Forum Replies Created

Viewing 10 posts - 1 through 10 (of 16 total)
  • Author
    Posts
  • in reply to: Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi\’iyyah #78522015
    kadam
    Participant

    [b]Ipoenk tulis:[/b]
    [quote]Assalamualaikum.. Sdr.Siliwangi yang baik, kalau ana boleh komentar tentang ente, sepertinya ente di sini bukan ingin mencari ilmu dan kebenaran. Ente cuma ingin menonjolkan faham2 wahabi yang ente bilang itu faham kawan2 ente, setelah itu ente menginginkan perdebatan dan pembodohan umat dgn artikel2 wahabi yg ente bawa. Nas\’alukal afiyah yaa Allah..
    Sdr.ku Siliwangi, sudah cukupkan ente bawa artikel2 semacam itu. Kami para penganut sunnah wal jamaah, telah yakin apa yang kami anut selama ini, dan semoga Allah menyelamatkan kami dari aliran2 sesat serta menolong kami agar tetap beristiqomah di atas jalan ahlu sunnah wal jamaah. Dan ana harap penilaian ana thd ente tidak benar. Semoga ente benar2 mencari kebenaran dan bukan hanya ingin berdebat. Sekali lagi ana mohon maaf kalau ada kata2 ana yang salh dan tidak berkenan di hati ente. Juga kepada Habibana smg selalu diberikan ksehatan dan kesabaran dalam membimbing umat. Maaf ya bib, klw kata2 ana krg sopan. Hadanallah wa iyyakum ajmain. Wassalamualaikum wr.wb[/quote]

    Wa\’alaikumsalam wr.wb.

    Alhamdulillah ada yang mewakili jawaban ana buat antum yaitu dari Akhi kunthai kurang lebihnya begitu. Justru saya mampir kesini itu mencari ilmu dan kebenaran bukan selama ini saya mencari pembenaran yang diklaim banyak orang, kalau tempat ini bukan untuk bertanya lalu kepada siapa lagi ana bertanya? apakah kepada Iblis laknatullahi a\’alih? dan antumpun ridho.

    Kalau antum menisbatkan diri kepada ahlu sunnah wal jamaah, maka orang-orang salafi juga mengaku dirinya sebagai ahlu sunnah wal jamaah, Firqotun Najiyah, Al ghuroba, dan At thoifah al Manshuroh. Bahkan bahwa mereka menganggap antum itu adalah faham Ashy\’ariyyun ahlul bid\’ah dan Imam Abu al-Hasan al-Ash‘ari berlepas diri karena telah bertobat dan kembali kepada Alqur\’an dan As sunnah selama 20 tahun dari berfahaman muktazilah dan kilabiyah lalu mengarang kitab al- Ibanah `an Usul al-Diyanah, sedangkan saya tidak tahu yang mana ahlu sunnah wal jamaah itu karena masing-masing mengakuinya dan mengklaimnya…apakah saya salah untuk bertanya sedangkan di depan saya jurang kebinasaan.

    saya mohon di maafkan kalau selama ini menganggu keharmonisan di MR ini, saya teringat dengan ahklak Rasulullah ketika datang seorang pemuda yang mengaku bahwa dirinya suka berzinah, dan Rasulullah dengan ahklak yang mulia tidak pernah untuk menghardiknya bahwa kamu itu ahli maksiat , ahli neraka dsbnya tetapi tidak kan.

    in reply to: JAMAAH TABLIGH #77980941
    kadam
    Participant

    Assalammu\’alaikum wr.wb.

    Fadhilatusy Syaikh Habib Munzir Hafizhahumullahu, Semoga Ilmunya menerangi Habib di akhirat nanti.

    Setiap perkara yang saya tidak faham lalu ditanyakan kepada Habib, maka Habib memberikan jawaban yang gamblang sekali dan sungguh saya sangat terpuaskan atas pencerahaannya. Sungguh Habib saya tidak tahu mengenai situs-situs itu seperti apa yang menurut Habib sangka kan kepada saya, tadinya saya tampilkun untuk memperkuat bahwa yang saya tanyakan itu bukan bualan dari saya tetapi emang ada bukti berupa alamat link artikel tersebut dan saya sungguh tidak faham itu. Kalau Habib ingin memutuskan silahturahim dengan saya karena perkara yang saya tidak faham, saya tidak mengapa dan selebihnya itu sudah menjadi urusan dengan Allah Swt.
    tetapi sebelum itu saya punya dua pertanyaan buat Habib, dan saya masih membutuhkan penerangan dari habib sendiri.

    1. Habib bilang bahwa didalam dakwah Jama\’ah Tabligh itu terselubungi kebodohan dan kesombongan, setahu saya didalam tubuh Jama\’ah Tabligh khususnya di Indonesia ini kebanyakan mayoritas berMahzabkan Syefie\’iyyah dan Asya\’riyyah.

    2. Tolong minta dijelaskan kenapa Iblis laknatullah a\’laih suka kepada ahli bid\’ah daripada ke pada ahli maksi\’at?

    Jazakummullah khoirul jazaa wa jazaann jaazilaan

    wassalammu\’alaikum wr.wb.

    in reply to: JAMAAH TABLIGH #77980825
    kadam
    Participant

    Alhamdulillah atas jawabannya yang begitu mendalam, ternyata hampir semua sama satu tipe dan satu kalam. Kenapa ? ketika saya bertanya kepada kalangan Salafi, maka jawabannya hampir sama apa yang di utarakan oleh Habib. Ketika bertanya kepada kalangan Ikhwanul Muslimin, juga sama persis apa yang di utarakan oleh Habib. dan juga saya bawa dan di tanyakan kepada Hizbut Tahir juga sama apa diutarakan oleh Habib tentang Jemaah ini tak lupa juga kepada kalangan yang lainnya. Dan saya punya pertanyaan lagi, apakah metode dakwah yang dicontohkan Rasulullah itu menyeru manusia dan ummat diseluruh dunia ini kepada satu mahzab saja seperti mahzab Imam Syafei\’i Ra.a. atau mahzab lainnya atau golongan lainnya atau hizbiyun lainnya atau semua ini emang sudah Sunatullah dari Allah SWT ?

    Ternyata bukan hanya dikalangan Jamaah Tabligh saja yang terjangkit oleh fahaman wahabi justru yang saya mengagetkan dari kalangan Habib juga ada, kenapa bisa begitu?
    Mungkin Habib tahu tentang jati diri para Habib ini :
    1. Asy-Syaikh Alwi bin Abdul Qodir As-Segaf
    2. Asy-Syaikh Abu Bakar bin Haddar Al-Haddar
    3. Asy-Syaikh Shalih bin Bekhit Maula Dawilah
    [Mereka semua Alul Bait dari keturunan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu].

    ketiga para Habib ini yang Membongkar Kedok Sufisme di Hadramaut
    jelasnya keseluruhan artikel di http://abusalma.wordpress.com/2007/06/13/membongkar-kedok-sufisme-di-hadramaut/#more-453

    mudahan Habib bisa meluruskannya , dan saya percaya itu.

    in reply to: JAMAAH TABLIGH #77980794
    kadam
    Participant

    Assalammu\’alaikum wr.wb.

    Habib yang senantiasa berdiri diatas hujah-hujah ahlus sunnah wal jama\’ah, semoga mendapat inayah dari Allah swt.

    Menurut riwayat yang mutawatir dan masyhur menunjukan bahwa hamba pilihan dalam surat Yasin tersebut adalah Habib Annajar yang mendukung/membantu kerja dakwah 3 orang utusan yang dikirim oleh Nabi Isa A.S untuk kaum Atakiah .
    Habib Annajar paginya berIman dan sore harinya mendakwahkan kaumnya agar ikut kepada para utusan Nabi Isa as. lalu matinya masuk surga.

    Lafadz yang dia ucapkan Habib Annajar yang dijadikan Allah SWT sebagai firmanNya dalam Al Qur\’an :

    1. Hai kaumku ikuti utusan utusan itu

    2. Ikuti orang yang tak minta upah dalam berdakwah sedangkan mereka mendapat hidayah.

    3. Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah Allah yang telah menciptakanku dan hanya kepadaya aku akan dikembalikan.

    4. Mengapa aku akan menyembah tuhan selainNya? Jika Allah yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tak berguna sama sekali buatku. dan mereka juga tak dapat menyelamatkanku.

    5. Sesungguhnya jika aku berbuat bagitu sungguh aku dalam kesesatan yang nyata.

    6. Sesungguhnya aku telah beriman dengan Tuhanmu dan saksikanlah keimananku.

    Nah uraian diatas, maka kisahnya tercantum kesemuanya dalam surat yasin dari Ayat 13 sampai Ayat 25 kalau tidak salah.

    1. Pertanyaan saya Habib, Apakah boleh ? ikut berdakwah sebagai mana Jama\’ah Tabligh dalam satu rombongan itu ada orang yang mempunyai Ilmu dan beberapa orang awam. jadi pada hakekatnya dakwah itu boleh dilakukan oleh kesemua yang mengaku umat Nabi SAW, sebagimana Kisah Habib Annajar dalam surat Yasin dan sama juga dengan kisah Sahabat Nabi yang bernama Urwah bin Mas\’ud R.a.

    2. Apa berbedaanya antara Dakwah ,Tabligh dan ceramah ?

    3. Bagaimana hukumnya meninggalkan keluarga beberapa waktu untuk Agama \"ikut berdakwah\" sebelumnya ada keridhoan dari pihak keluarga dan dikasih biaya dua kali lipat untuk yang di tinggalkanya dengan orang yang meningalkan keluarga demi mencari keduniaan sebagai TKW atau TKI hingga bertahun-tahun lamanya ?

    4. Apakah ciri dakwah Rasulullah itu mendatangi ummat atau di datangi ummat?

    5. Apkah ciri dakwah Rasulullah itu mengorbankan harta dan dirnya untuk ummat atau mengorbankan harta dan diri ummat untuknya ?

    Wassalammu\’alaikum wr.wb.

    in reply to: Keutamaan Shalawat Nariyyah (Fiqh/Aqidah) #78312943
    kadam
    Participant

    \"Mengenai shalawat Kamilah (tafrijiyah) ini, Imam Qurthubi mengatakan \"barang siapa ingin mdp suatu yg sangat penting atau menolak bencana, hendaklah membaca 4.444 kali. Maka Allah akan mewujudkan keinginan dan harapan sesuai dg niatnya.\"\"

    Di kitab mana Imam Qurthubi mengatakan seperti itu ?

    Wallahu a\’lam bish showab

    in reply to: Keutamaan Shalawat Nariyyah (Fiqh/Aqidah) #78312928
    kadam
    Participant

    Assalammu\’alaikum wr.wb.

    Alhamdulillah atas jawaban Habib, menghilangkan kejumudan femahaman saya karena ketidak tahuannya ditengah umat Akhir zaman.

    Bagi saudara yang di forum ini yang mengeritik ana, tolong ngedepankan budi pekerti yang baik dan Ilmu bukan hanya hawa nafsu ketaklidan anda.

    in reply to: Orang tua Rasuk mati Musyrik? #77723834
    kadam
    Participant

    Assalammu\’alaikum wr.wb.

    Habib saya cukupkan sekian masalah ini disini, karena saya tidak punya kemampuan untuk hal ini. karena itu ini terakhir nukilan dari saudara saya al Akhi Abu Al jauzaa.

    Ana telah membacanya dijawaban asli Forum MajelisRasulullah. Tidak ada hajat ana untuk menanggapi. Ketika ana ajak untuk mengembalikan kepada matan asli dalam riwayat Abu Dawud, dengan segala kilahnya Pak Habib Munzir ingin membawanya dengan alasan ada \"satu riwayat\" yang lain. Riwayat yang mana ? Abu Dawud ? Telah ana tuliskan. Jadi hujjah dengan menggunakan dalil yang mengatakan Rasulullaah shallallaahu \’alaihi wasallam menerima undangan makan dari keluarga mayit adalah [b]gugur[/b]. Dan bahkan tertolak.

    Kemudian tentang makna [i]bid\’ah makruhah [/i]atau [i]ghairu mustahabbah[/i]; ini juga perlu diperinci. Memang, dalam Ushul-Fiqh, salah satu definisi dari makruh adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Habib Munzir. Muara dari keseluruhan definisi makruh tersebut adalah perintah untuk meninggalkannya, baik dengan larangan yang bersifat tahrim atau makruh (tidak sampai pada derajat tahrim). Kalau kita melihat gaya bahasa An-Nawawi dalam kitab-kitabnya (misal : Syarah Shahih Muslim, Al-Majmu\’, dan yang lainnya dari karangan beliau) akan kita dapati bahwa beliau sering menggunakan kata [i]ghairu mustahabbah [/i]dan [i]bid\’ah [/i]pada perkara-perkara tercela untuk ditinggalkan. Apalagi istilah yang lebih keras seperti milik Al-Haitsami :[i] bid\’atun munkaratun makruhatun [/i]yang jelas-jelas menunjukkan celaan beliau terhadap perbuatan tersebut. Namun di sini – sekali lagi – dengan daya upayanya, Pak Habib selalu membawa pada kemubahan – walau di sisi lain ia mengatakan makruh (bukan haram). Inilah letak perbedaannya. Makruh versi ulama dengan makruh versi Pak Habib Munzir.

    Jarir bin ‘Abdillah Al-Bajaly radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

    كنا نرى الاجتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام من النياحة

    “Kami (para shahabat) menganggap berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka (kepada para tamu) merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit)” (HR. Ahmad nomor 6905 dan Ibnu Majah nomor 1612).

    Dari Thalhah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

    قدم جرير على عمر فقال : هل يناح قبلكم على الميت. قال : لا. قال : فهل تجتمع النسآء عنكم على الميت ويطعم. قال : نعم. فقال : تلك النياحة.

    Jarir mendatangi ‘Umar, kemudian ‘Umar berkata : “Apakah kamu sekalian suka meratapi mayit ?”. Jarir menjawab : “Tidak”. ‘Umar berkata : “Apakah diantara wanita-wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya ?”. Jarir menjawab : “Ya”. ‘Umar berkata : “Hal itu sama dengan niyahah (meratapi mayit)”. (HR. Ibnu Abi Syaibah 2/487).

    Dari Sa’id bin Jubair radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

    من عمل الجاهلية : النياحة والطعام على الميت وبيتوتة المرأة ثم أهل الميت لبست منهم

    “Merupakan perkara Jahiliyyah : An-Niyahah, hidangan keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit” (HR. Abdurrazzaq 3/550 dan Ibnu Abi Syaibah dengan lafadh yang berbeda). Ketiga riwayat tersebut saling menguatkan.

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    اثنتان في الناس هما بهم كفر الطعن في النسب والنياحة على الميت

    “Dua perkara yang dapat membuat manusia kufur : Mencela keturunan dan meratapi mayit (an-niyahah)”. (HR. Muslim nomor 67)
    Ya….. riwayat-riwayat ini sepertinya dianggap angin lalu saja sama Pak Habib. Padahal Pak Habib tidak mampu membawakan dalil sama sekali untuk menguatkan pendapatnya, selain dari kata si Fulan demikian dan demikian. Taruhlah apa yang dikatakan ulama tersebut benar adanya (maksudnya : ulama yang disitir pendapatnya oleh Pak Habib itu membolehkannya), bukankah sikap kita adalah mengedepankan dalil dan mengesampingkan pendapat-pendapat yang menyelisihi dalil ?

    Silakan ikhwah MyQ menilainya………..

    NB : Pak Habib ini sering mengatakan : jumhur ulama dan muhadditsin. Ini adalah klaim dusta mengatasnamakan ulama. Itu bila yang dimaksudkan adalah ulama dan muhadditsin terdahulu yang mu\’tabar. Namun jika yang dimaksudkan Pak Habib adalah para ulama-ulama beliau dari Yaman (baca : guru2 beliau), nah…. ini bari \"benar\".

    Dan makna makruh yang menguatkan pada hal yang ana isyaratkan (makruh tahrim) adalah beberapa riwayat yang ana bawakan :

    in reply to: Orang tua Rasuk mati Musyrik? #77723827
    kadam
    Participant

    Assalammu\’alaikum wr.wb.

    maka saya sudahi saja mengenai perkara ini untuk menghindari fitnah, karena saya disini sedang belajar mengenai perkara yang sama sekali saya tidak tahu…kok malah saya di tuduh ngak-ngak. maka akan saya kasih link pembahasan yang ramai ngebahas ini, dan saya berlepas diri dari semua itu http://myquran.org/forum/index.php/topic,23606.90.html

    in reply to: Orang tua Rasuk mati Musyrik? #77723823
    kadam
    Participant

    [url]agsnsi

    Re:Orang tua Rasuk mati Musyrik? – 2007/07/20 22:19
    ALLOH AKBAR salam kEPADAMU YA ROSULULLOH DAN SALAM KEIMAMAN YA HABIBINA.

    Saudara ku Siliwangi Ane Menangis mendengar antum Berupaya Mengkafirkan keluargaNabi Besar Nabi Akhir Zaman , ya ALLOH Berikanlah HIDAYAH kepada hamba 2MU yg Hilaf .
    habib Ane semua mengAMINI apa yg Habib Utarakan,Dan ALLAH MAHA TAHU serta MAHA SEGALANYA sehingga Memberikan ABDULLOH Dan S.AMINAh seorang Anak Yg Menjadi NABI AKHIR ZAMAN.
    Dan saya Yakin Alloh Tidak akan SALAH sehinnga siliwangi Lahir Dari Keluarga non MUKMIN.Bertobat lah anda siliwangi dan rekan2nya Sebelum Pintu Hati anda Di tutup ALLOH.Amin Ya Robal Allamin,
    [/url]

    Antum jangan asal nuduh di alamatkan kepada ana, coba antum perlihatkan bukti bahwa ana menuduh Mengkafirkan keluargaNabi Besar Nabi Akhir Zaman. Antum jangan jadi Takfiri alias khawariz, sedangkan saya tidak pernah memberikan pertanyaan seperti itu. justru disini saya sedang belajar kepada Habib, karena tiada Ilmu tanpa Sanad lagian saya tidak berhak berfatwa begitu. Adapun apa yang saya tampil itu bukan dari diri saya sendiri tetapi dari teman ana yang bermanhaj-kan Salafus sholeh walaupun saya tidak pernah mengenalnya. Karena berawal dari keawaman dan kerisauan mengenai perkara hal itu yang begitu ramai di dunia maya, maka saya minta penjelasan kepada Habib yang Ilmunya insya Allah mumpuni.

    in reply to: Orang tua Rasuk mati Musyrik? #77723755
    kadam
    Participant

    Ini adalah masih sambungannya dari Akhi Abu Al Jauzaa, mudahan dapat mengambil hikmahnya dari semua ini.

    ——————————————kelanjutannya————————————————

    [b]Habib:[/b][i]bila siksa, keringanan dan ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan meringankan Abu Thalib yg jelas jelas menolak bersyahadat, maka lebih lebih ayah Bunda Nabi saw,[/i]

    [b]Abu Al-Jauzaa :[/b]karena ini merupakan khabariyyah, antum kalau berbicara harus disertai dalil. Kalau Abu Thalib diringankan siksanya, ini ada dalil shahihnya. Kalau orang tua Nabi ? Ada, tapi munkar atau maudlu’. Kesimpulannya, logika antum tertolak.

    Catatan : Kalau mau main logika-logika-an, banyak yang harus kita yakini tidak masuk neraka dan diberi ampunan dimana mereka jelas-jelas kafir dari kalangan musyrik Arab atau Yahudi yang pernah menolong beliau. Ingat akh firman Allah :

    [b]وَقَدِمْنَآ إِلَىَ مَا عَمِلُواْ مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَآءً مّنثُوراً[/b]
    [i]Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan [/i](QS. Al-Furqaan : 23).

    Ayat ini menjelaskan segala amal baik yang dilakukan oleh orang kafir akan dijadikan sebagai debu-debu yang berterbangan, tidak bermanfaat apa-apa. Itu akibat kesyirikan yang mereka lakukan.

    [b]Habib:[/b][i]nah.. justru najisnya musyrikin itulah bukan najis tubuh, tapi najis dengan kemurkaan Allah, pantaskan Rasulullah saw dilahirkan dari rahim manusia yg najis dengan kemurkaan Allah?,[/i]

    [b]Abu Al-Jauzaa:[/b]Telah dikatakan di atas bahwa nasab itu tidak berbanding lurus dengan kemuliaan dan surga. Contoh telah ana kemukakan tentang kisah Nabi Ibrahim dan bapaknya. Nabi Nuh dan anaknya. Ah, jangan-jangan karena antum bernama Habib yang biasanya dinisbatkan pada Ahlul-Bait ? Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    [b]ومن بطأ به عمله لم يسرع به نسبه[/b]

    “[i]Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya[/i]” (HR. Muslim – Al-Arba’un-Nawawiyyah hadits ke-36).

    [b]Habib :[/b][i]Sungguh hadits shahih Muslim: “ayahku dan ayahmu di neraka” adalah hadits aahaad, yaitu hadits yg hanya diriwayatkan oleh satu periwayat, dan riwayat aahaad bila bertentangan dengan Alqur;an atau bertentangan dengan riwayat mutawatir, atau bertentangan dg Kaidah kaidah syariah, atau Ijma ulama maka hadits itu ditinggalkan dhohir maknanya,

    Berkata Al hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway mustofa, bahwa Riwayat hadits shahih muslim itu diriwayatkan oleh hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini, dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan hammad diingkari sebagai orang yg lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam hadits hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun darinya,

    Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari hammad kecuali dari tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain dari Muammar yg juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan padanya bila kau lewat di kubur orang orang kafir fabassyirhu binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari hammad, sungguh hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits hadits nya banyak yg terkena pengingkaran,

    Berkata AL hafidh AL Imam Nawawi : “ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)

    Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yg menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yg menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I;tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)

    berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yg lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yg lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66),

    berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS Al Isra 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yg juga oleh beliau).

    Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari ibrahim bin sa’ad dari zuhri dari salim dari ayahnya yg berkata :datanglah seorang dusun kepada nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala :fa kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar) [/i]

    [b]Abu Al-Jauzaa:[/b]Akan ana tuliskan sedikit uraiannya :
    Dalam Shahih Muslim, rangkaian sanad hadits tersebut adalah sebagai berikut :

    [b][أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة عن ثابت عن أنس][/b]Mari kita sedikit melihat keadaan rawi yang dijadikan sorotan oleh Pak Habib ini, yaitu Hammad bin Salamah.

    Hammad bin Salamah bin Dinar Al-Khazaaz, yang mempunyai kunyah Abu Salamah [b][حماد بن سلمة بن دينار الخزاز كنيته أبو سلمة[/b]] dimasukkan oleh Ibnu Hibban sebagai perawi yang terpercaya dalam kitabnya Ats-Tsiqaat biografi nomor 7434 (juz 6).

    Imam Adz-Dzahabi menjulukinya sebagai Imamul-‘Ilmi. Ia merupakan perawi tsiqah, namun sedikit adanya wahm. Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentangnya : “Ia adalah orang yang paling mengerti tentang hadits yang diriwayatkan oleh pamannya, Humaid Ath-Thuwail”. Yahya bin Ma’in berkata : “Ia adalah orang yang paling berilmu dengan tsabt”. Dan berkata para imam jarh wa ta’dil yang lain : “Jika engkau melihat seseorang yang mencela Hammad bin Salamah, maka ragukanlah keimanannya”. Telah berkata Al-Hakim : Imam Muslim memasukkan hadits Hammad bin Salamah dalam Ushulnya, kecuali hadits Hammad dari Tsabit yang beliau jadikan sebagai syawahid saja”. Silakan baca secara lengkap di [i]Mizaanul-I’tidaal [/i]karya Imam Adz-Dzahabi, biografi nomor 2251 (juz 1). Di sini ana ringkas.

    Ibnu Hajar berkata tentang Hammad bin Salamah : “Tsiqah, ahli ibadah, orang yang paling tsabt di kalangan manusia, dan berubah hafalannya di akhir hayatnya.” (lihat [i]Taqribut-Tahdzib [/i]nomor 1499).

    Catatan : “Walaupun di sini disebutkan bahwa Hammad bin Salamah berubah hafalannya, namun Imam Muslim menerima hadits Hammad dari Tsabit sebelum hafalannya berubah. Lihat uraian selengkapnya di Tahdzibut-Tahdzib juz 3 biografi nomor 14 (Hammad bin Salamah).

    Intinya, Hammad bin Salamah ini tidak turun kedudukannya menjadi perawi dla’if. Silakan antum cek sendiri dalam beberapa kitab rawi. Ana sarankan minimal antum buka : Mizaanul-I’tidal, Taqribut-Tahdzib, Tahdzibut-Tahdzib, dan Ats-Tsiqaat. Atau bisa antum tambah Tahdzibul-Kamal.

    Inti yang ingin ana katakan bahwa hadits tersebut shahih tanpa keraguan. Adapun perkataan antum bahwa hadits Hammad bin Salamah banyak diingkari, maka ini adalah kedustaan yang nyata.

    Adapun hadits yang antum anggap lebih kuat itu, mari kita cermati lebih lanjut. Begini kira-kira haditsnya :

    [b]جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : إن أبي كان يصل الرحم و كان و كان فأين هو ? قال[/b] : [b]في النار , فكأن الأعرابي وجد من ذلك فقال : يا رسول الله فأين أبوك ? قال : حيثما مررت بقبر كافر[/b] [b]فبشره بالنار[/b]

    Telah datang seorang Badui kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu berkata : “[i]Sesungguhnya ayah saya (ketika hidup) suka menyambung silaturahmi, suka ini, dan suka itu (dalam kebaikan). Berada dimanakah ia ?”. Seakan-akan orang Badui itu memahami sesuatu dari jawaban Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tersebut, lantas ia bertanya : “Wahai Rasulullah, lalu berada dimanakah ayahmu ?”. Maka Nabi menjawab : [/i]“[i]Dimanapun kamu melewati kuburan orang kafir, maka khabarkanlah siksa neraka kepadanya”.[/i]

    Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani 1/19/1. Perhatikan sanadnya ! Ali bin Abdul-Aziz telah menceritakan sebuah hadits kepada kami bahwa Muhammad bin Abu Nu’aim mengatakan bahwa Ibrahim bin Sa’d telah memberitakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari ‘Amir bin sa’d, dari bapaknya. Bapaknya berkata : (lalu menyebutkan hadits di atas).
    Dalam sanad ini tidak ada rawi yang bernama Hammad bin Salamah atau rawi-rawi lain yang dibawakan oleh Imam Muslim.

    Riwayat ini ada mutaba’ahnya dengan sanad lain yang dikeluarkan oleh Al-Bazzar 1/64-65 dan Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah 1/333 melalui dua jalur riwayat yang semuanya dari Zaid bin Akhzam, ia mengatakan : Yazid bin Harun telah memberitakan kepada kami hadits tersebut”. Selanjutnya Zaid bin Akhzam mengatakan : “Ad-Daruquthni ditanya tenmtang hadits itu, ia menjawab : “Hadits ini diriwayatkan oleh oleh Muhammad bin Nu’aim (Al-Wasithi) dan oleh Al-Walid bin ‘Atha’ bin Sa’d. Sementara ada perawi lain meriwayatkan hadits tersebut dari Ibrahim bin Sa’d, dari Az-Zuhri secara mursal. Saya (Ibnu Akhzam) katakan : Riwayat yang kami bawakan ini memperkuat riwayat yang sanadnya bersambung”.

    Ana sampai saat ini belum menemukan riwayat dari jalur Muammar yg juga dari Tsabit ra dari Anas. Tolong bawakan kepada saya, ada di kitab hadits apa dan di nomor berapa. Alangkah lebih baik jika antum menulis haditsnya di sini beserta sanadnya. Ana cari di Shahih Muslim gak ketemu-ketemu.

    Adapun sanad lain dari Ibnu Majah, maka ada pembicaraan di situ. Ibnu Majah mengatakan, Muhammad bin Isma’il Al-Bukhtari Al-Wasithi telah menceritakan sebuah hadits kepada kami (ia mengatakan) : Yazid bin Harun telah menceritakan sebuah hadits kepada kami, dari Ibrahim bin Sa’d, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari bapaknya yang mengatakan : “Telah datang seorang Badui….. (sama seperti di atas).
    Sanad Ibnu Majah tersebut keliru dengan membandingkan sanad-sanad lain sebagaimana disebutkan. Tapi tidak usah ana perpanjang di sini karena tidak ada relevansinya dengan pembicaraan.

    Tidak ada perawi riwayat Muslim (sebagaimana yang jadi pembicaraan) yang dipakai di sini.

    Setelah melihat keseluruhan riwayat yang memakai kalimat Fabasysyirhu bin-Naar; maka sebenarnya riwayat-riwayat tidak bisa dikatakan lebih mahfudh daripada riwayat yang dibawakan oleh Imam Muslim yang memakai kalimat Inna abii wa abaka fin-naar. Perawi-perawinya pun berbeda, sehingga “wajar” jika matannya berbeda. Dan tentu sangat mungkin ini merupakan dua kisah yang berlainan.
    Ini banyak sekali contohnya dalam kutub hadits. Silakan antum cermati

    Dalam ilmu hadits, ini bukan dianggap sebagai satu pertentangan Pak Habib. Sehingga, tidak ada riwayat yang perlu dikuatkan salah satu dan dilemahkan yang lain. Semuanya shahih dan diterima. Ana kira, orang sepandai antum telah paham akan ilmu hadits ini …… insyaAllah.

    Penguat makna hadits Muslim di atas adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagai berikut :

    عن ابن بريدة عن أبيه قال كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن في سفر, فنزل بنا ونحن قريب من ألف راكب, فصلى ركعتين ثم أقبل علينا بوجهه وعيناه تذرفان, فقام إليه عمر بن الخطاب وفداه بالأب والأم وقال: يا رسول الله مالك ؟ قال «إني سألت ربي عز وجل في الاستغفار لأمي فلم يأذن لي فدمعت عيناي رحمة لها من النار, وإني كنت نهيتكم عن ثلاث: نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها لتذكركم زيارتها خيراً. ونهيتكم عن لحوم الأضاحي بعد ثلاث فكلوا وأمسكوا ما شئتم, ونهيتكم عن الأشربة في الأوعية فاشربوا في أي وعاء شئتم ولا تشربوا مسكرا

    Dari Buraidah, dari ayahnya, ia menceritakan : “Kami pernah bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan kami tengah dalam satu perjalanan. Lalu beliau menghampiri kami dan kami berjumlah sekitar 1000 orang penunggang. Kemudian beliau mengerjakan dua raka’at shalat dan setelah itu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dengan kedua mata yang berlinang. Kemudian ‘Umar bin Khaththab mendekati beliau serta menebusnya dengan nama bapak dan ibu seraya berucap : “Ya Rasulullah, apa yang terjadi padamu?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya aku telah memohon kepada Rabbku agar aku diperbolehkan memohon ampun untuk ibuku, namun Allah tidak mengijinkaku. Maka kedua air mataku berlinang kaena merasa kasihan terhadap ibuku dari api neraka. Dan sesungguhnya aku melarang tiga hal kepada kalian. Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian suapa dengan berzaiarah itu akan mengingatkan kalian kepada kebaikan. Kemudian aku juga pernah melarang kalian memakan daging kurban setelah tiga hari, maka sekarang makanlah, simpanlah sekehandak hati kalian. Dan dulu aku juga pernah melarang kalian minum dari bejana langsung, sekarang minumlah dari bejana apapun yang engkau sukai dan janganlah kalian meminum minuman yang memabukkan”.

    Hadits ini shahih.

    Ini jelas menunjukkan kuatnya riwayat yang mengatakan bahwa orang tua Nabi meninggal dalam keadaan kafir (sehingga masuk neraka). Baca juga riwayat berikut :

    Qatadah menceritakan, diceritakan kepada kami bahwasannya ada beberapa orang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : Wahai nabi Allah, sesungguhnya di antara orang tua kami terdapat orang yang berbuat baik kepada tetangga, menyambung silaturahmi, membantu orang yang kesusahan dan memenuhi jaminan. Apakah kami boleh memintakan ampun bagi mereka ?”. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab :

    بلى والله إني لأستغفر لأبي كما استغفر إبراهيم لأبيه

    “Boleh, demi Allah, sesungguhnya aku pun memintakan ampun untuk ayahku, sebagaimana Ibrahim juga memintakan ampun untuk ayahnya”. Kemudian Allah menurunkan ayat : مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” . [lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].

    Kita pahami, Allah menegur Rasulullah shallallaahu \’alaihi wasallam karena mendoakan orang tua beliau yang meninggal dalam keadaan kafir.

    Catatan : Asbabun-Nuzul ayat ini selain peristiwa di atas, juga diriwayatkan secara shahih berkaitan dengan meninggalnya Abu Thalib

    Ana kira ana cukupkan sampai di sini komentar ana. Walhasil,…. hujjah Pak Habin Munzir adalah lemah di tilik dari segi istidlal maupun istinbath. Beliau hanya taqlid pada ucapan As-Suyuthi tanpa memperhatikan kaidah-kaidah ilmu hadits, komentar para muhaqqiq atas keseluruhan riwayat hadits. Intinya, shahih tanpa keraguan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang orang tua Nabi yang ada di neraka, juga apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan yang lainnya yang tidak tersebutkan. Tidak ada pertentangan dengan Al-Qur’an. Anggapan bahwa orang tua Nabi termasuk Ahlul-Fathrah tidak bisa diterima karena masyarakat bangsa Arab telah mengenal agama ketauhidan yang dibawa Nabi Ibrahim Al-Khalil \’alaihis-salaam. Wallaahu a’lam.

    Catatan : Adapun mengenai pembahasan hadits ahad, mungkin kita diskusikan lain waktu. Tulisan antum tersebut didasari oleh penolakan hadits yang kafirnya orang tua Nabi shallallaahu \’alaihi wasallam sehingga antum coba bentur-benturkan dengan ayat yang menurut antum terjadi ta\’arudl. Padahal tidak ada ta\’arudl.

Viewing 10 posts - 1 through 10 (of 16 total)