Jalsatul Istnain Majelis Rasulullah SAW
29 Februari 2016
Habib Alwi Bin Abdurahman AlHabsyi
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
نعم المولى ونعم النصير
Segenap orang tua dan para guru-guru kita yang hadir pada malam ini, terlebih khusus guru kita Al Habib Ja’far Bin Baghir Alathos mata’anallahu bi tulli hayati fiddarin amiin, juga kepada habibanal mahbub guru kita Al Habib Muhammad Baghir Bin Alwi Bin Yahya mata’anallahu bi tulli hayati fiddarin amiin, para Habaib lainnya hadir bersama Alhabib Muhammad Alaydrus, Alhabib Hasan Alhamid maupun para Asyatidz akhina Ust. Ahmad baihaqi.
Hadirin hadirot Rahimakumullah, kita baca hadits bersama :
Hadits Qutuful Falihin Yang Ke-6
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
عَنْ أبِيْ هُريْرة رضي الله تعالى عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِ صلَّى اللهُ عليه وَ آلِهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِيْ قَالَ (لاَتَغْضَبْ) فَرَدَّد مِرَارًا قال (لاَتَغْضَبْ) رواه البخاري
Artinya : Dari Imam Abu Hurairah RA. Sesungguhnya ada seorang pemuda berkata kepada Nabi Muhammad SAW “Berilah Aku wasiat” Nabi bersabda “Janganlah engkau marah” orang tersebut bertanya berulang kali, maka beliau menjawab “Janganlah engkau marah” (HR Bukhari)
Hadirin – hadirot Rahimakumullah malam ini kita sampai kepada hadits yang ke-6 dari rangkuman kitab hadits Quthuful Falihin Min Riyadus Sholihin yang dirangkum oleh guru kita AlHafidh AlMusnid Sayyidil Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidh mattanallahu wa umrah fi shiha wulutuf alawiyah (aminn). Yaitu hadits yang membicarakan atau mengungkapkan tentang Bab Menahan Amarah atau emosi, tepatnya hadits ini tidak jauh berbeda dengan hadits yang sebelumnya atau hadits yang minggu lalu, yaitu yang berbicara tentang menahan emosi, kita lihat bagaimana hadits ini ada seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu Hurairah “ini orang datang kepada Nabi SAW untuk meminta Wasiat”.
Saudara-saudari kemarin kita bahas wasiat itu artinya asyiaullati tujma khoiro tu ddarin “sesuatu yang isinya kebaikan untuk dunia dan akhirat”, ini ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW meminta suatu wasiat yang isinya padat, yang isinya serat dengan makna, tetapi jawaban Nabi SAW ketika orang itu meminta wasiat “qolaa : laa Taghdob” jawaban Nabi SAW singkat padat “kamu jangan marah” artinya kamu jangan terpancing amarahmu, jadilah kamu orang yang selalu menghindari diri daripada emosi, jawabannya singkat orang minta wasiat. Sehingga orang itu tidak percaya lalu bertanya kembali “faraddada miroro” itu orang bertanya lagi kepada Nabi SAW sampai 2-3 kali, “tolong yaa Rasulullah SAW saya ini meminta wasiat” Jawaban Nabi SAW sama “laa taghdob” tetap “jangan marah” mungkin kalau anda bertanya kepada seorang guru “tolong wasiati saya” adakalanya ia kasih wasiat kepada kita “besedekahlah kamu” tolong wasiat yang lain, mungkin ada himbauan yang lain “jangan meninggalkan sholat sunnah”, tetapi ini Nabi SAW tetap menjawab “jangan marah” “jangan marah” “jangan marah” kenapa demikian?, dikatakan oleh ulama menandakan bahwa sesunggguhnya ulangan yang diulang-ulang oleh Rasul SAW menandakan ada dua hal, yang pertama sesuatu yang luar biasa, yang ke dua manfaatnya sangat sungguh luar biasa.
“Jalbil maa sholih wa dar’il maa fashit” Bisa menghindarkan dari bencana, musibah, malapetaka, dengan menaha amarah. Dan bisa juga dengan menahan amarah, mendatangkan seluruh kebaikan dunia wal akhirat. Oleh karnanya diulang karna saking pentingnya mendatangkan Jalbil maa sholih “kebaikan berlimpah” waa dar’il maa fashit “menghindarkan malapetaka” ketika orang bisa menahan emosinya insya Allah akan datang kebaikan yang berlimpah, juga jauh dari malapetaka.
Hadirin-hadirot Rahimakumullah, kadang kala kita menemukan Hadits yang jawaban Nabi SAW itu-itu saja, malam ini kita mengetahui ilmunya, kalau Nabi SAW didalam hadits jawabannya itu-itu saja ketika ada orang meminta sesuatu kebaikan, wasiat, doa ini itu, jawaban Nabi SAW hanya itu-itu saja, berarti isinya serat dengan kandungan makna dunia akhirat. Salah satu contoh hadits, ketika pamannya Rasul SAW yang bernama Abbas datang kepada Nabi SAW.
يا رسول الله علمني شيئا أسأل الله عز و جل قال: الله العافية ثم مكثت أياما ثم جئت فقلت يا رسول الله علمني شيئا أسأل الله, فقال يا عباس يا عم رسول الله سلوا الله العافية في الدنيا والآخرة
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sebuah kalimat yang aku gunakan untuk memohon kepada Allah ‘azza wa jalla.” Maka beliau menjawab, “Mintalah perlindungan kepada Allah!” Selang selama beberapa hari, aku kembali mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sebuah kalimat yang aku gunakan untuk memohon kepada Allah ‘azza wa jalla,” maka beliau berkata kepadaku, “Wahai ‘Abbas, paman Rasulullah, mintalah perlindungan di dunia dan akhirat kepada Allah!” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufradnomor 726, Tirmidzi nomor 3514 dan dishahihkan Al Albani rahimahullahdalam Shahihul Adab nomor 558)
Pamannya Nabi SAW Imam Abbas datang kepada Rasul SAW “wahai Rasulullah SAW ajari saya bentuk do’a yang bisa saya panjatkan kepada Allah SWT” jawaban Nabi SAW “mintalah kamu kepada Allah SWT, minta sehat wal afiyat”. Maka Imam Abbas (minta do’a tetapi kok diajarin do’a minta sehat wal afiyat saja?) Maka berulang-ulang kali ditanya lagi “yaa Rasulullah SAW ajarin saya do’a” maka Nabi SAW berkata “yaa Abbas yaa amu Rasulillah SAW” wahai Abbas pamanku tercinta saya ajarkan kamu do’a, kalau do’a minta jangan lupa minta sehat wal afiyat dunya wal akhirat, Saya ajarkan kamu cukup minta do’a sehat wal afiyat dunia akhirat” karna kalau orang diberikan oleh Allah SWT sehat jasmani rohani, sehat dunya akhirat, didunia dia sehat di hari kiamat sehat berarti selamat. Ini hadits hampir mirip, pamannya Nabi SAW minta do’a berulang-ulang, Nabi SAW jawabannya sama, minta sehat wal afiyat.
Hadirin-hadirot Rahimakumullah, ada riwayat lain, seorang sahabat datang kepada Rasul SAW, dan berkata:
Waqod ruyya ana rojulan qolaa “yaa Rasulullah alimni amalan yudkhilnil jannah” Faa qolaa SAW “laa taghdob”
“Wahai sang Rasul SAW ajarkan saya amal perbuatan yang kalau saya lakukan menyebabkan saya masuk surganya Allah SWT” Faa qolaa SAW “laa taghdob” jawaban Nabi SAW singkat “kamu jangan marah”. Ini menandakan kalau orang didunia bisa menahan emosi, tempatnya surganya Allah (amiin). Fa’aada alaikum, itu orang kurang percaya atau bagaimana, sahabat tadi tanya lagi “yaa Rasulullah SAW amalan yang bisa menyebabkan saya masuk surga itu apa?” Nabi jawab lagi, tetep sama “jangan marah”, sampai Nabi ketika mendengar ini orang bertanya terus, apa jawaban Rasul SAW , Ketika ini orang tanya terus kata Nabi SAW “yasudah kalau begitu kamu sebelum sholat ashar, setiap sebelum kamu sholat ashar jangan lupa baca Astaghfirullah 70x, Allah akan ampuni dosa kamu selama 70 tahun”. Itu orang setelah mendengar dosanya diampuni selama 70 tahun berkata “bagaimana jika umurku tidak sampai 70 tahun? Atau dosa saya bisa diampuni tidak sampai 70 tahun” kata Nabi SAW “kalau begitu yang diampuni dosanya untuk ibu kamu”, sahabat bertanya kembali “andaikata ibu saya tidak sampai dosanya 70 tahun?” kata Nabi “kalau begitu untuk bapak kamu” sahabat bertanya kembali “seumpama tidak sampai untuk bapak saya 70 tahun” Nabi SAW berkata “yasudah untuk saudara-saudara kamu”, kemudian sahabat berkata “baik yaa Rasulullah SAW”.
Hadirin dari hadits ini kita dapat ilmu, kalau orang terbiasa menahan emosi, menahan amarahnya Nabi SAW sudah janji tempatnya Surga (aamiin). Memang tidak ada manusia yang bisa terlepas dari sifat-sifat manusiawi menahan emosi, kecuali dia malaikat atau Nabi, selagi manusia pasti bisa marah, sampai muncul ungkapan “semutpun kalau diijak dia akan gigit”, semut kalau diijak akan gigit? itu ungkapan. Padahal semut kalau sudah diinjak dia mati, tapi suatu ungkapan yang artinya “sabar itu ada batasnya?” Tidak, sabar itu batasnya nanti kalau sudah masuk surganya Allah SWT.
Oleh karena itu, yang namanya marah, bukan hak kita sebagai manusia biasa, marah itu milik Allah SWT, oleh karenanya Nabi SAW mengajarkan kepada kita. Tidak pernah kita menemukan sejarah dari kitab apapun Nabi SAW marah kepada istrinya, Nabi SAW marah kepada anaknya, Nabi SAW marah kepada temannya, Nabi SAW marah kepada tetangganya, kecuali didalam haknya Allah jallajalaluhu wata’ala. Kalau hal pribadi tidak pernah, ini Rasulullah SAW juga para Nabi para Rasul.
Nabi Musa AS juga begitu orang yang sabar, tetapi kalau haknya Allah SWT sudah diinjak-injak, tidak ada orang yang bisa mereda kemarahan para Nabi. Nabi Musa AS, Nabi-Nabi yang lain juga sabar, Nabi Musa AS tidak pernah marah, ketika ditinggal Nabi Harun AS, Nabi Musa AS ibadah kembali-kembali kekampungnya lalu kaumnya kembali menyembah patung, ada yang menyembah unta. Maka Nabi Musa AS marah, Nabi Musa AS panggil Nabi Harun AS adiknya, sambil ditarik rambut dan jenggotnya dimaki-maki, marah Nabi Musa AS. Itu bukan karena Haknya Nabi Musa AS, tetapi ketika Nabi Musa AS marah melihat orang kembali tidak menyembah Allah SWT, malahan menyembah patung lagi. Nabi Musa AS ketika Nabi Khidir bersama Beliau ikut diatas perahu Nabi Musa AS sahabat mengikuti, ketika Nabi Khidir membolongi itu perhau, diperahu itu banyak penumpangnya, Nabi Musa marah tidak terima, mau loncat. Lalu ditarik oleh seorang Nabi yang bernama Nabi Yusa’, diingatkan ini haknya Allah SWT, baru Nabi Musa AS sadar.
Saudara-saudari kemarahan itu haknya Allah SWT, bukan hak kita. Cuma kita sedang melatih supaya bisa mehanan hawa nafsu, meredakan emosi. Kemarahan hanya Haknya Allah SWT.
Dalam riwayat Annas Ibn Malik
Anaa rojulan qolaa yaa Rasululllah famaa asyadu min kulli syai, faa qolaa Ghodobullah, Famaa yu’min min ghodobillah
Ada seorang sahabat bertanya “dimuka bumi ini yang paling dahsyat itu apa?” yang paling dahsyat dimuka bumi ini adalah murkanya Allah SWT. Marahnya Allah SWT itu paling berat. Lalu itu orang bertanya lagi “lalu apa yang bisa menyebabkan kita selamat dari marahnya Allah SWT, dari murkanya Allah SWT, jawaban Nabi Singkat Qolaa “laa Taghdob” jawaban Nabi SAW “biasakan kamu jangan terpancing emosi, jangan jadi seorang pemarah” Shodaqo Rasulullah SAW.
Sehingga ketika kita mau marah kita tahan, nanti dihari kiamat ketika siksaan harus menimpa kita distop oleh Allah SWT, berhenti berkat sabarnya kita didunia.
Kalau orang didunia jaga mulutnya, Allah jaga aurat dan aibnya hingga akhirat (aamiinn). Makanya dipuji, Orang yang bisa menahan emosi, orang yang bisa menjadi pemaaf, Allah sangat cinta kepada orang-orang yang baik, dibuktikan oleh ulama-ulama dan auliya zaman dahulu, Sayyidinal Ali Ibn Husein cucunya Rasulullah SAW, ketika beliau sedang mengambil air wudhu dituangin sama budak perempuannya pakai bejana yang berat, ketika dituangkan itu air tutupnya jatuh menimpa kepala beliau. Ada dua ungkapan ulama ada yang bilang mengenai anaknya sehingga meninggal maka merah wajah beliau.
Firman Allah SWT :
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134).
Seorang budak wanita tadi ingat ayat Allah SWT dia baca “وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ” (orang-orang yang bisa mereda emosinya), beliau langsung menjawab “khaghabtu ghoiri” (tenang saya tahan emosi saya), “وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ” (Allah cinta kepada orang-orang pemaaf), “afffawtu anki” (tenang wahai budak saya sudah memaafkan kamu), “وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ” (Allah Cinta kepada orang-orang baik). Sudah saat ini juga engkau saya bebaskan, engkau tidak lagi jadi budak, engkau telah menjadi orang yang merdeka silahkan. Kepala tertimpa dengan bejana yang berat, dalam ungkapan lain anaknya yang tertimpa lalu meninggal, namun orang tersebut dimaafkan. Itulah akhlak nubuwwah akhlak madrosah Muhammad SAW, akhlak keluarganya Rasulullah SAW. Sehingga itu terlatih diantara mereka, sampai kepada para sahabat Rasulullah SAW.
Ada orang datang kepada Amin Mu’minin Sayyidina Umar, lalu berkata
“yaa Umar innakalaa laa taghdibil haq wa la tu’til haqo”
(kamu ini jadi pemimpin ga bener, tidak adil, tidak membayar haknya orang, tidak menunaikan kewajiban orang yang harus kau tunaikan).
“faa ghodiba wa’mar ra wajhu”
(sayyidina Umar langsung marah, dia tahan marahnya sampai merah wajahnya),
lalu ada orang deketin Sayyidina Umar bisikin
“alaa tasma qowlullah khudzil afwaa wa amur bil urr fi, wa a’ridh anil jaahilin”
(wahai amin mu’minin kamu ingat tidak firman Allah SWT :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. (Q.S Al A’raf ayat 199)
“jadilah orang pemaaf, perintahkan orang berbuat baik, menghindarlah dari orang-orang jahil).
Hindarilah dirimu dari orang-orang yang bodoh, “wa hadzaa jahilun” (ini orang didepan kamu ini wahai Amin mu’minin, ini orang tidak mengerti kalau kata kita orang ga sekolah, orang ga ngaji, maka maafin saja) qolaa shodaaqna “kamu betul , saya maafin saja ini orang “ faa ka anna manaa ron fat faat” kata orang itu “ini sayyidina Umar wajahnya merah langsung dingin lagi mendengar ayat Al Qur’an.
Oleh karena itu hadirin-hadirot Rahimakumullah, kita tidak bisa jaukan diri dari sifat marah, sama tukang parkir marah, lampu merah macet sedikit marah, saya keluar dari rumah abis maghrib sampai sini selalu telat, jalannya macet, mau masuk diserobot. Kita tahan emosi kita, kita tidak bisa? Tapi kita harus belajar. Minta masakan dimasakin sama istri ga enak, kita pengen marah, melihat tingkah laku anak kita, melihat ini itu. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Rasulullah SAW, tetapi orang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT kalau dia bisa menahan emosi. Jadi kita ini ngaji belajar, kalau orang terbiasa menahan emosi “Ruthbah” kedudukan derajatnya diangkat oleh Allah SWT.
Makanya kata ulama Sayyidil Imam ibn Abbas keponakan Rasulullah SAW, berkata “siapa orang punya 3 macam sifat itu orang berhak menjadi wali oleh Allah SWT (aamiinn) yang pertama sifat santun untuk melawan orang yang bodoh, orang bodoh dihadapi dengan kesantunan, kalau kita punya sifat santun kepada orang bodoh, yang menghujat kita, yang mencaci maki kita, yang ngajak berdebat kita, kita santun maka kita masuk kedalam Bab Kewalian (aamiinnn). Yang kedua sifat Waro’ yang bisa mencegah dia dari perbuatan maksiat yang menjadi dosa, mau makan mau minum tidak sembarangan, kecuali betul ini halal betul betul suci baru dia makan, ini orang ahli waro’ yang masuk kepada kedudukan orang-orang yang dipilih oleh Allah menjadi Wali. Lalu yang ketiga santun berbaur dengan seluruh manusia, sama orang tua, sama yang lebih tua, sama anak kecil, sama orang rumah, sama siapapun dia berbaur baik, ini karakter 3 macam, kalau ada pada seseorang maka orang itu diangkat oleh Allah SWT menjadi wali.
Jadi, menjadi wali itu ga gampang, sulit, tidak begitu saja langsung bisa jadi wali. Tidak bisa, kalau dia tidak punya sifat waro’, akhlaknya jelek, emosi, dia tidak diangkat menjadi wali Allah SWT. Orang-orang hebat itu pilihan Allah kalau diajak debat, dihujat, dicaci maki. Hatinya aman, hatinya damai, tidak terpancing, tidak emosi, tidak balas menghujat.
Apa kata imam syafii “kalau ada orang bodoh menghujat kita, ngajak debat kita, maka jangan diladenin, jangan dijawab, sebaik baik jawaban untuk dia diamkan saja, kalau anda ajak bicara urusan tidak selesai jadi panjang”. Ada orang hujat kita, kita bales hujat, selesai atau tidak ? yang ada ribut. Orang hujat kita, kita diem “kalau ente biarin, ente diemin lama-lama akan diam sendiri”.
Mudah-mudahan Allah sempurnakan ilmu kita, mudah-mudahan menjadi ilmu yang bermanfaat, bisa melatih hawa nafsu kita mereda emosi kita, dan semoga Allah SWT jadikan duduknya kita dimajelis ini mendapat Ridhonya Allah SWT. (aamiinnn)
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ