah yang diketuai oleh Muslim bin Uqbah, panglima Yazid, 80 orang sahabat Nabi yang telah menyertai Perang Badar dibunuh dalam Perang al-Hurrah. Bukti-bukti ini juga dapat Antum temui di dalam kitab Ahlussunnah Ibn Qutaibah, Al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 216
Begitu jelas Bani Umayyah mencaci Ali di atas mimbar masjid selama 70 tahun, bermula dari Muawiyah, berterusan sehingga pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Cacian dihentikan selama dua tahun lebih, kemudian diteruskan semula. Lihatlah dalam kitab Ahlussunnah As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa\’, hlm. 243.
Terungkaplah dengan sangat jelas kekafiran dan kemunafiqan Mu\’awiyah yang telah mencaci maki dan melaknat secara terang-terangan kepada Ahlulbait Nabi. Bukti-bukti telah/akan terlihat jelas apabila kita benar-benar mengkaji Agama dengan menyeluruh dengan hati yang bersih dan menghilangkan segala bentuk fanatisme mazhab.
Habib yang saya cintai, layakkah orang yang akan masuk Neraka Jahannam itu diberi gelar Khalifah atau sahabat Nabi?
RibiParticipantSalam Habib yang penuh dengan kedamaian
Afwan habib, sepertinya antum sudah berprasangka buruk kepada Imam Husain. Imam Husain tidak pernah sedikitpun dipikirannya terbesit untuk melakukan pemberontakan demi merebut kekuasaan tahta di dunia. Bagaimana mungkin seorang dari Ahlulbait Nabi yang telah disucikan Allah, dan telah disabdakan oleh datuknya Saw bahwa Imam Husain adalah pemimpin pemuda di surga, akan tergiur dengan perebutan kekuasaan? Tidak mungkin Habib yang mulia.
Imam Husain berkata, “Demi Allah. Aku tidak keluar ke Karbala ini dengan keangkuhan dan mencari perang. Sungguh aku keluar ke sini untuk mencari ishlah demi kepentingan umat datukku Muhammad saw. Aku ingin menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Aku ingin berjalan di jalannya datukku Muhammad dan ayahku Alî al-Murtadha.”
Imam Husain tidak mungkin salah dalam memilih jalannya. Sehingga jelas bahwa kekuasaan pada saat itu berada di tangan orang yang dzalim dan durhaka Yazid bin Mu\’awiyah beserta para pengikutnya yang memerangi Imam hingga terbunuh syahid di padang Karbala.
Benar apa yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw, Dari Jarir (bin Abdullah Albajali), Nabi saw berkata kepadanya ketika Haji Wada\’ (haji terakhir dalam hidupnya Nabi saw), \"Suruh tenanglah orang banyak itu (para sahabat disekitar Nabi)!\" Kemudian beliau bersabda, \"Janganlah kamu KAFIR kembali sesudahku, dimana sebagian kamu memenggal leher yang lain\" (Sahih Bukhari juz 1 Bab Ilmu)
Disini sangat jelas kekafiran Yazid bin Mu\’awiyah disini dengan melakukan kejahatan yang tak pernah dilakukan oleh orang paling jahat sekalipun di dunia ini kecuali Yazid dan para pengikutnya yang telah membunuh dan memenggal kepala Imam Husain beserta keluarga dan para sahabatnya, dia telah membunuh keluarga suci pengemban risalah kenabian, keluarga suci tempat turunnya para malaikat dan keberkahan, keluarga suci Muhammad Saw.
Inilah kejahatan yang tiada tara di alam semesta ini yang tertimpa kepada keluarga Nabi. Terungkaplah bahwa sebagian sahabat telah kafir sepeninggal Rasulullah Saw.
\"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.\" (QS. An-Nisaa: 93)
Bagaimana mungkin umat manusia yang mengetahui hal ini dan menyaksikannya tidak melaknat perbuatan yang maha dzalim ini dan melupakannya begitu saja? Melaknat orang-orang yang dzalim adalah bukan hawa nafsu tetapi ajaran Al-Quran itu sendiri. Sungguh, Nabi dan keluarganya pun juga melaknatnya.
\"Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya\" (QS. Ali-Imran:88)
Imam Husain telah dijuluki oleh seluruh ulama bahwa beliau adalah pemimpin para Syuhada (rajanya orang-orang yang mati syahid). Mati syahid berarti mati dijalan Allah, berarti mati dalam kebenaran yang nyata demi tegaknya agama Muhammad Saw (bukan karena perebutan kekuasaan), sehingga dengan sangat jelas bahwa lawannya adalah berada pada kekafiran yang sangat nyata.
RibiParticipantSalam Habib yang dirahmati Allah.
Bagaimana kalau sahabat itu membangkang perintah Nabi Saw atau membunuh keluarganya yang suci. Bukankah dia layak untuk dicela dan dilaknat? Sebagai contoh; orang-orang dari golongan Bani Umayyah seperti Mu\’awiyah atau Yazid yang katanya seorang khalifah atau sahabat dari kalangan Ahlussunnah, akan tetapi mereka telah berani melakukan kejahatan maha agung di alam semesta ini kepada Nabi Saw? Mereka telah melakukan penghianatan kepada Rasulullah Saw dengan menginjak-injak keluarganya hingga membunuh dengan sadis putra kesayangan Rasul Saw, yaitu Imam Husain bin Ali di padang Karbala beserta keluarga dan sanak kerabat dan juga sahabat-sahabat imam, merampas putri-putri Rasulullah Saw yang juga putri-putri Imam Ali!
Muawiyah dan Yazid, layakkah mereka diberi gelar sahabat dan khalifah? Bukankah mereka lebih layak dicaci dan dilaknat?
RibiParticipantSalam Habib yang dirahmati Allah Swt.
Ana mau tanya, antum mengatakan bahwa sebagian besar Syiah itu sesat, berarti ada Syiah yang tidak sesat, Syiah yang manakah itu?
Syukran
-
AuthorPosts